Langsung ke konten utama

Saloka Pecahan, Media Pembelajaran Dari Pesisir Laut Pulau Bungin



Berbagai praktik baik media pembelajaran dilakukan saat gelar karya temu INOVASI Sumbawa tanggal 22 Agustus 2019 lalu. Nurhidayanti S.Pd SD guru kelas satu SDN 2 Pulau Bungin dibimbing oleh Fatmawati, S.Pd pengawas sekaligus Fasda (Fasilitator Daerah program INOVASI) membuat media saloka pecahan.
Dengan memanfaatkan batang pohon kelapa, pasir dan kerang, keduanya merancang media yang dapat memudahkan siswa belajar pecahan. Menurut ibu Nur, gempa yang terjadi pada 2018 lalu mengakibatkan banyak pohon kelapa di pesisir laut tumbang, biasanya pohon kelapa digunakan masyarakat sekitar sebagai kayu atau bahan bangunan rumah panggung khas suku Bajo. Sementara, pasir dan kerang diambil dari pesisir pantai pulau Bungin.
Dalam bahasa Bajo Saloka artinya batang kelapa.  Karena anak-anak masih banyak yang menggunakan bahasa ibu maka kata saloka dipilih menjadi nama media yang dibuatnya tersebut.  Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat media saloka pecahan adalah batang pohon kelapa yang sudah dibentuk bulat dengan mesin/alat pemotong kayu, kerang-kerangan, anyaman bambu berbentuk lingkaran yang biasa digunakan sebagai tatakan penutup nasi atau pernis oleh masyakat lokal Sumbawa, papan bekas, pasir, batok kelapa, cat, dan lem rajawali.
Pertama-tama siapkan papannya dengan ukuran persegi panjang, kemudian aplikasikan lem kayu dan ditaburi pasir sambil dijemur diterik matahari. Ketika pasirnya sudah menempel dipapan dengan merata, maka diberi nama saloka pecahan yang sudah dibuat dan pada tiap huruf diberi warna dengan cat agar lebih menarik. Setelah itu letakan dibagian atas dan ditempel kembali dengan lem. Kemudian, ambil tatanan anyaman bambu yaitu penutup nasi berbentuk lingkaran (red kudung romong dalam bahasa Sumbawa) lalu ditempel dibagian atas lagi. Kemudian tatakan kudung romong tersebut ditempel kembali dibagian bawah sebelah kiri dan kanan sehingga jumlah lingkaran untuk ditempelkan saloka ada 3. Ketika sudah menempel sempurna dan dijemur, maka letakan saloka kedalam tatakan pernis/kudung romong. sebelumnya masing-masing saloka sudah dicat warna-warni, ada yang utuh berbentuk lingkaran, ada juga batang kelapa berbentuk lingkaran yang dibagi dua, dan ada pula yang dibagi empat dan dibagi delapan bagian. Hal itu berfungsi agar anak lebih mudah mengerti tentang nilai pecahan.
Cara operasinya sebagai berikut, 1/2 +1/2? Maka kita akan mempraktekan kepada anak, ada saloka yang dibagi menjadi 2 bagian yang nilainya 2/2 disebelah kiri kemudian diambil 1/2 dan diletakan pada tatanan lingkaran sebelah kanan lalu diletakan dibagian atas, dan diambil lagi bagian 1/2 dari saloka kemudian diletakan dibagian bawah salokanya, maka akan jadi 1/2+1/2 sama dengan 2/2, nilai 2/2 itu sama juga dengan 1 saloka yang utuh seperti contoh saloka dibagian atasnya.
“Mengajar pecahan dengan saloka lebih mudah karena anak-anak melihat benda kongkret dan bisa langsung dipraktekan layaknya belajar sambil bermain” kata Nurhidayanti.
Menemukan solusi lokal untuk masalah lokal sebagai pendekatan dalam pelaksanaan program INOVASI (Inovasi untuk anak sekolah Indonesia) program kemitraan pemerintah di bidang pendidikan, disetiap wilayah berbeda-beda. Di sekolah yang dekat dengan fasilitas kota, bahan yang digunakan guru adalah media yang mudah ditemukan di wilayah sekitar misalnya barang bekas. Namun, di sekolah-sekolah yang ada di wilayah pesisir laut seperti SDN 2 Pulau Bungin ungkap Fatmawati, guru menggunakan batang kelapa, pasir dan kerang karena bahan itu mudah diperoleh di lingkungan sekitar.
Ditambahkan Fatmawati, S. Pd sebagai seorang pengawas dirinya melihat langsung ada peningkatan minat belajar siswa dalam pelajaran Matematika setelah menggunakan media. Hal tersebut kerap kali dilihat saat berkunjung ke sekolah dampingan.
 Terbit di Buletin Rabasa Bappeda Sumbawa edisi 3.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...