Langsung ke konten utama

Asyiknya Bermalam di Kampung Kopi Gayo







Ada sensasi berbeda saat bermalam di kampung kopi. Bukan hanya pemandangan indah hamparan pegunungan menyilaukan mata. Atau aroma kopi yang mengundang kerinduan. Namun, ada rasa lain yang membuat para pengunjung ingin kembali lagi. Begitulah perasaan Muhammad Junaidi Zain anggota kelompok tani hutan lestari Desa Batu Dulang Kecamatan Batu Lanteh menceritakan pengalamannya saat mengikuti rombongan bersama 90 petani berkunjung dan bermalam dikampung kopi. Sejak awal persiapan penyelenggaraan Pekan Nasional (Penas) Petani Nelayan XV tahun 2017 di provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Tengah telah ditetapkan sebagai salah satu objek kunjungan widyawisata bagi peserta Penas. Fokus kunjungannya adalah pengenalan sentra kopi gayo. Kampung kopi itu terletak di Kampung Tebes Lues, Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah. 
Menurut Junaidi, saat rombongan petani tiba dikampung kopi, mereka langsung disambut Sekda Kabupaten Aceh Tengah Karimansyah, Camat Bies Maidin, Kabid Perkebunan Sulwan Amri, Kepala Balai Penyuluhan Perkebunan Bies Mulyadi, Kepala Kampung dan masyarakat Kampung Tebes Luwes.
Disebutkannya, Kabupaten Aceh Tengah adalah penghasil utama kopi arabika. Itulah alasan kenapa peserta penas berkunjung ke daerah ini. Untuk menjalin silaturrahmi dengan petani setempat, para petani menginap dirumah masyarakat setempat selama 2 malam 3 hari.
“kami diajak berkeliling ke kebun kopi milik petani, mempraktekan cara menanam kopi, memelihara kopi, memangkas tanaman, serta proses memanen kopi dari perkebunan hingga proses di pabrik penggilingan kopinya” sebutnya.
Lebih jauh sambung Junaidi, apabila dibandingkan tupologi wilayah di kampung Tebes Lues Aceh Tengah dengan wilayah Batu Rotok, Tepal atau Batu Dulang dari segi suhu tidak jauh berbeda, tapi mungkin yang berbeda adalah jenis tanah dan PH (derajat keasaman) sehingga rasa kopi gayo berbeda dengan kopi dari Sumbawa.
“Saya sudah membeli bibit, bibit itu siap ditanam dilahan seluas 3-4 hektar, karena saya juga sudah belajar dan menimbah ilmu di petani kopi gayo secara langsung jadi ilmunya langsung saya praktekan di kampong halaman serta dibagi juga ilmunya kepada para petani kopi di wilayah Batu Lanteh” katanya.
Disamping belajar dari petani kopi Gayo, Junaidi menuturkan bahwa peserta kunjungan ke kampung kopi juga diajak melihat-lihat pengolahan kopi di Koperasi Babul Qiradh (KBQ).
“Kami diajak berkeliling sembari diceritakan tentang sejarah berdirinya KBQ Baburrayan, proses pengolahan kopi mulai diterimah dari petani sampai koperasi itu bisa menjadi pengekspor kopi besar seperti sekarang ini” tuturnya.
Setelah dari KBQ Baburrayan, peserta widyawisata mengunjungi pabrik pengolahan kopi Oro Coffee yang berlokasi di Kampung Mongal, Kecamatan Bebesen.
“Oleh pemilik perusahaan H. Rasyid itu, Kami disuguhkan secangkir kopi Gayo special rasanya luar biasa nikmat” ungkap Junaidi sembari tersenyum.
Bahkan, Junaidi melanjutkan peserta tidak hanya disuguhkan dengan wisata kopi namun juga wisata alam. Rombongan sempat diajak rekreasi dengan menikmati keindahan panorama danau laut tawar.
“Panorama alam Gayo hingga senja itu sungguh indah, spesifiknya lagi Aceh Tengah itu ibarat surge tersembunyi, kopi Gayo nya nikmat, pemandangannya menawan, kalau kembali lagi ke Aceh saya ingin datang lagi ke sana” ujarnya.
Disisi lain, Junaidi menerangkan bahwa dirinya sangat salut kepada pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang sangat mensuport para petani kopi Gayo yang namanya melegenda itu. Keseriusan Pemda dapat dilihat dari bagaimana penempatan petugas penyuluh perkebunan yang secara ikhlas membantu dan membimbing petani dilapangan. Para penyuluh tinggal bersama petani, mereka memberikan pelatihan bukan hanya secara formal tapi berkunjung langsung ke rumah petani.
“Mereka para penyuluh membantu mulai pra menanam sampai pasca panen, pengemasan, penjualan hingga promosi melalui basis jaringan internet marketing” seraya mengharapkan keseriusan Pemda Sumbawa untuk membantu para petani di Batu Lanteh agar suatu saat nanti bisa menjadi daerah agro wisata kopi yang terkenal layaknya Kopi Gayo.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...