Cerita tentang dahsyatnya gempa dan tsunami yang terjadi di Lunyuk Sumbawa tahun 1977 pernah diceritakan nenekku. Dia menyebutkan bahwa saat itu sedang berjualan ikan. Sebagai daerah pesisir antara Labuhan Mapin hingga Lekong, Buyut laki-laki adalah seorang nelayan dan buyut perempuan adalah penjual ikan. Profesi itu diwariskan ke kakek dan nenek. Kala gempa datang, nenek yang saat itu sedang berada di Desa Labuhan Mapin berlari pulang ke Lekong untuk melihat kondisi anaknya. Sebagai kakak tertua eyaku langsung mengumpulkan adik-adiknya mengungsi ke tempat yang aman dan selang beberapa lama nenekku tiba.
Buku tentang dahsyatnya tsunami yang pernah terjadi di selatan Sumbawa belum pernah aku temukan yang fiksi atau non fiksi (mungkin ada dalam bentuk sastra jontal atau tulisan lainnya karena aku tidak tahu banyak tentang buku dan sejarah), jika mencari di google maka akan ketemu kumpulan tulisan yang ditulis oleh anak cucu yang pernah mendapat cerita tersebut. Disinilah kelemahan kita di Sumbawa, tidak suka menulis tetapi suka bercerita dari mulut ke mulut yang akrab kita sebut Tuter (mendongeng).Betapa momen bencana (gempa), selalu membangkitkan kenangan dengan orang-orang yang kita sayang. Cerita lisan bisa kita wariskan kepada anak-cucu, namun kisah itu bisa saja dilupakan dan hilang tertelan waktu. Apabila kita mewariskan tulisan, kisahnya bisa dikenang sepanjang waktu. Melalui tulisan ini, saya mengajak semua teman/saudara/ibu/bapak untuk mulai membiasakan diri menulis, dengan menulis maka kisahmu akan terus hidup. Nah, terpikir juga bagaimana kalau membuat antologi cerpen tentang gempa, sebagaimana kita ketahui bahwa di NTB kurun waktu 2018-2019 sudah terjadi gempa ribuan kali, baik yang dirasakan ataupun tidak.
Rasa trauma mendalam tentu masih kita rasakan. Masih ingat saat suatu hari pasca gempa 7,0 Lombok Sumbawa, kita tidur dibawah tenda pengungsian?bagaimana kagetnya kita saat gempa itu datang?tangis, getaran, teriakan dan gema zikir terdengar dimana-mana?
Bagaimana jika menceritakan kisah itu melalui tulisan. Aku bayangkan pasti kisahnya akan mengharu biru, kalau dijadikan buku kumpulan cerpen. Buku itu akan jadi bahan literasi anak cucu kita kelak. Mari budayakan menulis, karena tulisan akan membuatmu terus dikenang. Komen jika anda setuju, dan mari mulai.

Komentar
Posting Komentar