Badan Penelitan dan
Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud bersama program kemitraan Inovasi untuk
Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) kembali menggelar forum Temu INOVASI yang
diselenggarakan dalam semangat memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh
pada tangal 2 Mei. Mengusung tema “Pembelajaran Kelas Rangkap di Pendidikan
Dasar: Peluang dan Tantangan”, forum diskusi pendidikan ini menyajikan
perspektif nasional dan daerah dengan menghadirkan narasumber yaitu guru dan
tenaga kependidikan di Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Probolingo), Bupati
Probolinggo, Wakil Bupati Sumba Timur, Direktur Pembinaan Guru Dikdas, Ditjen
GTK Kemendikbud, serta perwakilan dari program kemitraan pemeritnah Indonesia
dan Australia yaitu program TASS dan juga INOVASI.
Melalui program
INOVASI, pemerintah Indonesia dan Australia menjalin kemitraan untuk lebih
memahami dan mengatasi tantangan belajar di kelas-kelas awal pendidikan dasar,
khususnya yang berkaitan dengan kemampuan literasi dan numerasi siswa. Salah
satu upaya untuk atasi tantangan pendidikan yang terus digali oleh INOVASI
adalah model pengajaran dan pembelajaran kelas rangkap atau multi-grade
teaching.
Tantangan di Daerah
Indonesia memiliki
wilayah yang luas dan terdiri dari ribuan pulau. Dalam sistem pendidikan, hal
yang tidak dapat dihindari adalah penyebaran dan distribusi guru secara merata,
yang masih menjadi suatu tantangan yang harus diatasi.
Di banyak sekolah
dasar dan madrasah berukuran kecil di Indonesia, mengelompokkan anak-anak dari
beberapa jenjang kelas ke dalam satu kelas bisa menjadi salah satu cara agar
pendidikan dapat tetap berjalan. Misalnya, menggabungkan kelas tiga dan empat
dalam satu kelas. Ini yang disebut dengan model pembelajaran kelas rangkap,
yaitu situasi ketika seorang guru harus mengajar lebih dari satu kelas di waktu
dan tempat yang bersamaan.
Di Kecamatan Sukapura,
Probolinggo, Jawa Timur, misalnya, ditemukan bahwa jumlah murid yang sedikit
umumnya menjadi hal yang melatarbelakangi pelaksanaan pembelajaran kelas
rangkap. Jumlah murid tersebut dipengaruhi oleh kondisi geografis dimana
sekolah-sekolah berada pada lokasi yang sulit dicapai sehingga hanya menampung
murid dari wilayah setempat. Selain itu, ada kecenderungan bagi masyarakat
untuk memiliki anak dalam jumlah sedikit. Hal ini karena tuntutan biaya adat
yang besar, serta kondisi ekonomi lemah. Inilah yang membuat jumlah murid
di sekolah semakin berkurang. Kecukupan jumlah guru, serta kehadiran dan
kemampuan guru untuk mencapai sekolah juga menjadi penentu dilaksanakannya pembelajaran
kelas rangkap di beberapa sekolah.
Di Sumba Tengah,
ditemukan guru di SD Narita yang menerapkan pembelajaran kelas rangkap karena
keterbatasan ruang kelas. Pada praktiknya, guru menggabungkan dua kelas yang
berbeda (kelas 1 dan 2; kelas 4 dan 5) pada saat yang bersamaan dan dalam satu
kelas pembelajaran dengan materi yang berbeda. Dalam hal ini, kemampuan guru
dituntut untuk mampu mengelola kelas dengan baik dan menjadikan siswa aktif
sehingga kondisi kelas tidak gaduh atau ada siswa yang tidak belajar karena
guru mengajar bergantian kelas. Model pembelajaran tradisional yang berpusat
pada guru diubah menjadi pembelajaran berpusat pada anak. Namun, guru masih
belum dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan cukup untuk mengajar dengan
pola kelas rangkap.
Solusi Lokal untuk
Tantangan di Daerah
Efisiensi tentu
dibutuhkan di seluruh wilayah di Indonesia dalam hal penempatan guru serta
rasio guru terhadap siswa. Model pembelajaran kelas rangkap dapat menjadi salah
satu solusinya. Namun, guru perlu terlebih dulu memiliki pengalaman melakukan
pendekatan pembelajaran aktif, sebelum diperkenalkan dengan model pembelajaran
kelas rangkap.
INOVASI dan Pemerintah
Kabupaten Probolinggo, sebagai contoh, saat ini melaksanakan program rintisan
pembelajaran kelas rangkap di 8 sekolah-sekolah kecil yang berada di Kecamatan
Sukapura. Model pembelajaran kelas rangkap adalah ketika guru mengajar lebih
dari satu tingkatan kelas pada saat yang sama di kelas yang sama. Model
pendekatan seperti ini sangat penting, terutama di daerah-daerah terpencil
dengan populasi penduduk yang sedikit, dan di sekolah-sekolah yang kekurangan
guru atau ruang kelas. Model seperti ini juga berguna bagi guru yang ingin
melakukan pembelajaran berdiferensiasi untuk siswa dengan kompetensi beragam.
Tujuan program
rintisan ini adalah untuk memperbaharui materi pelatihan kelas rangkap, dengan
berbekal pengalaman dari program sebelumnya; untuk meningkatkan kinerja KKG
dalam memberikan pelatihan dan dukungan; untuk meningkatkan peran pengawas,
guru dan kepala sekolah dalam mendukung kegiatan kelas rangkap; untuk
mempromosikan pembelajaran yang mengadopsi pendekatan kesetaraan gender dan
pendidikan inklusif; serta untuk memulai pelaksanaan kelas rangkap di
sekolah-sekolah mitra.
Tidak mustahil bahwa
praktik pembelajaran kelas rangkap ini dapat pula diterapkan di daerah lain,
tentu dengan pembekalan yang baik agar tujuan peningkatan mutu pembelajaran
bisa tercapai. Tentunya, agar praktik baik ini dapat terus berlanjut, sangatlah
penting memastikan bahwa model pendekatan kelas rangkap juga didukung dengan
kebijakan yang tepat.
“Salah satu upaya
untuk atasi tantangan pendidikan yang terus digali oleh INOVASI adalah model
pengajaran dan pembelajaran kelas rangkap – yaitu ketika seorang guru mengajar
lebih dari satu kelas pada saat yang sama, di kelas yang sama. Kami pun telah
melihat komitmen dan dukungan positif dari pemerintah provinsi dan kabupaten,
termasuk dari Ibu Bupati Probolinggo dalam mendukung pembelajaran kelas
rangkap” jelas Michelle Lowe, Counsellor for Human Development dari
Kedutaan Besar Australia Jakarta.
Di berbagai kesempatan
Kepala Balitbang Kemendikbud, Totok Suprayitno, menggarisbawahi bahwa wujud
nyata dari pelaksanaan program INOVASI nantinya akan tampak dalam proses
belajar mengajar di kelas, bukan dalam bentuk mendikte, namun lebih dengan
menggali potensi lokal sehingga dapat menemukan pola pengajaran yang cocok bagi
anak. Program ini menggunakan pendekatan yang bertujuan untuk menemukan
cara-cara yang pas sesuai konteks lokal dalam meningkatkan keterampilan
literasi dan numerasi siswa – solusi yang sesuai dengan potensi lokal untuk
mengatasi tantangan pembelajaran di daerah.
Komentar
Posting Komentar