Flashback atau Kilasbalik, menurut Ari Nilandari
- Jika cerita terjadi dalam kurun waktu bertahun-tahun
atau konflik bermula dari peristiwa yang terjadi di masa lampau.
- Flashback bukan sekadar karakter mengingat apa yang
terjadi. Kilasbalik yang baik harus membawa karakter dan pembaca kembali
ke saat peristiwa itu terjadi, sehingga kita bisa melihat adegan dan
mendengar kata-kata yang diucapkan saat itu (bukan sekadar ingatan si
tokoh atau backstory).
- Sebelum menggunakan kilasbalik, pertimbangkan apakah
memang perlu. Karena kilasbalik seringnya tidak memajukan cerita, malah
menghentikan cerita untuk sementara. Kilasbalik juga tidak mengembangkan karakter,
walaupun dapat menggambarkan karakter dengan menunjukkan tindakannya di
masa lalu. Tidak semua cerita memerlukan kilasbalik. Terutama untuk cerita
anak-anak di bawah usia 10 tahun, flasback sebaiknya dihindari.
- Kalau tujuan penulis hanya menyisipkan sejarah si
tokoh, kilasbalik bukan cara yang tepat. Satu kalimat yang merujuk masa
lalu mungkin lebih efektif, daripada kilasbalik panjang.
- Kilasbalik hanya dilakukan jika tindakan masa lalu
menjadi motivasi untuk cerita utama dan jika pembaca akan sulit memahami
cerita masa kini tanpa tahu masa lalu.
- Karena kilasbalik juga menggunakan narasi, kadang
peralihan waktu membingungkan pembaca, bahkan penulis sendiri. Ada teknik
yang dapat diterapkan untuk mengatasinya.
Aturan Menggunakan Kilasbalik
- Peringatkan pembaca bahwa flasback akan dimulai; Biasanya si tokoh dinyatakan teringat kejadian masa
lalu. Atau disuruh menceritakan masa lalu.
- Pastikan transisi dari sekarang ke masa lalu terasa
logis. Ingatan tidak muncul begitu saja. Si tokoh dibuat sedang melamun dan mengingat masa lalu
adalah cara yang sangat umum untuk kilasbalik. Tetapi berikan pemicu yang
tepat, sesuatu yang kuat untuk membuatnya mengenang masa lalu.
- Pastikan penempatan kilasbalik di saat yang tepat. Mana yang lebih masuk akal untuk mengenang masa lalu?
Saat si tokoh sedang terperangkap di sebuah lubang atau sedang
dikejar-kejar penjahat.
- Jangan gunakan kilasbalik terlalu dini dalam naskah,
dan jangan memulai cerita dengan kilasbalik. Mulai dari masa kini. Setelah cerita utama terbangun
dengan baik, Anda dapat membawa pembaca ke masa lalu. Setelah pembaca
menyukai tokoh yang dikisahkan, mereka akan tertarik membaca masa lalunya.
- Jangan memberikan kilasbalik terlalu panjang.
Penggal-penggal menjadi porsi kecil di sepanjang cerita. Selalu ingat untuk kembali ke masa kini dan
menggerakkan plot utama untuk maju. Jika si tokoh terperangkap dalam
lubang selama satu hari, tak mungkin ia mengenang masa lalu sepanjang
waktu. Ia perlu berdiri dan berusaha lagi untuk membebaskan diri. Ia
mungkin mendengar bunyi-bunyian di luar perangkap. Ia perlu merasa lapar.
Dst.
- Dan selesaikan flashback dengan kembali pada adegan
utama yang ditinggalkan sebelumnya. Jika
saat itu si tokoh sedang terperangkap, kembalilah di adegan yang sama.
Bukan tiba-tiba si tokoh sudah bebas.
Contoh flashback:
Noaki mendesah. Keadaan di
rumah jelas tak ada kaitannya dengan Keo. Noaki tidak ingat kapan mulainya.
Rasanya sudah seumur hidup ia menimbun kemarahan. Keo baru sebulan ia kenal.
Tetapi sejak muncul, anak itu seperti membuka sumbat kejengkelannya. Dari enam
sahabatnya, hanya Seb yang memperhatikan itu sejak awal. Seminggu setelah
sekolah dimulai, Seb datang ke rumah. Noaki belum sempat berganti seragam waktu
itu.
“Aku mau menunjukkan
sesuatu,” kata Seb.
Noaki mengerang. Apa lagi
kali ini? Teori rekayasa genetik untuk menghasilkan pisang rasa stroberi? Atau
kulit pisang yang tiba-tiba hidup dan mengejar Seb di siang bolong? “Sebastien,
kecuali kamu mau bantu aku cuci piring, jangan lama-lama. Waktu mainku nanti
habis Ashar.”
(dst. sampai selesai flashback, lalu
kembali ke kini lagi)
Noaki mengerang pelan mengingat
kejadian itu. Menyesal sekali waktu itu ia tidak menganggap serius niat Seb.
Dan, lihat apa yang telah dilakukan anak itu dengan nilai Matematika Keo. Lihat
apa akibatnya pada Keo! Ditambah masalah dengan Ajeng, si kembar, dan dia
sendiri, tak heran Keo memutuskan untuk pindah.
BACKSTORY
Backstory adalah fakta atau
kejadian masa lalu yang disampaikan atau dipikirkan oleh tokoh dengan tidak
memundurkan waktu. Backstory tidak mengandung dialog dan hanya menyampaikan
hal-hal penting secara ringkas.
Seringnya backstory lebih
efektif daripada flashback. Plot juga terus maju sehingga pembaca tidak bosan
atau tidak sabar menunggu cerita utama berlanjut. Backstory juga menghindarkan
penulis pemula dari kerumitan maju mundurnya plot yang membingungkan pembaca.
Menghindarkan kecenderungan penulis membuat dialog yang tidak perlu.
Saat fakta masa lalu
dibutuhkan, pertimbangkan dalam bentuk backstory lebih dulu ketimbang flashback.
Contoh backstory:
“Oh….” Noaki tak yakin
bagaimana perasaannya mendengar berita itu. Keo masih tergolong murid baru,
belum pernah mengikuti festival tahunan itu, bahkan sebagai peserta. Bagaimana
mungkin mereka memilihnya sebagai kapten?
Seorang kapten harus tahu
kekuatan dan kelemahan teman-teman sekelas. Harus bisa mengatur strategi,
menempatkan pemain yang tepat untuk pertandingan yang tepat. Noaki tahu, itu
tidak mudah. Di kelas 4 lalu, ia pernah menggantikan sang kapten yang tidak
leluasa bergerak dengan kaki digips akibat kecelakaan. Dan, ia berhasil membawa
kelasnya mendapatkan Medali Merdeka terbanyak. Tapi itu tidak membuatnya
besar kepala dan ingin menonjol sebagai Kapten Cordova sekarang. Jadi, kalau
Keo mau menjadi Kapten Andalusia, entah apakah karena anak itu terlalu sombong,
gegabah, atau bodoh saja?
Noaki menggeleng-geleng
sendiri, dan melanjutkan menggambar.
Jelas kan?
Komentar
Posting Komentar