Langsung ke konten utama

Perempuan Kuli Tinta




Susi Gustiana, “Jangan Gentar Berkata Benar”.

Itulah kata yang sering kami ucapkan sebagai kuli tinta dibawah naungan media cetak kebanggan “Gaung NTB”.

Saat ini, jurnalis sedang sibuk dengan data ditengah ketidakpastian. Kita sedang dilanda ujian melawan pandemi COVID 19. 

Berkatalah benar walau itu pahit. Kebenaran tetap diterapkan walau ada celaan dan rasa tidak suka. Inilah prinsip  dalam Islam sebagaimana disampaikan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak ada yang tahu, seorang dilabeli jurnalis kadang tidak tidur seharian karena menjaga pintu rumah atau pintu ruangan pejabat hanya demi sebuah berita, tidak ada yang tahu juga rasanya kepanasan dibawah terik matahari menyengat, ikut digarda depan saat meliput kejadian bencana alam. Tidak ada yang tahu juga bahayanya saat meliput secara mendalam sebuah berita investigasi. Bahkan, juga bertaruh nyawa meliput ditengah pandemi COVID 19 ini, dan banyak pula jurnalis kita sudah menjadi korban positif virus mematikan tersebut.

Jurnalis terkadang tidak disiplin dengan hidup mereka sendiri, bekerja tidak kenal waktu, tidak ada jaminan asuransi kesehatan, tetapi mampu professional ketika menjalani tugas jurnalistik.

Semua itu sudah menjadi resiko sebuah pekerjaan jurnalis. Walau banyak cibiran dan cacian orang bahwa mereka tidak becus dalam menyajikan berita karena tidak berimbang. Padahal berita yang dihasilkan jurnalis tersebut menjadi ladang informasi bagi mereka setiap harinya.

Di era Gadget seperti sekarang ini, semua orang bisa menulis peristiwa, kejadian sehari-hari yang kemudian diposting ke medsos tanpa pertanggung jawaban. Banyak hoak dimana-mana sehingga image negatif terkadang berimbas pada jurnalis itu sendiri. Walau kadang dipandang sebelah mata, difitnah, diupah seenaknya, dicibir sana-sini, dan dibenci tetapi aku mencintai pekerjaanku sebagai jurnalis.  

Menjadi jurnalis menjadikan diri ini lebih banyak mendengar daripada ingin didengar.

Karena banyak orang ingin didengarkan, dan bukan mendengarkan.

Prinsip ini menjadikan aku bisa bertahan:
·   Perempuan didunia jurnalis harus berani men-doorstop siapapun pejabat yang menjadi narasumbernya.
·       Tak malu berhimpitan dengan laki-laki untuk mendapatkan berita yang eksklusif
·        Tipikal cuek yang penting jalan
·         Loyalitas tinggi
·         Kritis dan terus belajar menggiring opini publik
·         Berfikir cepat dan lugas
·         Mampu memancing narasumber untuk mengorek informasi lebih dalam
·         Bekerja fleksibel dimanapun dan kapanpun
·         Mengabarkan dimanapun sempat
     

Perempuan tidak boleh hanya sekedar cantik, tetapi harus kritis dan jeli karena kita harus tetap eksis ditengah arus industri 4.0. Teruslah berjuang untuk keadilan dan kesetaraan.

Selamat hari Buruh Internasional 
(May Day)

I Lupp You kawan kawan






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...