Menyadari pentingnya inovasi dalam pembelajaran, karena mendidik
tidak hanya sekedar mentransfer ilmu kepada peserta didik tetapi juga membuka
pola pikir siswa bahwa ilmu yang mereka pelajari akan memiliki makna untuk
hidup, merubah sikap, pengetahuan dan keterampilan mereka dalam hidup. Iwansyah,
S.Pd,I mulai membuat media pembelajaran berbahan dasar korek api.
Ide untuk membuat media dari korek api ini mengantarkan
Iwansyah Guru kelas 2 SDN Boak Kecamatan
Unter Iwes menjadi juara 1 (satu) dalam lomba Inovasi Pembelajaran (Inobel) jenjang
SD diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka memperingati
hari pendidikan nasional tahun 2019.
Tangko (batang korek) adalah media yang bahannya mudah didapatkan.
Selain itu, bahan-bahan yang lain untuk membuat media tangko sebagian besar
diperoleh dari bahan bekas yang sudah
tak terpakai.
“Saya rasa semua guru bisa membuat tangko ini” ucap Iwansyah.
Untuk membuat media ini, bahan yang diperlukan yakni kardus
bekas/stereoform sebagai bahan dasar, kotak kecil dari korek api, korek api,
kertas HVS, jarum pentul dan lem.Pemilihan bahan dasar stereoform berwarna menurutnya,
agar lebih menarik perhatian anak-anak, serta dapat meningkatkan motivasi anak-anak
untuk belajar matematika.Setelah semua bahan dipilih, dilanjutkan dengan merakit
medianya.
Langkah pertama dimulai dari pemberian nama dengan bacaan Tangko
Perkalian pada media stereoform, lalu memasang di dua kotak korek api yang
sudah diisikan masing-masing bilangan 1-10 sebagai bilangan yang dioperasikan
dalam perkalian nantinya, kemudian menempelkan 10 batang korek yang diberi
nomor 1-10 dengan warna yang berbeda, nantinya ini sebagai tempat dimasukannya
batang korek api sebagai proses penjumlahan berulang sesuai operasi yang
diminta, kemudian diberi penghadang agar korek api tak langsung keluar dari
kotak kecil, terakhir dibagian bawah diberi kotak besar sebagai tangko(sambut)tempat
hasil dari semua korek yang dimasukan pada kotak kecil.
Salah
satu contoh soal 4 x 3 maka kita akan membuka 4 kotak dari 10 kotak yang
tersedia, kemudian memasukan 3 batang korek kedalam masing-masing kotak.
Adapun hasilnya akan ditransfer atau disambut (tangko dalam bahasa sumbawa)
kedalam kotak besar. Di
dalam kotak besar maka akan terkumpul semua batang korek dari 4 kotak kecil
sebanyak 12 batang korek, ini artinya hasil dari operasi perkalian 4 x 3 = 12 (3+3+3+3)
Guru kelahiran Ropang 12 Desember 1985 ini menjelaskan alasan
yang melatarbelakangi dirinya membuat media dengan bahan dasar korek api, bahwa
apa yang terjadi di kelas setiap tahunnya beragam karena karakteristik setiap
anak berbeda-beda, tahun ini dari 15 siswa dikelas ada beberapa siswa dengan latar belakang keluarga
yang cukup rumit sehingga sangat memengaruhi hasil belajar.
“Dikelas bahkan secara klasikal ketuntasan belajar saya kurangi,
khususnya dimuatan pelajaran matematika, nah ini yang memotivasi saya, saya
ingin membandingkan penggunaan media dan metode yang kompensional dengan alat
media tangko ini, dimana dengan materi pelajaran yang sama saya pernah mencoba
materi perkalian dengan biji asam dan kerikil, secara umum keaktifan siswa
baik,tetapi belum bisa menanamkan pengalaman yang menarik seperti memakai tangko
(batang korek)dimana anak-anak disajikan media dengan beragam warna yang menarik
sehingga meningkatkan perhatian/keaktifan
siswa, kenapa harus batang korek? Karena ini mudah didapat, efisien dari segi harga,
bahkan mudah dioperasikan” jelasnya.
Lebih jauh, Iwansyah mengatakan tangko perkalian ini dibuat
pertama kali untuk ditampilkan pada KKG di gugus 01 kecamatan Unter Iwes. Saat
itu KKG gugus kami meluncurkan program baru diberi nama BeKALaKo (Belajar
Kreatif, Aspiratif, Kolaboratif dan Kompetitif),saat ini kami di minta untuk
eksplorasi apa yang terjadi dikelas kemudian di aplikasikan ke sebuah media
pembelajaran, sebelum ditampilkan di KKG media ini diperkenalkan ke siswa
dikelas pertama kali kemudian persentasikan di KKG.
Media dapat menjadi bagian belajar yang sangat mengesankan
dimana anak-anak dibawah untuk belajar nyata, kegiatan yang konkrit sehingga
pengalaman belajar benar-benar dirasakan, anak belajar bukan lagi dengan
menghapal konsep yang abstrak, tapi anak memahaminya dengan menemukan langsung
konsep itu dengan praktek menggunakan media yang lebih menarik, dan sangat
membantu anak terutama usia 7-8 tahun khususnya jenjang kelas dua SD.
Harapan saya terutama sebagai guru, agar kita berusaha
memberikan yang terbaik untuk anak didik dengan tanpa henti membuat ide-ide
baru, kita semua bisa hanya saja belum mampu untuk berbuat, kemudian bagi
sekolah harapan kami berilah ruang waktu untuk guru berkreasi bahkan disisa
waktu yang dia punya di sekolah karena ketika pekerjaan ini dialihkan ke rumah
semua akan terasa sukar, terbntur dengan padatnya pekerjaan rumah dengan
tanggungan keluarga yang kompleks.
Baca juga publikasi artikel ini di Rabasa Buletin Bappeda Sumbawa Edisi 2 tahun 2019
Komentar
Posting Komentar