Langsung ke konten utama

Kajian Perkawinan Campuran Romantic Relationship WNI dan WNA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang Masalah
            Indonesia adalah salahsatu negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Dari Sabang sampai Marauke tersebar berbagai macam budaya dengan karakter dan adat istiadat yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari ragamnya suku, pakaian adat, bahasa, kuliner dan tata krama yang menyebar di seluruh tanah air. Tidak menutup kemungkinan, keragaman ini bercampur menjadi satu dalam sebuah hubungan interaksi sosial. Sebagai contoh, interaksi sosial yang terjadi diantara lawan jenis yang berbeda budaya dan berlanjut di jenjang pernikahan yang pada akhirnya menjadikan perkawinan campuran merebak didalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai contoh perkawinan antara suku Jawa dengan suku Batak, suku Minang  dengan suku Betawi, dsb.
            Selain dengan sesama suku di Indonesia, perkawinan campuran juga meliputi perkawinan beda bangsa. Misalnya antara orang Indonesia dengan orang yang berasal dari Negara lain. Keberadaan pasangan berbeda kewarganegaraan yang menjalani romantic relationship atau pernikahan merupakan sebuah fenomena yang semakin sering dijumpai di Indonesia, khususnya di kota Metropolitan  seperti Jakarta. Hal ini tidak dapat dipungkiri merupakan dampak dari globalisasi yang turut berperan dalam meningkatkan kerjasama internasional di berbagai bidang, sehingga keberadaan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia pun ikut meningkat serta membawa kebudayaan-kebudayaan asing memasuki Negara kita. Pembangunan yang cepat dan luas dalam bidang transportasi dan komunikasi menyebabkan global village, kita memasuki era dunia globalisasi. Mobilitas kita telah meningkat sehingga jarak tidak lagi merupakan masalah. Pesawat-pesawat jet dapat membawa kita ke mana saja dengan waktu yang singkat; orang-orang di seluruh dunia bergerak. Para pebisnis, mahasiswa-mahasiswa asing, diplomat-diplomat, dan terutama turis-turis yang masuk dan keluar aneka ragam budaya tampak asing buat kita, sehingga memberi kesempatan untuk melakukan hubungan-hubungan antarbudaya dalam hidup kita sehari-hari.
komunikasi antarbudaya terjadi, di mana di dalamnya terdapat pertukaran makna dan pikiran antara dua kebudayaan yang berbeda.  Ternyata komunikasi antarbudaya tersebut tidak sedikit yang berlanjut pada romantic relationship. Namanya cinta, tentu tidak bisa diatur. Tapi, tidak dipungkiri bahwa sebagian dari kita begitu terpukau dengan karisma pria berkewarganegaraan asing.(cita cinta no.10/XII-2012). Memang pada awalnya mereka berkomunikasi hanya sebatas perkenalan singkat dan menjalin hubungan sebagai teman dan rekan kerja. Namun banyak warga Indonesia yang pada akhirnya mengambil keputusan untuk menjalin hubungan dengan orang asing tersebut sampai ke tahap perkawinan, yang merupakan pemenuhan salah satu fungsi komunikasi yaitu komunikasi ritual (Mulyana, 2007).
            Tanpa kita sadari perkawinan campuran itu sudah menjadi sebuah fenomena di masyarakat kita. Perkawinan campuran telah merambah ke seluruh pelosok tanah air dan kelas masyarakat. Hal yang paling mudah untuk dilihat yaitu begitu banyak artis Indonesia yang memilih menikah dengan orang asing. Sebut saja Melaney Ricardo Lynch yang menikah dengan Tyson Lynch James warga Negara Australia. Lalu ada pasangan Maudy Koesnady dengan Erik Meijer seorang pria berkebangsaan Belanda, Febby Febiola dengan Bruce Deltail, seorang pria berkebangasaan Perancis, dan masih banyak lagi lainnya.
            Begitu banyaknya perkawinan campuran yang terjadi di Indonesia, maka muncullah perkumpulan atau organisasi bagi para pasangan kawin campur tersebut yaitu salah satunya adalah Komunitas Perkawinan Campuran Melati (KPC Melati), salah satu komunitas yang dibentuk melalui mailing list sejak 16 Juli 2005. Komunitas ini memiliki visi yaitu terwujudnya suatu komunitas pelaku perkawinan campuran antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing yang bermukim di seluruh dunia dan diwujudkan melalui wadah komunikasi, informasi, silahturahmi dan pertukaran budaya bagi komunitas perkawinan campuran yang bertujuan untuk membantu pelaksanaan proses integrasi sebagai akibat dari perkawinan campuran. (www.kpcmelati.org)
            Menikah dengan Warga Negara Asing sebenarnya diikuti dengan konsekuensi yang cukup memusingkan, misalnya masalah komunikasi yang tidak lancar dan latar belakang kebudayaan berbeda dan belum lgi ditambah dengan masalah peraturan dan hukum di negara tempat mereka tinggal dan bekerja.
            Menurut Mulyana (2004), “dalam hubungan pernikahan tercipta komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain atau pasangan secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami – istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya” (p.73).
            Dengan komunikasi kita bisa menjalin hubungan dengan orang lain, baik itu sebagai teman ataupun pasangan. Komunikasi sudah merupakan bagian dari kehidupan kita.
            Tidak hanya komunikasi yang penting, budaya juga tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita karena budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Tanpa kita sadari segala sesuatu perilaku kita adalah budaya.  Budaya dalam berkeluarga tiap negara berbeda-beda. Suatu perbuatan yang biasa di negara tertentu bisa menjadi aib di negara lain. Misalnya budaya makan di negara Cina Selatan, sendawa dan tersedak tidak diperbolehkan pada waktu makan. Sebaliknya di Fiji , sendawa malah diperbolehkan sebagai suatu bentuk penghargaan. Apa yang kita lakukan, bagaimana kita melakukannya, bagaimana kita hidup dan berkomunikasi, merupakan respon-respon terhadap budaya. Kebudayaan memberi dasar fundamental apa itu menjadi manusia dan bagaimana seharusnya berinteraksi dengan orang lain. Dan budaya didapat melalui proses pembelajaran dari lingkungan kita
            Para ahli Antropologi seperti Hall menggambarkan hal ini dengan mengatakan “Budaya adalah komunikasi, komunikasi adalah budaya”. (Mulyana & Rakhmat, 1990, p.4).
            Mulyana mengelaborasi hubungan dialektikal antara komunikasi dengan budaya ini, demikian :
Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya yang tercipta pun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya yang bersangkutan. Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah timbal balik. Budaya takkan eksis tanpa komunikasi dan komunikasi pun takkan eksis tanpa budaya. (dalam Anugrah, 2007, p.38).
Di dalam proses itulah terjadi yang namanya komunikasi antarbudaya. Menurut Fischer, intercultural communication is process of the exchange of thought and meaning between people of differing cultures in the sense just defined. Komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan pengertian antara orang-orang yang berbeda budaya dalam mendefinisikan sesuatu. (Fischer, 1978,p.409).
            Proses komunikasi antarbudaya sangat dipengaruhi oleh persepsi seseorang manusia mengenai lingkungan, orang, benda, dan peristiwa yang berada disekitarnya. Bila seorang manusia telah memahami dan menghargai persepsi orang lain yang berbeda budaya, ia akan bisa melangsungkan proses komunikasi dengan lancar dan memperoleh reaksi yang diharapkan.  Menurut Chaney dan Martin (2004), hambatan komunikasi (communication barrier) adalah segala sesuatu yang menghalangi terjadinya komunikasi yang efektif.
            Dalam komunikasi antarbudaya, tantangan dan hambatan komunikasi sangatlah banyak, mengingat masyarakat setiap bangsa mempunyai simbol dan bahasa verbal maupun nonverbal yang berbeda-beda. Pola pikir pasangan perkawinan campuran akan dipengaruhi oleh budaya masing-masing, cara mereka berkomunikasi, memerankan diri, melakukan sesuatu, mengatur rumah, memilih makanan, membesarkan anak, mengatur keuangan, memperlakukan mertua dan orang tua, pola konsumsi keluarga, apa yang dimaksud hormat dengan tidak hormat, juga dilandasi oleh aturan budaya masing-masing.
            Dalam perkawinan campuran masing-masing pasangan akan mewakili dan merepresentasikan budaya masing-masing. Oleh karena itu, berangkat dari banyaknya fenomena perkawinan campuran yang ada, mendorong peneliti untuk memutuskan mengambil topik mengenai perkawinan campuran dalam penelitian ini. Perkawinan campuran adalah sebuah fenomena yang unik dan memiliki banyak perbedaan dibanding perkawinan-perkawinan pada umumnya karena di dalamnya banyak sekali terdapat perbedaan-perbedaan. Setiap pasangan merupakan dua individu yang unik, yang mempunyai perspektif dan kelebihan-kelebihan yang berbeda.
            Sedangkan yang ingin diteliti adalah hambatan komunikasi antarbudaya dalam perkawinan campuran antara orang Indonesia dengan orang asing yang ada di Jakarta. selain karena alasan praktis, pemilihan kota Jakarta sebagai tempat penelitian yaitu dikarenakan di Jakarta sangat banyak fenomena perkawinan campuran . Penelitian ini nantinya juga bermanfaat bagi warga Jakarta yang berminat untuk mengetahui tentang komunikasi antarbudaya dalam perkawinan campuran.

1.2.  Rumusan Masalah
            Bagaimanakah komunikasi antarbudaya  dalam perkawinan campuran antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing?. (tidak perlu taruh nama tempat penelitian karena sudah tercantum dalam lokasi penelitian)
1.3.  Tujuan Penelitian
            Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komunikasi antarbudaya  dalam perkawinan campuran antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing
1.4.  Manfaat Penelitian
            Manfaat Teoritis : penelitian ini bermanfaat untuk mendeskripsikan teori-teori mengenai budaya, komunikasi antarbudaya dan hambatan-hambatannya yang  didapat oleh peneliti selama melakukan observasi dan aplikasinya dalam perkawinan campuran. Apakah teori-teori tersebut masih relevan atau malah pada kenyataan perkawinan campuran tersebut akan muncul hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang baru.
            Manfaat Akademis : Penelitian ini nantinya akan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang akan mengambil tema tentang komunikasi antarbudaya. Selain itu penelitian ini juga dapat dijadikan sumber referensi ilmiah bagi penelitian selanjutnya tentang komunikasi antarbudaya

1.5.  Batasan Penelitian
            Dalam melakukan penelitian komunikasi antarbudaya ini, peneliti akan mencari pasangan perkawinan campuran yang berbeda akar budayanya yang tinggal di Jakarta. Peneliti memilih tiga pasangan yang akan dijadikan nara sumber dan dari kelompok yang sama, yaitu orang dari kelompok kolektivis (dalam hal ini orang Indonesia) yang melakukan perkawinan dengan kelompok Individualis (dalam hal ini orang-orang dari Negara Amerika, Australia, dan Eropa Barat). Peneliti memilih tiga pasangan dari Negara yang berbeda tetapi masih dari kelompok yang sama dikarenakan agar data yang diperoleh lebih dalam dan fokus dan bisa memberikan perbandingan, mengingat jenis penelitian tersebut yaitu penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada kedalaman data, dan bukanlah penelitian kuantitatif yang menekankan pada jumlah sampel yang diambil.
            Penelitian akan membatasi masalah penelitiannya yaitu hanya meneliti perbedaan budaya yang terjadi dalam perkawinan campuran tersebut lalu menemukan hambatan-hambatan komunikasi antarbudayanya, dan bagaimana cara mereka mengatasi perbedaan budaya tersebut.
            Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara mendalam (depth interview) dan pengamatan partisipasi (observation participation).













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi
            Komunikasi adalah suatu kata yang sering kita dengar sehari-hari. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicato, atau communicare, yang berarti “membuat sama” (to make common). Mulyana mengatakan “komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama” (Mulyana, 2007).
            Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Istilah transaksi mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interdependensi atau timbal balik; eksistensi satu pihak ditentukan oleh eksistensi pihak lainnya. Pendekatan transaksi menyarankan bahwa semua unsur dalam proses komunikasi saling berhubungan. Persepsi seorang peserta komunikasi atas orang lain bergantung pada persepsi orang lain terhadapnya, dan bahkan bergantung pula pada persepsinya terhadap lingkungan di sekitarnya.
            Beberapa defenisi yang sesuai dengan pemahaman ini antara lain
John R. Wenburg dan William Wilmot “Komunikasi adalah suatu usaha memperoleh makna”, Judy C. Pearson dan Paul E.Nelson “Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna”. Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss “Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih”.
            Namun, sampai sekarang belum ada definisi benar atau salah menyangkut defenisi komunikasi. Komunikasi bisa diartikan secara luas yaitu interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih, maupun defenisi yang terlalu sempit yaitu komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik (Mulyana 2007). Sedangkan kata yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community). Komunitas adalah sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tida aka nada komunitas (Mulyana, 2007).

2.2 Fungsi-Fungsi Komunikasi
            Deddy Mulyana dalam bukunya ilmu komunikasi sustu pengantar mengutip kerangka berpikir William I. Gorden mengenai fungsi-fungsi komunikasi yang dibagi menjadi empat bagian.
  1. Komunikasi Sosial
Komunikasi itu penting membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan. Pembentukan konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Pernyataan eksistensi diri, Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau pernyataan eksistensi diri. Ketika berbicara, kita sebenarnya menyatakan bahwa kita ada.
Implisit dalam fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural. Para ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Benar kata Edward T. Hall bahwa “budaya adalah komunikasi” dan “komunikasi adalah budaya”. (Mulyana, 2008).
Pada satu sisi, komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horisontal, dari masyarakat kepada masyarakat lainnya, maupun secara vertical, dari generasi kepada generasi berikutnya. Pada sisi lain, budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk suatu kelompok, misalnya “laki-laki tidak gampang menangis, tidak bermain boneka,” “anak perempuan tidak bermain pedang-pedangan, atau mobil-mobilan”.
Sebagian kesulitan komunikasi berasal dari fakta bahwa kelompok-kelompok budaya atau subkultur-subkultur dalama suatu budaya mempunyai perangkat norma berlainan. Misalnya, terdapat perbedaan dalam norma-norma komunikasi antara kaum militer dengan kaum sipil, kaum konservatif dengan kaum radikal, dan lain sebagainya. Oleh karena fakta atau ransangan komunikasi yang sama mungkin dipersepsi secara berbeda oleh kelompok-kelompok berbeda kultur atau subkultur, kesalahpahaman hamper tidak dapat dihindari. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa berbeda itu buruk. Kematangan dalam budaya ditandai dengan toleransi atas perbedaan.
  1. Komunikasi Ekspresif
Komunikasi ekspresif dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi kita) melalui pesan-pesan non verbal. Perasaan saying, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun terutama dengan perilaku nonverbal.
Orang dapat menyalurkan kemarahan dengan mengumpat, berdecak pinggang, mengepalkan tangan seraya memelototkan matanya. Perasaan bahkan juga bisa diungkapkan dengan member bunga, misalnya sebagai tanda cinta atau kasih sayang.
  1. Komunikasi Ritual
Komunikasi ritual sering dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dalam acara tersebut orang mengucapkan kata-kata dan menampilkan perilaku yang bersifat simbolik. Yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, hingga upacara kematian.
Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangasaan), upacara wisuda, perayaan lebaran, atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, Negara, ideology, atau agama mereka.
  1. Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (persuasive).
Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama.
Komunikasi berfungsi sebai instrument untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, dan lain sebagainya. Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing. Kedua tujuan itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier. (Mulyana, 2008).

2.3. Konteks-Konteks Komunikasi
Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa sosial, melainkan dalam suatu konteks atau situasi tertentu. Indicator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Deddy Mulyana (2005) dalam bukunya “human communication; konteks-konteks komunikasi” mengemukakan konteks-konteks utama dari komunikasi itu sendiri :
  1. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) adalah komunikasi dengan diri sendiri. Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini melekat pada komunikasi dua-orang, tiga – orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain kita biasanya berkomunikasi dengan diri-sendiri, keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri-sendiri.
  1. Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang seperti suami – istri, guru – murid, dan lain sebagainya.
Ciri – ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal ataupun nonverbal.
  1. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil (small-group communication), jadi bersifat tatap-muka. Komunikasi kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya saling kebergantungan), mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut, meskipun setiap anggota boleh jadi punya peran berbeda.
  1. Komunikasi Publik
Komunikasi public (public communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah, atau kuliah. Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok-besar (large-group communication) untuk komunikasi ini.
  1. Komunikasi organisasi
Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Oleh karena itu, organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompok-kelompok.
  1. Komunikasi massa
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik, berbiaya relatif mahal, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonym, dan heterogen.

2.4  Model Komunikasi
            Sejauh ini terdapat ratusan model komunikasi yang telah dibuat para pakar. Kekhasan suatu model komunikasi juga dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan (pembuat) model tersebut, paradigma yang digunakan, kondisi teknologis, dan semangat zaman yang melindunginya. Salah satunya yaitu model Tubbs. Model ini menggambarkan komunikasi yang paling mendasar, yaitu komunikasi dua – orang (diadik).
            Model komunikasi Tubbs sesuai dengan konsep komunikasi sebagai pengirim dan sekaligus juga penerima pesan. Proses komunikasi juga berlangsung spontan dan serentak. Model ini melukiskan, baik komunikator 1 atau komunikator 2 terus menerus memperoleh masukan, yakni ransangan yang berasal dari dalam atapun dari luar dirinya, yang sudah berlalu ataupun yang sedang berlangsung, juga semua pengalamannya dan pengetahuannya mengenai dunia fisik dan sosial yang mereka peroleh lewat indra mereka. Akan  tetapi, baik komunikator 2 dan komunikator 2 adalah manusia yang unik. Mereka mempunyai latar belakang sosial-budaya berbeda. Filter atau penyaring mereka masing-masing, baik fisiologis ataupun psikologis, juga berbeda (Mulyana, 2008).

Gambar 2.1 Model Tubbs.
Sumber: Mulyana, 2008, p.167


            Pesan dalam model Tubbs ini dapat berupa pesan verbal maupun nonverbal, bisa disengaja ataupun tidak disengaja. Salurannya adalah alat indra, terutama pendengaran, penglihatan, dan perabaan. Gangguan dalam model ini terbagi dua, yaitu gangguan teknis dan gangguan semantik. Gangguan teknis adalah faktor yang menyebabkan si penerima merasakan perubahan dalam informasi atau ransangan yang tiba, misalnya kegaduhan. Gangguan ini dapat juga berasal dari pengirim pesan, misalnya orang yang mengalami kesulitan bicara atau yang berbicara terlalu pelan hingga nyaris tidak terdengar. Gangguan semantic adalah pemberian makna yang berbeda yang berbeda atas lambang yang disampaikan pengirim.
            Jika terdapat kegaduhan (noise) dalam proses tersebut maka tidak akan pernah terjadi komunikasi yang efektif. Noise  tersebut bisa muncul dari masing-masing unsur. Misalnya adanya perbedaan persepsi, budaya, bahasa, dan pola piker antara pengirim dan penerima pesan. Maka, akan ada masalah dalam proses penyandian dan pemaknaan pesan. Hambatan-hambatan tersebut harus dicari solusinya. Apalagi jika hambatan tersebut terjadi dalam perkawinan, jika tidak diatasi maka akan banyak terjadi missed communication  di dalamnya yang menyebabkan pasangan tersebut akan sering bertengkar bahkan bisa mengakibatkan perceraian.

2.5. Pengertian Budaya dan Karakteristiknya
            Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, niai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan, ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. (Mulyana , Rakhmat, 2006).
            Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model bagi tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu,
            Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makan yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.
            Oleh karena budaya memberi identitas kepada sekelompok orang, bagaimana kita dapat mengidentifikasi aspek-aspek budaya yang menjadikan sekelompok orang sangat berbeda, maka didalam budaya itu sendiri terdapat beberapa karakteristik sebagai berikut:
a.       Komunikasi dan Bahasa
Sistem komunikais, verbal dan nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat “bahasa asing” di dunia. Sejumlah bangsa memeiliki lima belas atau lebih bahasa utama (dalam suatu kelompok bahasa terdapat dialek, aksen, logat, jargon, dan ragam lainnya). Lebih jauh lagi, makna-makna yang diberikan kepada gerak-gerik, misalnya, sering berbeda secara cultural.
  1. Pakaian dan Penampilan
Ini meliputi pakaian dan dandanan (perhiasan) luar, juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara cultural. Kita mengetahui adanya kimono Jepang, penutup kepala Amerika, payung Inggris, sarung Polynesia, dan ikat kepala Indian Amerika.
  1. Makanan dan Kebiasaan Makan
Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Orang-orang Amerika menyenangi daging sapi, tapi daging sapi terlarang bagi orang-orang Hindu, sedangkan makanan yang terlarang bagi orang-orang Islam dan orang-orang Yahudi adalah daging babi, tapi babi dimakan orang-orang Cina dan orang lainnya.
  1. Waktu dan Kesadaran Akan Waktu
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian orang lainnya merelatifkan waktu. Umumnya, orang-orang Jerman tepat waktu, sedangkan orang-orang Amerika Latin lebih santai.
  1. Penghargaan dan Pengakuan
Suatu cara lain untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perubahan-perubahan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas. Pengakuan bagi para prajurit perang adalah dengan membolehkan mereka mentato tubuh mereka. Pengakuan-pengakuan lainnya bagi prajurit-prajurit perang yang berani itu adalah dengan memberi mereka topi perang, ikat pinggang atau bahkan intan.
  1. Hubungan-Hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan. Unit  keluarga merupakan wujud paling umum hubungan manusia, dan bentuknya bisa kecil dan bisa juga besar. Dalam budaya-budaya tertentu, orang yang harus dipatuhi dalam keluarga adalah lelaki yang mengepalai keluarga, dan hubungan yang sudah tetap ini meluas dari rumah ke masyarakat.
  1. Nilai dan Norma
System kebutuhan bervariasi pula, sebagaimana prioritas-prioritas yang melekat pada perilaku tertentu dalam kelompok. Mereka yang menginginkan kelangsungan hidup, menghargai usaha-usaha pengumpulan makanan, penyediaan pakaian dan perumahan yang memadai, sementara mereka yang mempunyai kebutuhan lebih tinggi menghargai materi, uang, gelar-gelar pekerjaan, hukum, dan keteraturan.
  1. Rasa Diri dan Ruang
Kenyamanan yang orang miliki dengan dirinya dapat diekspresikan secara berbeda oleh budaya. Identitas dir dan penghargaan dapat diwujudkan dengan sikap yang sederhana dalam suatu budaya, sementara dalam budaya lain ditunjukkan dengan perilaku yang agresif.
  1. Proses Mental dan Belajar
Beberapa budaya menekankan aspek pengembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar. Antropolog Edward Hall berpendapat bahwa pikiran adalah budaya yang terinternalisasikan, dan prosesnya berkenaan dengan bagaimana orang mengorganisasikan dan memproses informasi.
  1. Kepercayaan dan Sikap
Barangkali klasifikasi yang paling sulit adalah memastikan tema-tema kepercayaan utama sekelompok, orang dan bagaimana faktor ini serta faktor-faktor lainnya mempengaruhi sikap-sikap mereka terhadap diri mereka sendiri dan orang-orang lain, dan apa yang terjadi didalam dunia mereka.

2.6.  Defenisi Komunikasi Antarbudaya
            Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari budaya yang lain. Jadi Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk symbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. (Alo Liliweri, 2004).
            Menurut Fischer, “intercultural communication is process of the exchange of thought and meanings between people of differing cultures in the sense just defined”. “Komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan pengertian antara orang-orang yang berbeda budaya dalam mendefinisikan sesuatu.” (Fischer, 1978).
2.7. Model Komunikasi Antarbudaya
            Berdasarkan dari penelitian yang akan dibahas maka untuk menggambarkan bagaimana model komunikasi adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2. Model Komunikasi Antarbudaya
Sumber : Alo Liliweri, 2003

            Gambar di atas menunjukkan A dan B merupakan dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaan karena itu memiliki pula perbedaan kepribadian dan persepsi mereka terhadap relasi antar pribadi. Ketika A dan B bercakap-cakap itulah yang disebut dengan komunikasi antarbudaya karena kedua belah piah “menerima” perbedaan di antara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dalam relasi antar pribadi. Menurunnya tingkat ketidakpastian dan kecemasan dapat menjadi motivasi bagi strategi komunikasi yang bersifat akomodatif. Strategi tersebut juga dihasilkan oleh karena terbentuknya sebuah “kebudayaan” baru (C) yang secara psikologis menyenangkan kedua belah pihak. Hasilnya adalah komunikasi yang bersifat adaptif yakni Adan B saling menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan komunikasi antar pribadi dan antarbudaya yang efektif.

2.8. Komunikasi Sebagai Identitas Sosial
a.       komunikasi Antaretnik
kelompok etnik merupakan sekumpulan orang yang memiliki ciri kebudayaan yang relative sama sehingga kebudayaan itu menjadi panutan para anggota kelompoknya. Pengertian etnik sepadan dengan kelompok agama, suku bangsa, organisasi sosial dan politik.
Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok yang terjadi di antara kelompok-kelompok agama, suku, ras, dan golongan dapat dikategorikan pula sebagai komunikasi antaretnik (Liliweri, 2002).
  1. Komunikasi Antarras
Ras adalah aspek genetik yang terlihat sebagai cirri khas dari sekelompok orang, umumnya aspek genetik itu dikaitkan dengan ciri fisik/tubuh, warna kulit, warna rambut, dll. Orang Cina merupakan ras kuning atau Mongol, orang Afrika termasuk ras hitam, orang Melanisia, Polinisia, Malaysia, Mirkronesia, tergolong dalam ras cokelat. Komunikasi antarras diwujudkan dalam komunikasi antara individu atau kelompok yang berbeda ras.
  1. Komunikasi Gender
Terkadang kita menemukan ada perbedaan tampilan perilaku budaya antara perempuan dan laki-laki termasuk perilaku dan gaya komunikasi. Judy C Pearson menemukan adanya perbedaan komunikasi antarabudaya di kalangan laki-laki maupun perempuan. Perbedaan perilaku itu disebabkan oleh karena perbedaan faktor-faktor persepsi antarpersonal maupun interpersonal, maupun perbedaan latar belakang kebudayaan yang mengajarkan orientasi budaya terhadap laki-laki dan perempuan.
Oleh karena itu kita mengenal adanya perbedaan pemakaian kata-kata untuk membedakan suatu status atau peranan tertentu dalam komunikasi. Di Indonesia kita mengenal sebutan Tuan untuk mengacu pada laki-laki, dan nyonya yang mengacu pada perempuan. Di Amerika akan menyebutkan Mr untuk laki-laki dan Mrs untuk perempuan, sedangkan untuk panggilan Ms ditujukan kepada perempuan yang belum menikah. Dalam komunikasi non verbal misalnya dapat dilihat misalnya di Amerika jika laki-laki dan perempuan bertemu akan saling mencium pipi, tetapi di Indonesia hal ini sangat jarang dilakukan kecuali bila laki-laki dan perempuan tersebut memiliki hubungan special atau sedang berpacaran (Liliwer, 2002).
2.9.  Hambatan-hambatan Komunikasi Antarbudaya
            Hambatan komunikasi antarbudaya terbagi dua yaitu hambatan komunikasi antarbudaya di atas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline). Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada di bawah air (below waterling) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang. Hambatan-hambatan ini cukup sulit untuk diperhatikan.
            Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah:
a.       Persepsi (Perceptions)
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pesepsi memberikan makna pada stimuli indera (Rakhmat, 2003).
b.      Norma (Norms)
Konsep tentang norm acapkali diartikan dalam dua cara yang berbeda. Pertama, norma menjelaskan perilaku rata-rata yang biasa kita temui (disebut average behavior), tipikal, atau perilaku yang selalu muncul.
Para sosiolog selalu menyebut norma semacam itu sebagai statistical norm sebab norma-norma tersebut mewakili apa yang secara actual dilakukan orang.
Kedua, norma ideal (ideal norm) atau sering diesebut norma budaya (cultural norm) menunjukkan aturan atau standar perilaku yang diharapkan oleh semua orang dalam situasi tertentu atau yang berlaku secara umum. Seperti, larangan merokok pada ruang publik. Larangan ini merupakan ideal norm, sebuah keadaan ideal yang diharapkan oleh semua orang (Liliweri, 2003).
c.       Stereotip (Stereotype)
Stereotip adalah evaluasi atau penilaian yang kita berikan kepada seseorang secara negative, memiliki sifat-sifat yang negative hanya karena keanggotaan orang itu pada kelompok tertentu. Misalnya kita mengenal orang Batak sebagai orang yang kasar sehingga komunikasi antarbudaya pasti mewakili wataknya yang kasar, berterus terang, dan tidak bertele-tele (Liliweri, 2003)
d.      Filosofi Bisnis (Business Philosophy)
Filosofi bisnis adalah gambaran-gambaran yang dianut oleh sekelompok orang-orang tertentu mengenai bagaimana melakukan bisnis. Hal ini tentunya berbeda antara budaya yang satu dengan yang lainnya. Misalnya filosofi bisnis yang dianut oleh orang Amerika yaitu tidak rumit, karena tujuan orang Amerika adalah mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya (Lewis, 2004).
e.       Aturan (Rules)
Aturan adalah sebuah bentuk untuk mengklarifikasi atau memperjelas area-area yang kabur dalam norma-norma.
f.       Jaringan (Networks)
Jaringan adalah sebuah bentuk dengan pertalian personal dan melibatkan hubungan-hubungan pertukaran. Jaringan merupakan suatu dasar dari hubungan pertemanan dan subgroup.
g.      Nilai (values)
Nilai adalah sebuah kepercayaan yang didasarkan pada sebuah kode etik dalam masyarakat. Nilai menunjukkan kepada kita apa yang benar dan salah, baik dan buruk, ia juga menunjukkan tentang bagaimana seharusnya kita hidup sekarang dan akan datang, juga bagaimana pengalaman hidup di masa lalu. Nilai merupakan sebuah unsure yang penting dalam kebudayaan. Dengan nilai, orang menentukan sesuatu itu boleh atau tidak dilakukan (Liliweri, 2003).
h.      Kebudayaan Subkultural (Subcultures Group)
Kebudayaan subkultural adalah kelompok orang-orang yang memiliki ciri-ciri karakteristik yang memisahkan dan membedakan mereka dengan yang lain dalam sebuah perkumpulan besar atau makrokultur. Makrokultur berbicara tentang sebuah Negara, kota, atau bisnis. Kebudayaan subkulturan acapkali merupakan gambaran sebuah kelompok minoritas yang ada dalam kehidupan budaya mayoritas. (Chaney & Martin, 2004)
Sedangkan di above waterline ada terdapat sembilan hambatan komunikasi antarbudaya. Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut adalah:
a.       Fisik (Phisical)
Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
b.      Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.


c.       Persepsi (Perceptual)
      Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
d.      Motivasi (Motivational)
      Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
e.       Pengalaman (Experiental)
      Experiental  adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.
f.       Emosi (Emotional)
      Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
g.      Bahasa (Linguistik)
      Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (reciver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
h.      Nonverbal
      Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.
i.        Kompetisi (Competition)
      Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan dua kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan mel alui telepon selularnya secara maksimal.
                        Untuk lebih jelasnya, peneliti menampilkan gambar hambatan komunikasi antarbudaya melalui gambar berikut:
Gambar 2.3. Cultural Iceberg
Sumber :Chaney & Martin, 2004








BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif kualitatif. Pada penelitian ini, pengambilan data masing-masing variabel dilakukan pada saat bersamaan dari informan yang diambil datanya oleh peneliti. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan wawancara dalam bentuk depth interview/wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait untuk menunjang data dalam penelitian ini.
            Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian kualiftatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll (Moleng, 2005).

3.2. Metode Penelitian
            Menurut Kriyantono (2008) mengatakan bahwa, “ Metode Penelitian adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset untuk mengumpulkan data.  Ada beberapa teknik atau metode pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh periset. Metode pengumpulan data ini sangat ditentukan oleh metodologi riset, apakah kuantitatif atau kualitatif. Dalam riset kualitatif dikenal metode pengumpulan data: Obsevasi (field observations), focus group discussions, wawancara mendalam (Intensive/depth interview) dan studi kasus.
            Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus. Alasan peneliti menggunakan metode studi kasus karena metode ini merupakan salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Ada beberapa keadaan di mana metode studi kasus ini cocok digunakan sebagai metode penelitian yaitu pertama, bila sebuah kasus tersebut tergolong kasus yang ekstrem atau unik. Hal ini sesuai dengan kasus penelitian ini yaitu komunikasi antarbudaya dalam perkawinan campuran di mana pasangan campuran tersebut tergolong pasangan yang unik di masyarakat karena mereka berbeda dengan pasangan pada umumnya dikarenakan adanya perbedaan kebudayaan.
            Kedua, yaitu kasus penyingkapan itu sendiri. Situasi ini muncul manakala peneliti mempunyai kesempatan untuk mengamati dan menganalisis suatu fenomena yang tak mengizinkan penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati sendiri secara langsung fenomena pasangan campuran tersebut dalam kehidupan sehari-hari lalu menganalisisnya (Yin,2002).

3.3. Subyek Penelitian
            Dalam menentukan subjek penelitian ini, maka peneliti akan mencari data tentang pasangan perkawinan campuran melalui mailing list KPC Melati, yaitu suatu komunitas pelaku perkawinan campuran antara warganegara Indonesia dengan warganegara Asing yang bermukim diseluruh dunia dalam suasana kekeluargaan, saling membantu dan mendukung usaha-usaha pelaksanaan proses integrasi keluarga perkawinan campuran di berbagai aspek terkait.
            Lalu peneliti akan mengirimkan surat kepada pasangan di sana dan menanyakan kesedian mereka untuk diteliti. Sebagai langkah awal, maka peneliti akan mengunjungi pasangan tersebut dan melakukan wawancara singkat untuk memastikan apakah pasangan tersebut memenuhi criteria untuk dijadikan informan dalam penelitian ini.

3.4. Teknik Pengumpulan Data
   Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik observasi dan wawancara sebagai tehnik pengumpulan data primer dan yang menjadi sumber data primer adalah Keluarga Mr.Juan Carlos Melgares dan istri dimana suami berkebangsaan Spayol dan istri berkebangsaan Indonesia. Data primer diambil dengan cara observasi. Observasi memungkinkan bagi peneliti untuk mengamati perilaku informan dalam berkomunikasi dan bersikap. Selain itu, pengambilan data primer juga dilakukan dengan wawancara mendalam (depth interview) dengan pihak-pihak terkait. Wawancara yang dilakukan bersifat percakapan bebas (free talk) yang lebih dikenal dengan interview bebas (tak berstruktur). Percakapan bebas memungkinkan bagi penulis untuk menggali data sebanyak-banyaknya dan menciptakan percakapan yang nyaman sehingga penulis dapat melihat dan merasakan secara langsung apa yang disampaikan oleh informan.

3.5. Defenisi Konsep dan Fokus Penelitian
3.5.1. Defenisi Konsep
  • Komunikasi Antarbudaya
            Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari budaya yang lain. Jadi Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk symbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. (Alo Liliweri, 2004).
  • Perkawinan Campuran
            Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Bab XII bagian Ketiga pasal 57 “ yang dinamakan dengan perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawainan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarga-negaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.   Yang dimaksud ialah jika terjadi perkawinan antara orang golongan hukum Eropa dengan orang golongan hukum pribumi (Indonesia) atau antara orang Eropa dengan orang Timur Asing,  atau antara orang Timur Asing dengan pribumi (Indonesia) dan sebagainya.

3.5.2. Fokus Penelitian
            Fokus dalam penelitian ini adalah individu dari pelaku perkawinan campuran tersebut. Hal ini berbicara mengenai suami dan istri. Jadi peneliti akan mengambil fokus penelitian yaitu pasangan perkawinan campuran tersebut, baik suami maupun istri nantinya akan dijadikan narasumber oleh peneliti.

3.6. Teknik Analisis Data
            Menurut Maleong dan Kriyanto (2003) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. dalam teknik analisi data, penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti dilapangan. Data tersebut terkumpul melalui observasi, dan wawancara mendalam. Kemudian data tersebut diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu. Pengklasifikasian atau pengkategorian ini harus mempertimbangkan kesahihan, dengan memperhatikan komptensi subjek penelitian, tingkat autentisitasnya dan melakukan.



3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
            Untuk memeriksa keabsahan data yang telah dikumpulkan agar memperoleh kepercayaan dan kepastian data, maka peneliti melaksanakan pemeriksaan dengan teknik mencari informasi dari sumber lain. Menurut Patton dalam Moleong (2001) triangulasi dengan sumber lain berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:
  • Membandingkan data informasi hasil observasi dengan informasi dari hasil wawancara kemudian menyimpulkan hasilnya
  • Membandingkan data hasil dari informan utama (primer) denggan informasi yang diperoleh dari informan lainnya (sekunder)
  • Membandingkan hasil wawancara dari informan dengan didukung dokumentasi sewaktu penelitian berlangsung, sehingga informasi yang diberikan oleh informan utama pada penelitian dapat mewakili validitas dan mendapatkan derajat kepercayaan yang tinggi.




DAFTAR  PUSTAKA
Liliweri, Alo. (2004). Dasar-dasar komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyana, Deddy dan Rakhmat, (2006). Komunikasi Antarbudaya, Bandung: Remaja Rosdakarya,PT.
Mulyana, Deddy.(2008). Ilmu Komunikasi suatu pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya, PT.
Kriyantono, Rakhmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Penerbit Prenada Media Group.
Hadi Kusuma, Hilman. (2003). Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat Hukum Agama, Bandung: Bandar Maju, CV.
Devito, Joseph.A. (1997). Komunikasi Antarmanusia, Jakarta: Professional Books.
Moleong, L.Y. (2005). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya,PT
Fisher, Heizn Dietrich & John Calhoun Merrill. (1976). International & Intercultural Communication. New York: Hasting House Publishers.
Lewis.D, Richard. (2004). Komunikasi bisnis lintas budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya, PT
Francisca, Vania.(2008). Perkawinan Atarbudaya Pada  Perkawinan Antara Pasangan yang berbeda Budaya di Surabaya. Skripsi; Universitas Petra
“Pria bule lebih menggiurkan”. Cita Cinta, Mei 2012, No.10/XII












Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...