Langsung ke konten utama

Zainab Binti Jahsy Istri Rasullulah Yang Dermawan



Dalam berbagai literatur Islam, Zainab binti Jahsy dikenal sebagai Muslimah yang sangat pro dengan dakwah Rasulullah SAW. Nama panjang beliau yakni Zainab binti Jahsy bin Ri’ab al-Asadiyyah, dan beliau dilahirkan di Makkah pada tahun 33 sebelum Hijriah dan wafat di Madinah pada tahun ke-20 Hijriah.
Zainab binti Jahsy juga merupakan sepupu Rasulullah SAW. Beliau telah masuk Islam sejak masa Makkah dan ikut hijrah ke Madinah bersama kaum Muslimin lainnya. Pernikahan beliau dengan Rasulullah pun merupakan perintah langsung dari Allah SWT.
Zainab diketahui merupakan mantan istri dari anak angkat Rasulullah, Zaid bin Haritsah. Namun sayangnya, pernikahan Zainab dengan Zaid ini tak diiringi dengan keharmonisan sehingga Zaid kerap berkonsultasi ke Rasulullah untuk menceraikan istrinya.
Meski Rasulullah sempat melarang itu, namun akhirnya Rasulullah mengizinkan Zaid menceraikannya setelah turun wahyu Allah atas perceraian sekaligus sah bagi seorang ayah angkat mengambil istri dari mantan istri anaknya.
Setelah bercerai dengan Zaid, Rasulullah kemudian memerintahkan Zaid untuk melamar Zainab untuk dirinya. Maka, pernikahan atas perintah Allah itu pun berlangsung dengan pemberian sedekah dari Rasulullah kepada Zainab sebesar 400 dirham.
Dalam aktivitas sehari-hari, Zainab merupakan seorang yang pandai dalam memproduksi sesuatu. Seperti menyamak kulit atau melakukan produksi di bidang kerajinan tangan. Dari hasil produksi tangannya, beliau mendapatkan rezeki dan kemudian kerap menyisihkan rezekinya tersebut kepada fakir miskin.

Pada masa pemerintahan Sayyidina Umar bin Khattab misalnya, Zainab binti Jahsy mendapatkan jatah dari Baitul Mal yang dikelola oleh pemerintahan Khalifah Umar. Namun tak seperti kebanyakan manusia pada umumnya, Zainab rupanya memiliki sikap zuhud dari harta dan kerap menjadikan hartanya sebagai ladang amal untuk berbagi.
Sikap dermawan dari Zainab ini juga kerap diceritakan oleh para kerabat dan perempuan yang ada di sekelilingnya. Barzah binti Rafi bercerita, ketika jatah pembagian harta keluar, Sayyidina Umar mengirimkan harta tersebut kepada Zainab binti Jahsy yang menjadi haknya.
Namun, beliau justru mengira bahwa istri-istri Rasulullah yang lain lah yang berhak menerima harta tersebut. Namun demikian, para utusan Sayyidina Umar bin Khattab tetap memaksanya untuk mengambil harta yang merupakan haknya tersebut.
Akhirnya, Zainab mengambil secarik kain dan mengantongi harta miliknya itu dan memberikannya kepada Barzah binti Rafi sekantung dirham.
Beliau kemudian memerintahkan Barzah binti Rafi untuk membagikan harta tersebut kepada para kerabatnya, anak-anak yatim, serta kalangan dhuafa yang ada di sekitar wilayah tempat tinggalnya.
Tak hanya harta untuk kaum dhuafa dan anak-anak yatim, Barzah binti Rafi pun tak luput dari pemberian harta milik Zainab. Sikap dermawan Zainab yang enggan menerima hak dari harta hasil jerih payahnya ini pun didengar oleh Khalifah Umar bin Khattab dan beliau mendoakannya.
Tak hanya itu, saking dermawannya Zainab binti Jahsy, semasa hidup Rasulullah memberikan julukan bagi istrinya itu sebagai orang yang Panjang Tangan. Artinya, tangan dan hatinya sangat mudah tergerak untuk memberi.
Zainab binti Jahsy wafat di Madinah saat usia 53 tahun. Beliau merupakan istri Rasulullah yang paling pertama wafat setelah kematian Nabi Muhammad SAW. Zainab binti Jahsy dimakmkan di Jannatul Baqi.
Semasa hidupnya, kedermawanan Zainab binti Jahsy ini kerap mendatangkan pujian dari berbagai kalangan. Bahkan tak tanggung-tanggung deretan istri Nabi pun tak segan memuji kedermawanan wanita tersebut. Berkat kedermawanannya, tak sedikit kalangan kaum miskin, anak yatim, dan dhuafa yang merasa terbantu dan tertolong atas uluran tangannya.
Sikap dan teladan yang diberikan dari beliau masih sangat relevan ditiru bagi umat Muslim masa kini. Bahwa kekayaan yang Allah berikan pada setiap hamba, sejatinya adalah sebuah titipan dan juga ladang untuk terus memupuk amal dan keimanan.
Sumber: Republika


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...