Mengapa
Rasulullah SAW jarang sakit? Pertanyaan ini menarik untuk dikemukakan. Secara
lahiriah, Rasulullah SAW jarang sakit karena mampu mencegah hal-hal yang
berpotensi mendatangkan penyakit.Dengan kata lain, beliau sangat menekankan aspek pencegahan
daripada pengobatan. Jika kita telaah Alquran dan sunah, maka kita akan
menemukan sekian banyak petunjuk yang mengarah pada upaya pencegahan.
Hal ini mengindikasikan betapa Rasulullah SAW sangat peduli
terhadap kesehatan. Dalam Shahih Bukhari saja tak kurang dari 80 hadis yang
membicarakan masalah ini. Belum lagi yang tersebar luas dalam kitab Shahih
Muslim, Sunan Abu Dawud, Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad, dan sebagainya.
Ada beberapa kebiasaan positif yang membuat Rasulullah SAW
selalu tampil fit dan jarang sakit, sebagaimana dikutip dari Jejak
Sejarah Kedokteran Islam, karya Dr Ja’far Khadem Yamani, di antaranya:
Pertama, selektif terhadap makanan. Tidak ada makanan yang masuk ke mulut
beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi syarat halal dan thayyib (baik).
Halal berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara mendapatkannya dan
halal barangnya. Sedangkan tayib berkaitan dengan urusan duniawi, seperti baik
tidaknya atau bergizi tidaknya makanan yang dikonsumsi.
Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa
meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air lir dan pencernaan. Rasul
bersabda, “Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran”
(HR Ibnu Majah dan Hakim).
Kedua, tidak makan
sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Aturannya, kapasitas perut
dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga
untuk minuman (zat cair), dan sepertiga lagi untuk udara (gas).
Disabdakan: ”Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih
jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan
tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya)
dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi
untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Ketiga, makan dengan tenang, tumaninah, tidak tergesa-gesa, dengan
tempo sedang. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan
tersedak, tergigit, kerja organ pencernaan pun jadi lebih ringan. Makanan pun
bisa dikunyah dengan lebih baik, sehingga kerja organ pencernaan bisa berjalan
sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik akan sulit dicerna. Dalam
jangka waktu lama bisa menimbulkan kanker di usus besar.
Keempat, cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal malam
dan bangun pada pertengahan malam kedua. Biasanya, Rasulullah SAW bangun dan
bersiwak, lalu berwudhu dan shalat sampai waktu yang diizinkan Allah. Beliau
tidak pernah tidur melebihi kebutuhan, namun tidak pula menahan diri untuk
tidur sekadar yang dibutuhkan. Penelitian Daniel F Kripke, ahli psikiatri dari
Universitas California menarik untuk diungkapkan.
Penelitian yang dilakukan di Jepang dan AS selama 6 tahun dengan
responden berusia 30-120 tahun mengatakan bahwa orang yang biasa tidur delapan
jam sehari memiliki risiko kematian yang lebih cepat.
Sangat berlawanan dengan mereka yang biasa tidur 6-7 jam sehari.
Nah, Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun malam. Jadi
beliau tidur tidak lebih dari delapan jam.
Cara tidurnya pun sarat makna. Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam
buku Metode Pengobatan Nabi mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan memiringkan
tubuh ke arah kanan, sambil berzikir kepada Allah hingga matanya terasa
berat.
Terkadang beliau memiringkan badannya ke sebelah kiri sebentar,
untuk kemudian kembali ke sebelah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur
paling efisien. Pada saat itu makanan bisa berada dalam posisi yang pas dengan
lambung sehingga dapat mengendap secara proporsional.
Lalu beralih ke sebelah kiri sebentar agar agar proses
pencernaan makanan lebih cepat karena lambung mengarah ke lever, baru kemudian
berbalik lagi ke sebelah kanan hingga akhir tidur agar makanan lebih cepat
tersuplai dari lambung. Hikmah lainnya, tidur dengan miring ke kanan
menyebabkan beliau lebih mudah bangun untuk shalat malam.
Kelima, istikamah melakukan puasa sunat, di luar puasa Ramadhan.
Karena itu, kita mengenal beberpa puasa yang beliau anjurkan, seperti Senin
Kamis, ayyamul baidh, puasa Daud, puasa enam hari pada Syawal,
dan sebagainya. Puasa adalah perisai terhadap berbagai macam penyakit jasmani
maupun ruhani.
Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai berbagai
ampas makanan, manahan diri dari makanan berbahaya sangat luar biasa. Puasa
menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap
terjaga. Puasa sangat ampuh untuk detoksifikasi (pembersihan racun) yang
sifatnya total dan menyeluruh.
Sumber: Republika
Komentar
Posting Komentar