Langsung ke konten utama

Anak-anak Totochan di Dunia

Tuhan Menciptakan Anak-anak murni dan baik

Perjalanan kemanusiaan untuk anak-anak dunia

Di Balik Buku Tetsuko Kuroyanagi


Sebuah buku dengan tebal 328 halaman, 

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama




Satu juta manusia terbunuh di Rwanda
anak-anak kecil mengungsi
menyelinap diantara pembunuhan masal
orangtua dan saudara mereka dibunuh
tanpa tahu alasannya apa
semua anak kecil itu memendam kesedihan luar biasa
dalam hati mereka mengira
merekalah yang bersalah
padahal sebenarnya suku hutu dan tutsi saling menyerang
tapi anak-anak tidak tahu itu


“kita tidak dilahirkan untuk saling membenci, melainkan untuk saling mengasihi”
Totto Chan

Totto-chan kini sudah dewasa. Apa yang diceritakannya tidak terlepas dari pengalaman masa kecil ketika ia mulai masuk ke Tomoe Gakuen, dalam buku Totto-chan – Gadis Cilik di Jendela. Selain belajar, ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri. Totto-chan sekarang menjadi aktris terkenal dan punya banyak penggemar. Totto-chan dipilih UNICEF menjadi Duta Kemanusiaan dari tahun 1984 sampai tahun 1997.
Sejak itu, Totto-chan berkunjung ke banyak negara dan menemui berbagai macam anak. Di negara-negara yang mengalami kekeringan hebat atau terkena dampak perang, anak-anak yang sebenarnya polos dan tak berdosa selalu jadi korban. Ternyata masih banyak sekali anak-anak dunia yang tidak bisa makan, tidak bisa sekolah, tidak bisa dirawat ketika sakit, bahkan mengalami trauma hebat akibat perang.

Kondisi memilukan terjadi di Rwanda, Zaire, dan Uganda. Ribuan anak ditugaskan menjadi tentara perang, dan dalam usia semuda itu mereka harus berkelahi dengan waktu, dan diintai oleh maut berupa sengat kematian. Sungguh tidak terbayangkan melihat anak-anak yang seharusnya masih senang bermain harus mengangkat senjata karena peperangan.

Itulah mengapa ada ungkapan mengerikan yang berkata bahwa "Tidak ada iblis di neraka. Mereka semua berkumpul di negara kami, di Rwanda."
Kemiskinan di Haiti membuat banyak wanita menjadi pelacur, dan survey kesehatan memberikan data bahwa 72% pelacur di Haiti terjangkit HIV. Salah satu pelacur tersebut baru berumur 12 tahun, dan terjadi tanya jawab mencengangkan antara Totto-chan dengan sang pelacur kecil tersebut : apakah kamu tidak takut HIV AIDS? anak tersebut menjawab ya aku takut. Namun, tidak ada pilihan karena satu hari saja tidak kerja, tidak ada yang bisa kami makan.

Sedangkan kunjungannya ke Tanzania, Tototo-chan melihat bahwa kelaparan adalah malaikat pencabut nyawa yang siap menunaikan tugasnya, dan tanpa ampun mereka mengakhiri kehidupan banyak anak yang sedang bertumbuh.
Anak-anak tidak dapat lagi berpikir atau berbicara. Otak mereka rusak karena kekurangan gizi.Ibu menyusui pun tidak bisa memproduksi ASI karena kemiskinan yang luar biasa, sehingga banyak bayi yang terpaksa mengkonsumsi teh ataupun air putih yang sama sekali tidak bergizi- sejak hari kelahiran mereka.
Bahkan banyak ibu-ibu muda yang tidak lagi bisa mengingat kapan terakhir kalinya mereka memakan makanan yang sehat dan bergizi.

Dalam kunjunganya ke Mozambik, di kisahkan bahwa seorang ibu memiliki hati mulia, tidak peduli seberapa berat penderitaan yang mendera. Ibu tersebut terlihat bingung saat ditanya berapa jumlah anaknya. Ia sempat salah berhitung, dan pada tanya jawab berikutnya terbuka satu fakta mulia, bahwa ia mengambil beberapa anak yang menangis karena kehilangan orangtuanya. Sang ibu sendiri telah memiliki lima anak kandung.  Dalam pelariannya sebagai pengungsi perang gerilya, wanita Mozambik ini masih membuka hati untuk mengayomi anak lain yang membutuhkan kasih sayang.
Bahkan ia rela membagi satu potong roti menjadi 10 bagian, masing-masing untuk anak-anak yang diasuhnya.

Di Angola, nyaris tidak ada celah untuk mendapatkan pendidikan layak, bahkan anak-anak terpaksa membawa kursi sendiri ke sekolah. Dengan langkah-langkah kecil yang berat dan tertatih, mereka berjalan demi menggapai sebuah asa : Pendidikan yang layak untuk memutus rantai kemiskinan,

Sementara itu, impian anak-anak Bosnia Hezergovina yang mustahil. Mereka semua bermimpi menjadi anak berumul nol tahun, atau dengan kata lain menjadi bayi kembali dalam rahim ibunda mereka. Perang telah merenggut kebahagiaan mereka, sehingga anak-anak korban perang disana tidak mampu melihat warna-warna indah dunia yang sesungguhnya, Hanya warna hitam, gelap, dan pekat.

Sungguh mengerikan saat mengetahui bahwa psikologi anak disalahgunakan dalam peperangan. Apa gunanya perang saudara, selain merenggut nyawa calon-calon penerus negara?


Penulis mengajak kita semua, untuk mari membantu meringankan beban anak-anak di dunia dengan memberikan donasi baik dalam bentuk dukungan moril maupun materil.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...