Langsung ke konten utama

Implementasi Program Tenaga Kerja Sarjana di Sumbawa


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi ketenagakerjaan Indonesia saat ini memerlukan perhatian dan penanganan yang serius.  Timbulnya pengangguran baru disebabkan antara lain kondisi ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan kesempatan, lowongan kerja yang tersedia. Ketidaksesuaian antara keahlian dan kompetensi pencari kerja dengan persyaratan dan kualifikasi pasar kerja. Perkembangan situasi dan kondisi ketenagakerjaan dan pengangguran yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia sekarang ini dan di masa yang akan datang harus diletakkan sebagai dinamika berbangsa dan bernegara yang perlu dicermati, diwaspadai dan disikapi secara serius, serta perlu mendapatkan perhatian semua pihak dalam upaya penanganan dan penanggulangannya.
Masalah perluasan kesempatan kerja akan tetap merupakan inti masalah pembangunan sosial–ekonomi Indonesia. Keberhasilan pembangunan ekonomi belum sempurna apabila masalah lapangan kerja belum dapat diselesaikan secara tuntas dan mendasar. Pada prinsipnya pembangunan perluasan kesempatan kerja dan penempatan tenaga kerja, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, salah satunya mempunyai tujuan untuk “memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi “.   Dulu, pengangguran identik dengan minimnya pendidikan. Namun kini, angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Pada 2013 tercipta 2,5 - 2,7 juta angkatan kerja baru maka perlu adanya upaya yang harus dilaksanakan untuk menampung sekian juta angkatan kerja baru tersebut agar tidak menambah banyaknya daftar pengangguran di Indonesia. Melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) pemerintah mengirimkan pada 2013 sebanyak 1.520 orang Tenaga Kerja Sarjana (TKS) ke pedesaan yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2014 Kemnakertrans menargetkan untuk menugaskan sebanyak 1.600 orang. Dalam program pendayagunaan TKS, para sarjana yang potensial dan memiliki motivasi tinggi mengabdi kepada masyarakat, direkrut, dilatih kemudian ditugaskan menjadi pendamping kelompok usaha masyarakat peserta program perluasan kesempatan kerja, seperti program padat karya, terapan teknologi tepat guna, dan kegiatan kewirausahaan yang dibina langsung oleh Kemnakertrans melalui Direktorat Perluasan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja Sektor Informal (PKK-PTKSI).
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh lagi terhadap Implementasi Program Tenaga Kerja Sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana implementasi pemberdayaan dan pendampingan masyarakat melalui program tenaga kerja sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat?
1.2.2  Bagaimana respon masyarakat desa terhadap  implementasi dan hasil implementasi program tenaga kerja sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat?

1.3 Tujuan Penelitin
1.3.1 untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana implementasi program tenaga kerja sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat
1.3.2 Untuk mengetahui dan mendeskripsikan respon masyarakat desa terhadap implementasi dan hasil implementasi program tenaga kerja sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 manfaat teoritis
            Penelitian ini berguna dalam menyumbangkan fakta secara rinci, dalam memperkuat pandangan-pandangan terdahulu dan member sudut pandang baru yang berkaitan dengan bidang studi yang ditekuni penulis yaitu kebijakan public serta nantinya diharapkan dari penelitian ini yakni sebagai berikut:
1.4.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat  melalui Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan transmigrasi
1.4.1.2   Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menyempurnakan hasil studi terdahulu terutama yang berkaitan dengan arah dan bentuk perubahan pola kehidupan diakibatkan oleh suatu proses pendampingan dan pemberdayaan masyarakat melalui melalui pengamatan realitas pelaksanaan program, respon masyarakat sebagai  yang akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kebijakan program tenaga kerja sarjana oleh dinas sosial, tenaga kerja dan transmigrasi Kab. Sumbawa Barat.

1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah member gambaran mengenai fakta yang ada pada masyarakat desa terhadap suatu implementasi dari proses pemberdayaan dan pendampingan masyarakat melalui program tenaga kerja sarjana. Dikarenakan penelitian ini mendeskripsikan sejauh mana respon yang ada terhadap suatu program tenaga kerja sarjana maka diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan masyarakat dalam memandang suatu program tenaga kerja sarjana dan didalam menentukan langkah dimasa depan baik dalam pembuatan keputusan oleh pemerintah maupun usaha untuk menindaklanjuti hasil dari program tenaga kerja sarjana.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan kompisisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Salah satu persoalan mendasar dalam aspek ketenagakerjaan adalah pengangguran. Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 tahun keatas) yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena mesara tidak mungkin mendapatkan pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikatagorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikatagorikan pekerjaan bekerja), dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Selain pengangguran terbuka, juga dikenal istilah Setengah Pengangguran (Under Unemployment) yaitu tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal yang bekrja kurang dari 35 jam selama seminggu. Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan serius karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal.

Selanjutnya Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran terdidik adalah seorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya dari kelompok masyarakat menengah keatas yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan dipersiapkan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan. 

Selain itu, peningkatan jumlah pengangguran intelektual di Indonesia juga dinilai akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu banyak. “Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi ke bidang akademik juga menjadi masalah,” kata Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur Daniel Rosyid, Senin (3/12) memberikan penilaiannya. Dulu, pengangguran identik dengan minimnya pendidikan. Namun kini, angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Pada 2013 tercipta 2,5 - 2,7 juta angkatan kerja baru maka perlu adanya upaya yang harus dilaksanakan untuk menampung sekian juta angkatan kerja baru tersebut agar tidak menambah banyaknya daftar pengangguran di Indonesia.

2.1.2 sistem pendampingan dalam pemberdayaan masyarakat
Dalam rangka menciptakan good governance disuatu Negara hendaknya mampu mendekatkan antara pemerintah, unsure swasta maupun masyarakat. Pemerintah hendaknya berpera sebagai fasilitator dan dapat menyerahkan sebagian dari kekuasaannya kepada swasta dan masyarakat. Hal ini berkaitan ketika kita membicarakan banyak tentang pemberdayaan masyarakat. Secara etimologis pemberdayaan berasala dari kata dasar “daya” yang berarti kemampuan dan kekuatan . Bertolak belakang dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya /kekuatan/kemempuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Sulistiyani 2004:77)
Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu program dan sebagai suatu proses erupakan pemikiran yang sangat berkaitan terutama bagi agen pemberdaya masyarakat. Dalam tataran implementasi dilapangan Kepentingan masyarakat selalu dikalahkan oleh aktor pemberdaya masyarakat, Misalnya ketika melaksanakan suatu proyek pembangunan dam/bendungan, pembangunan pabrik, dan perumahan; masih terjadi perselisihan dan persengkataan sebagai akibat dari proses kepentingan sepihak yang dirasakan kurang adil. Demikian juga misalnya dalam rangka memasyarakatkan program Keluarga Berencana, pemakaian bibit unggul, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya. Terkadang masih ada kesan pemaksaan dalam pengertian belum ada kesan berdampingan dan bahu membahu antara penggagas proyek atau program dengan masyarakat.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi untuk melaksanakan sebuah kebijakan. Salah satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan. Atas dasar tersebut, idealisme Pemerhati Pembangunan ke arah pemberdayaan masyarakat, semakin kuat untuk secepatnya mempopulerkan model pendampingan untuk tujuan penghargaan terhadap hak-hak asasi rakyat, mengembangkan kesadaran mereka terutama melalui pengembangan kemampuan rakyat dalam bidang social ekonomi dan lain sebagainya.Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan atau penguatan (empowerment). Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya), potensi, sumber daya rakyat agar mampu membela dirinya sendiri. Hal yang paling inti dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran (consciousness). Pemerhati pembangunan telah mempopulerkan istilah pendampingan sejak tahun 1980-an. Istilah ini berasal dari kata ’damping’ yang berarti sejajar (tidak ada kata atasan atau bawahan). Pendamping adalah perorangan atau lembaga yang melakukan pendampingan, dimana antara kedua belah pihak (pendamping dan yang didampingi) terjadi kesetaraan, kemiteraan, kerjasama dan kebersamaan tampa ada batas golongan (kelas atau status sosial) yang tajam. Prinsip dasar dari pendampingan adalah egaliter atau kesederajatan kedudukan. Dengan demikian, watak hubungan antara Pendamping dan komunitas (masyarakat) adalah kemitraan (partnership). Hubungan kedua belah pihak adalah ”duduk sama rendah; berdiri sama tinggi”.


2.1.3 Program Tenaga Kerja Sarjana
Pemberdayaan masyarakat adalah isu kebijakan yang selalu menjadi prioritas khusus di era pemerintahan good governance ini. Sinergitas antara masyarakat dengan pemerintah dalam pembangunan indonesia sangat dibutuhkan untuk melunasi janji kemerdekaan. Pada dasarnya masyarakat  (manusia) memiliki potensi  kekuatan dan kemampuan, tetapi mereka tidak memiliki kesempatan agar berkelanjutan, proses membuat masyarakat  lebih berdaya harus dilakukan oleh masyarakat dan  untuk  masyarakat melalui proses Pendampingan secara Partisipatif. Para sarjana  itu bertugas untuk menggerakkan, melatih dan mendampingi masyarakat dan para pencari kerja dalam mencari dan menciptakan kesempatan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan di perkotaan dan pedesaan. Program sarjana pendamping ini bertujuan mendayagunakan ilmu, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilki para sarjana untuk melaksanakan  program pemberdayaan yang langsung menyentuh masyarakat.
Program ini sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1968, dahulu bernama Program Pendayagunaan Tenaga Kerja Sukarela – Badan Urusan Tenaga Sukarela Indonesia (TKS-BUTSI) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 99/Kpts/1968 tentang Badan Urusan Tenaga Kerja Sukarela Indonesia. Dalam perkembangannya, program ini telah mengalami berbagai pasang surut perubahan, mulai dari perubahan istilah, kelembagaan hingga fase penghentian kegiatan (masa vakum). Beberapa istilah yang pernah digunakan dalam program ini antara lain Tenaga Kerja Sukarela, Tenaga Kerja Sarjana (TKS), Tenaga Penggerak Perluasan Kesempatan Kerja Perdesaan (TP2K2P) hingga kembali menggunakan istilah Tenaga Kerja Sarjana. Meski telah mengalami beberapa kali perubahan istilah, namun kegiatan yang dijalankan tersebut sebenarnya tidak mengalami perubahan yang berarti.
2.2 Kajian Pustaka
Permasalahan tenaga kerja di Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak berat, angka pengangguran saja sudah mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka itu tercatat 8,1 juta yang menganggur total atau tidak bekerja sama sekali dan tidak memiliki penghasilan. Sementara yang 30,2 juta, itu setengah menganggur, atau mereka yang bekerja di bawah 35 jam. Bahkan, bila ada buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak cukup untuk memenuhi standar hidupnya. Menurut Arisurya (http/seshakri-ariezuya.blogspot.com/2012/06/ventor-12.) bahwa Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Sementara Angka pengangguran pemuda Indonesia tertinggi kedua setelah Afrika Selatan. Karena itu, harus ada upaya serius untuk mengurangi angka pengangguran pemuda. Harus ada penyadaran, pemberdayaan, dan pengembangan pemuda supaya tidak menganggur.

Selanjutnya, hasil penelitian Iden dkk  dengan judul Fenomena Pengangguran Terdidik Di Kabupaten Mamasa (dalam http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/229) menunjukan bahwa karakteristik social pengangguran sarjana di kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa menunjukkan bahwa mereka masuk perguruan tinggi sebagian besar atas keinginan mereka sendiri, dan sebagian besar dari mereka telah mengetahui sejak awal pekerjaan terkait dengan jurusannya.Selain itu kebanyakan pengangguran di kecamatan sumarorong menganggur karena tidak lulus PNS ( Pegawai Negeri Sipil). Selanjutnya karakteristik demografi yaitu pengangguran sarjana di Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa sebagian besar berada pada kelompok umur 27 – 23 tahun, dan dilihat dari jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin laki – laki.Kurangnya lapangan kerja menjadi penyebab banyaknya pengangguran sarjana, namun mereka tetap berusaha mencari pekerjaan dan sebahagian besar pengangguran sarjana di Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa hanya ingin bekerja di daerah mereka sendiri.

Menurut Nurbaidha (dalam laporan TKS bulan juli 2012) bahwa Kebijakan strategis pemerintah dalam mengatasi pengangguran yaitu dengan memperluas kesempatan kerja di sektor informal mempunyai peluang yang cukup kuat,  salah satu kebijakan tersebut adalah model Pendayagunaan Tenaga Kerja Sarjana (TKS) sebagai pendamping kewirausahaan dan penempatan kerja.  Program ini bertujuan membuka kesempatan kerja secara langsung maupun tidak langsung dengan mendorong masyarakat di daerah pedesaan / perkotaan untuk menjadi pekerja informal guna meningkatkan perekonomian dan kehidupannya. Selain itu program ini mempunyai efek ganda yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja baru bagi TKS maupun masyarakat yang menjadi sasaran pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009:106), pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan masyarakat



























BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan dalam program ini diawali dengan pengumpulan data awal menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan dan Taylor dalam Meleong (2001:3-4) pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling. Purposive samping atau sampel pertimbangan bertujuan merupakan teknik penentuan informan yang hanya sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel ini digunakan apabila jika dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang spesifik atau memiliki kualifikasi tertentu, dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu masyarakat desa yang mendapat kunjungan dari petugas tenaga kerja sarjana di kabupaten Sumbawa Barat dengan berbagai latar belakang sehingga kami perlu membatasi informan dengan kriteria tertentu. Selain itu menurut pendapat Strauss (1987) bahwa penelitian kualitatif tidak dapat dipaksakan, tergesa-gesa, ataupun buru-buru (Denzim 2009:275). Oleh karena keterbatasan waktu dan dana dalam penelitian ini maka penulis memilih menggunakan metode purposive sampling.
Dalam penelitian kualitatif penentuan informan tidak dapat ditentukan diawal penelitian, tetapi kita dapat menghentikan penggalian informasi dari informan ketika dana sudah jenuh (sudah tidak ditemui variasi data lagi). Akan tetapi yang dapat ditentuka diawal penelitian adalah jenis informan yakni informan subjek (yakni semua orang yang mengalami secara langsung hal-hal yang diteliti, informan non subjek (semua orang yang tidak mengalami secara langsung hal-hal yang diteliti tetapi mengetahui banyak hal tentang berbagai hal yang diteliti) dan informan kunci (semua orang yang mengetahui banyak berkaitan dengan yang diteliti walaupuntidak selalu mengalami secara langsung tentang hal yang diteliti biasanya orang tersebut mengerti sejarah setting sosial atau realitas yang terjadi).
Adapun kriteria informan, yang kami jadikan sebagai informan subjek dalam penelitian ini yaitu
1.      Masyarakat desa yang pernah mendapatkan kunjungan dari petugas tenaga kerja sarjana yang berada pada lingkup adminisrasi wilayah kabupaten Sumbawa barat.
2.      Pemerintah Daerah selaku eksekutor yaitu dinas sosial, tenaga kerjadan dan transmigrasi KSB
3.      Petugas lapangan yaitu tenaga kerja sarjana
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini di 3 kecamatan  yaitu Kecamatan sateluk, kecamatan taliwang dan kecamatan Brang Ene. Jangka waktu yang kamigunakan dalam penelitian ini yaitu 5 bulan terhitung dari bulan Februari sampai Juni 2014. Sementara itu, teknik pengumpulan data yang kami lakukan yaitu:
a.       Wawancara mendalam
Merupakan proses pencarian data melalui percakapan antara dua orang atau lebih yang diarahkan pada suatu permasalahan tertentu, ini merupakan Tanya jawab lisan yang berhadap-hadapan secara fisik. Jadi fungsi wawancara mendalam disini sebagai pengumpul data primer.
b.      Pengamatan terlibat / observasi
Yaitu suatu pengamatan dengan melibatkan diri sebagai dan mengambil peran sosial tertentu secara langsung. Maksudnya peneliti tidak hanya memperoleh informasi dari hasil pengakuan informan saja akan tetapi peneliti ikut menyelami kehidupan pribadi informan dengan berusaha lebih dekat dengan informan dan mengikuti segala aktivitasnya.
Adapun analisis data dalam metode penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk mencari kecendrungan tentang realitas sosial yang diamati danjuga tidak dimaksudkan untuk memotret pola-pola umum dari realitas sosial yang diamati. Akan tetapi analisis kualitatif dimaksudkan untuk menginterprestasikan makna dibalik perkataan dan tingkah laku subjek penelitian untuk mencari pemahaman yang mendalam tentang realitas social yang diteliti sebagaiman realitas sosial tersebut dipahami oleh subjek penelitian.
Tahap pemeriksaan keabsahan informasi perlu dilakukan agar informasi yang diperoleh merupakan data yang memiliki tingkat keabsahan yang memadai dengan menggunakan teknik perpanjangan keikutsertaan dan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu. Pengecekan data dilakukan melalui jalan 1) membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, 3) membandingkan apa yang dikatakan dengan situasi peneliti dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, 4) membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang, 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2001:178).
Analisis data dilakukan dari awal hingga akhir penelitian. Komponen – komponen analisis data mencakup reduksi data (data reduction) dengan membuat abstraksi penelitian, penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan secara interaktif saling berhubungan selama dan sesudah pengumpulan data (Salim,2006:22-23). Setelah data dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dari fakta-fakta atau hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal  yang bersifat umum. Dari proses penarikan kesimpulan ini diharapkan dapat menjawab seluruh permasalahan dalam penelitian ini.











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...