Langsung ke konten utama

Fisika Kuantum Sebagai Media Politik


Hasil elaborasi dari berbagai sumber oleh seorang Susi Gustiana dalam waktu 15 Menit, Ini berawal dari bisikan seseorang tentang bagaimana mengelaborasikan teori kuantum dalam ilmu fisika menjadi praktek kuantum politik dan media politik. Einstein menulis ‘keberhasilan awal teori kuantum tidak membuat saya mempercayai permainan dadu ..’..ia yakin bahwa suatu saat orang akan menemukan suatu teori yang dengan itu orang akan mengakui bahwa semua obyek diatur oleh hukum bukan oleh kemungkinan-ketakpastian.Einstein meyakini keteraturan dan keteramalan alam semesta,yang dia khawatirkan akan dirusak oleh factor kebetulan.’Tuhan tidak bermain dadu’ katanya,menunjuk pada kemustahilan apabila Tuhan membiarkan alam semesta berjalan secara chaos-diluar kontrolNYA. Politik, seperti yang kita semua tahu, adalah sebuah seni interaksi. Tak jarang kita melihat seorang politikus malah karena saking antusiasnya dalam melakukan seninya, ia malah terlihat seperti seorang promotor MLM.
Hanya saja, jika promotor MLM menawarkan Anda sebuah produk sehat yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit dengan testimoni pengguna sebagai bukti dan juga peluang bisnis tanpa melakukan banyak kerja, politikus tentu saja menawarkan manifesto-manifesto politiknya yang dijamin bisa mensejahterakan hidup anda dan sekalian umat manusia.
Bahasa kasarnya, pencitraan. Masih ingat kan, kata-kata yang kerap didengungkan 2 tahun yang lalu itu, terkait seorang petugas partai politikus yang saking ndeso-nya sekarang jadi presiden?
Interaksi dengan orang lain pada asasnya adalah sebuah usaha untuk menyelaraskan gelombang partikel subatomik pada sel saraf otak kita dengan mereka. Gerakan, pilihan kata, dan cara berekspresi sangat menentukan disini. Semakin kita lihai memainkan itu semua, semakin besar peluang kita untuk bisa “terikat secara kuantum” dengan orang lain dan sedikit banyaknya selaras dengan mereka.
Kita bisa membuktikannya dengan bagaimana para pendukung sebuah calon presiden kerap merasa sakit hati jika melihat calon dukungannya dijelek-jelekkan atau kalah. Ketika seseorang melihat calon presidennya dijelekkan media, maka orang tersebut akan merasa sakit hati seketika itu juga. Itu nampaknya mengindikasikan bahwa sudah ada keterikatan kuantum di antara sang capres dan pendukungnya.
Dan kini, Di era politik abad kuantum yang dirayakan adalah para? pencari perhatian? (attentionalist), yaitu elite-elite yang berupaya mencari sanjungan publik melalui seduksi media.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...