Langsung ke konten utama

Enaknya Blunak + Sira Uer, Ayo Bermalam di Kampung Kopi Tepal




Semakin kamu melakukan perjalanan, kamu akan semakin arif memaknai hidup dan kehidupan ini 
(Susi Gustiana)




Sebagai penghasil kopi terbesar di Kabupaten Sumbawa, Desa Tepal dikelilingi oleh hamparan perkebunan, ladang dan hutan yang hijau. Suasana sejuk dan secangkir kopi panas membuat aku semakin bersemangat berkeliling mengeksplore lebih jauh. Jika ingin melakukan traveling ke Tepal, kita cukup menyewa hartop sekitar RP 50-100 ribu saja, hartop biasa dijadikan alat transportasi oleh penduduk setempat. Karena letaknya yang berada di pegunungan Batulanteh, sekitar +67 Km dari pusat kota, jadwal kendaraan umum hartop atau Jeep menuju ke Tepal hanya ada 2-3 saja sehari. Dalam catatan sejarah, tepal adalah penduduk asli Sumbawa karena mereka selamat dari letusan gunung Tambora yang maha dahsyat +100 tahun silam.
Perjalanan berliku, berbatu, jurang curam, sungai licin, tanjakan terjal akan menguji adrenalin kita selama di perjalanan. Bagi yang baru pertama kali, mungkin akan berteriak WOOOOOOOww, takut atau histeris tapi penduduk asli hanya senyum dan menikmati ‘goyang darat’ asyikkkk!!!. Kebetulan saat aku kesana sedang musim hujan, jadi beberapa kali, kita harus turun dan jalan kaki karena hartopnya tidak bisa menaiki tanjakan. Bahkan, penumpang yang laki-laki ikut mendorong hartop karena beberapa kali macet diperjalanan. Perjalanan yang seharusnya hanya ditempuh 2 jam, namun karena jalan yang tidak mendukung (jelek) kita baru sampai sekitar 5 jam. Memang, pemerintah daerah belum berhasil melakukan pemerataan infrastruktur jalan di selatan Sumbawa karena terbentur anggaran dan wilayah ini adalah kawasan hutan lindung.
Mendekati desa, kita akan menaiki tanjakan tinggi, aku sempat takut tetapi semuanya terbayar dengan keindahan pemandangan. Dari atas ketinggian, kita dapat melihat Sungai yang jernih dan didekatnya ada PLTH (Pembangkit Listrik Tenaga Hidro), maklum desa ini belum terjamah oleh listrik PLN. Sesampai dikampung, aku dan tim (Ustad Husnul dan Eya Dedy Yusuf) singgah disalah satu rumah penduduk yang merupakan tokoh atau pengusaha kaya yang cukup disegani di Desa Tepal namanya Ulumuddin. Kami menginap dirumah Om Ulu, kebetulan om Ulu akrab aku menyapanya akan berangkat ke tanah suci mekah untuk melakukan ibadah Umroh bersama istri tercinta. Kebetulan beliau mengadakan syukuran dengan memotong 2 sapi dan mengundang seluruh warga kampong untuk mendoakannya hingga selamat berumroh dan pulang kembali. Sebelumnya Ibu dan Anak beliau sudah terlebih dahulu berangkat umroh melalui jasa travel kami. Jika dibandingkan dengan rumah lainnya yang masih tradisional khas pedesaan, Rumah Om Ulu sudah modern dan cukup mewah. Kebetulan, Om Ulu memiliki 2 rumah satu rumah batu mewah yang satunya rumah panggung yang masih tradisional.
Perempuan di Tepal masih mempertahankan tradisi membuat anyaman dari daun pandan diteras rumah. Aku bersama Gita (anaknya Om Ulu) kemudian pergi makan ke rumah panggung atau rumah nenek. Katanya nenek tidak mau tinggal dirumah batu karena banyak kenangan dirumah panggung. Rumah yang terbuat dari kayu masih terus dipertahankan masyarakat setempat. Jika ingin panjang umur maka tinggallah didaerah dataran tinggi, ya itu benar karena di Tepal banyak orangtua yang sudah berumur 90-100 tahun. Aku mencicipi sayur Blunak atau dalam bahasa Indonesia disebut asfaragus yang banyak tumbuh didaerah pegunungan, rasanya enak seperti daging karena dimasak dengan gulai santan. Selain Blunak, aku juga makan sayur Budak yaitu sayur dari batang pohon rotan yang masih mudah. Rasa budak itu agak pahit tetapi gurih dan lembut dimulut. Sayur yang tak kalah kalah enaknya adalah pakis dan rebung yang kalau dimasak di sini jadi enak banget. Ada lagi yang tak boleh dilupakan kalau makan di Tepal adalah sira uer Tepal, sira merupakan sambal khas terbuat dari kemiri yang cukup banyak, cabe rawit hijau dan garam. Didaerah dingin, kita akan cepat merasa lapar jadi aku makan banyak sekali waktu itu. Yah, kebetulan setiap rumah yang aku kunjungi mengajak makan, jadi aku makan aja kan rezeki tidak boleh ditolak.
Nasib mujur ternyata saat itu sedang panen Alfukat jadi kami banyak sekali makan alfukat. Tak lupa juga si Bibi (Istrinya Om Ulu) memberikan kami alfukat untuk jadi oleh-oleh, dan kami juga membawa oleh-oleh paling khas tepal yaitu Kopi Arabica (kami diberikan gratis oleh jamaah umroh kami semoga kalian semua selalu sehat dan terimakasih atas kebaikannya).
Di Tepal, kita hanya tinggal senyum dan meminta kepada pemilik rumah jika mau sesuatu. Waktu itu, saya ingin beli jambu tetapi kata pemiliknya tidak perlu beli dan aku dikasih gratis. Aku juga sempat jalan-jalan ke kebun kopi, kebun alfukat, ke menara yang dekat sekali dengan jurang namun kita bisa melihat pemandangan dibawahnya yang indah.
Oh ya, di kampung ini ada rumah Pak Ahdar yakni pengusaha dan pemilik produk kopi Tepal yang terkenal itu. Jangan lupa untuk berkunjung. Dan jangan lupa, jika kalian menginap pergi sholat ke masjid biar kalian merasakan atmosfer ketenangan yang luar biasa dimasjid. Wanita didesa tepal memakai jilbab dan sangat syar’I, dan laki-laki rata-rata selalu memakai celana panjang. Desa ini sangat religi. Selain itu, desa ini masih menjaga adat istiadat. Salah satunya adalah pakai adat khas desa tepal, pakaian ini akan dipakai apabila ada acara resepsi pernikahan. Desainnya masih sangat sederhana, tidak ada yang dirubah karena masyarakat ingin melestarikan peninggalan nenek moyangnya. Eittss, di desa ini juga ada air terjun yang indah namun saat itu hujan jadi aku tidak sempat berkunjung ke destinasi ini.
Oh ya, lupa. Jika ingin cepat kaya, ayo berjualan ikan di Tepal. Karena pasti sangat laris, hahaha orang jual ikan datang dari Sumbawa dan ikan itu tetap habis terjual. Para pedagang ini jika pulang dapat membeli Alfukat, kopi, kemiri, kunyit, jahe dan dijual kembali dengan harga mahal di Sumbawa. Menarik kan, ayo traveling ke Desa Tepal, tenang saja meski tidak ada penginapan seperti hotel, tetapi kita bisa tinggal dan bermalam dirumah penduduk setempat. Tidak perlu khawatir semua masyarakatnya ramah dan baik hati.









       





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...