Nasib anak-anak
indonesia dalam hal literasi memprihatinkan akibat minim akses terhadap buku
bacaan berefek pada minat baca yang rendah. Pernyataan ini disampaikan pengamat
pendidikan dari Dompet Dhuafa, Aza El Munadiyan melalui pesan singkatnya Sabtu
kemarin, (2/5).
“Ada korelasi yang kuat antara akses terhadap buku yang rendah
dan budaya membaca di Indonesia. Indeks Alibaca nasional masuk dalam kategori
aktivitas literasi rendah, yaitu berada di angka 37,32. Nilai tersebut tersusun
atas, dimensi kecakapan sebesar 75,92; dimensi akses sebesar 23,09; dimensi
alternatif 40,49; dan dimensi budaya sebesar 28,50. Akses dan budaya menyumbang
peranan terkecil sehingga mengakibatkan Indonesia masuk dalam aktivitas
literasi rendah,” jelas Aza.
“Indeks Alibaca ini bisa kita ambil dua hal penting. Pertama,
dimensi kecakapan secara nasional tinggi yang terkorelasi dengan angka
pemberantasan buta aksara dan rata-rata lama sekolah sudah baik. Artinya
anak-anak Indonesia sebenarnya bisa membaca, hanya saja mereka tidak memiliki
sesuatu untuk dibaca akibat akses yang kurang terhadap buku dan bahan bacaan.
Tidak ada bahan bacaan menyebabkan rendahnya budaya membaca sehingga budaya
berbicara tinggi di Indonesia,” papar Aza lebih lanjut.
Namun menurut alumni Universitas Gadjah Mada ini, ada ironi yang
terjadi antara akses buku dan akses internet. Akses buku yang biasanya
diperoleh siswa di sekolah menjadi rendah akibat jumlah ketersediaan dan
kualitas buku bacaan di perpustakaan sekolah.
Data jumlah sekolah dasar di Indonesia mencapai 148.673 dimana
98.332 memiliki perpustakaan sekolah, sedangkan 34 % atau 50.341 sekolah yang
tidak memiliki perpustakaan.
Sedangkan berdasarkan laporan terbaru We Are Social, pada tahun
2020 disebutkan bahwa ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Dibandingkan
tahun sebelumnya, ada kenaikan 17% atau 25 juta pengguna internet di negeri
ini. Artinya dari 272,1 juta jiwa penduduk Indonesia 64% telah merasakan akses
ke dunia maya.
“Penduduk Indonesia itu gila internet jika dibandingkan dengan
negara-negara maju. Dalam sehari penduduk Indonesia menghabiskan waktu hampir 8
jam perhari tepatnya 07.59 untuk mengakses internet. Jauh meninggalkan
negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Belanda, Prancis, Australia bahkan
Amerika dan China sebagai pusat teknologi informasi dunia. Maka dari itu kami,
Dompet Dhuafa Pendidikan memberikan rekomendasi terkait dengan upaya
peningkatan akses dan minat baca anak-anak Indonesia memanfaatkan teknologi
informasi. Pemerintah harus melakukan revolusi kegiatan pembelajaran sehingga
kualitas literasi anak-anak Indonesia bisa meningkat,” tegas Aza.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar