BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kondisi
ketenagakerjaan Indonesia saat ini memerlukan perhatian dan penanganan yang
serius. Timbulnya pengangguran baru disebabkan antara lain kondisi
ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dan kesempatan, lowongan kerja
yang tersedia. Ketidaksesuaian antara keahlian dan kompetensi pencari kerja
dengan persyaratan dan kualifikasi pasar kerja. Perkembangan situasi dan kondisi ketenagakerjaan dan
pengangguran yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia sekarang ini dan di masa yang
akan datang harus diletakkan sebagai dinamika berbangsa dan bernegara yang
perlu dicermati, diwaspadai dan disikapi secara serius, serta perlu mendapatkan
perhatian semua pihak dalam upaya penanganan dan penanggulangannya.
Masalah perluasan
kesempatan kerja akan tetap merupakan inti masalah pembangunan sosial–ekonomi
Indonesia. Keberhasilan pembangunan ekonomi belum sempurna apabila masalah
lapangan kerja belum dapat diselesaikan secara tuntas dan mendasar. Pada
prinsipnya pembangunan perluasan kesempatan kerja dan penempatan tenaga kerja,
sebagaimana diamanatkan dalam pasal 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, salah satunya mempunyai tujuan untuk “memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi “. Dulu, pengangguran identik dengan minimnya pendidikan. Namun
kini, angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari total angka
pengangguran nasional. Pada 2013 tercipta 2,5 - 2,7 juta angkatan kerja baru
maka perlu adanya upaya yang harus dilaksanakan untuk menampung sekian juta angkatan
kerja baru tersebut agar tidak menambah banyaknya daftar pengangguran di
Indonesia. Melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans)
pemerintah mengirimkan pada 2013 sebanyak 1.520 orang Tenaga Kerja Sarjana
(TKS) ke pedesaan yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2014
Kemnakertrans menargetkan untuk menugaskan sebanyak 1.600 orang. Dalam
program pendayagunaan TKS, para sarjana yang potensial dan memiliki motivasi
tinggi mengabdi kepada masyarakat, direkrut, dilatih kemudian ditugaskan
menjadi pendamping kelompok usaha masyarakat peserta program perluasan
kesempatan kerja, seperti program padat karya, terapan teknologi tepat guna,
dan kegiatan kewirausahaan yang dibina langsung oleh Kemnakertrans melalui
Direktorat Perluasan Kesempatan Kerja dan Pengembangan Tenaga Kerja Sektor
Informal (PKK-PTKSI).
Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh lagi terhadap Implementasi
Program Tenaga Kerja Sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
di Kabupaten Sumbawa Barat.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana implementasi pemberdayaan dan pendampingan masyarakat melalui program
tenaga kerja sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di
Kabupaten Sumbawa Barat?
1.2.2 Bagaimana respon masyarakat desa
terhadap implementasi dan hasil
implementasi program tenaga kerja sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat?
1.3
Tujuan Penelitin
1.3.1
untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana implementasi program tenaga
kerja sarjana oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten
Sumbawa Barat
1.3.2
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan respon masyarakat desa terhadap
implementasi dan hasil implementasi program tenaga kerja sarjana oleh Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 manfaat teoritis
Penelitian
ini berguna dalam menyumbangkan fakta secara rinci, dalam memperkuat
pandangan-pandangan terdahulu dan member sudut pandang baru yang berkaitan
dengan bidang studi yang ditekuni penulis yaitu kebijakan public serta nantinya
diharapkan dari penelitian ini yakni sebagai berikut:
1.4.1.1
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada
pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat
melalui Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan transmigrasi
1.4.1.2 Penelitian ini diharapkan dapat berguna
untuk menyempurnakan hasil studi terdahulu terutama yang berkaitan dengan arah
dan bentuk perubahan pola kehidupan diakibatkan oleh suatu proses pendampingan
dan pemberdayaan masyarakat melalui melalui pengamatan realitas pelaksanaan
program, respon masyarakat sebagai yang
akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kebijakan program tenaga kerja
sarjana oleh dinas sosial, tenaga kerja dan transmigrasi Kab. Sumbawa Barat.
1.4.2
Manfaat Praktis
Manfaat
praktis dari penelitian ini adalah member gambaran mengenai fakta yang ada pada
masyarakat desa terhadap suatu implementasi dari proses pemberdayaan dan
pendampingan masyarakat melalui program tenaga kerja sarjana. Dikarenakan
penelitian ini mendeskripsikan sejauh mana respon yang ada terhadap suatu
program tenaga kerja sarjana maka diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
masyarakat dalam memandang suatu program tenaga kerja sarjana dan didalam
menentukan langkah dimasa depan baik dalam pembuatan keputusan oleh pemerintah
maupun usaha untuk menindaklanjuti hasil dari program tenaga kerja sarjana.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Ketenagakerjaan
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan.
Jumlah dan kompisisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan
berlangsungnya proses demografi. Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama dan sesudah masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan
sebagai peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama
dan sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Salah satu persoalan
mendasar dalam aspek ketenagakerjaan adalah pengangguran. Pengangguran terbuka
(open unemployment) adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 tahun
keatas) yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak
mencari pekerjaan karena mesara tidak mungkin mendapatkan pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikatagorikan sebagai
bukan angkatan kerja), dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai
bekerja (sebelumnya dikatagorikan pekerjaan bekerja), dan pada waktu yang
bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Selain pengangguran terbuka, juga
dikenal istilah Setengah Pengangguran (Under Unemployment) yaitu tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal yang bekrja kurang dari 35 jam selama
seminggu. Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan
persoalan serius karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan
tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal.
Selanjutnya Pengangguran atau tuna
karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang
mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang
yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya
disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding
dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran
terdidik adalah seorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan
pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya
dari kelompok masyarakat menengah keatas yang memungkinkan adanya jaminan
kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan
dengan masalah pendidikan di Negara berkembang pada umumnya, antara lain
berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan
pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan
dipersiapkan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan
kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain tujuan akhir program pendidikan bagi
masyarakat pengguna jasa pendidikan.
Selain itu, peningkatan jumlah pengangguran intelektual di
Indonesia juga dinilai akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa
yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu
banyak. “Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi ke bidang
akademik juga menjadi masalah,” kata Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur
Daniel Rosyid, Senin (3/12) memberikan penilaiannya. Dulu, pengangguran identik
dengan minimnya pendidikan. Namun kini, angka pengangguran pemuda terdidik
mencapai 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Pada 2013
tercipta 2,5 - 2,7 juta angkatan kerja baru maka perlu adanya upaya yang harus
dilaksanakan untuk menampung sekian juta angkatan kerja baru tersebut agar
tidak menambah banyaknya daftar pengangguran di Indonesia.
2.1.2
sistem pendampingan dalam pemberdayaan masyarakat
Dalam rangka menciptakan good governance disuatu Negara
hendaknya mampu mendekatkan antara pemerintah, unsure swasta maupun masyarakat.
Pemerintah hendaknya berpera sebagai fasilitator dan dapat menyerahkan sebagian
dari kekuasaannya kepada swasta dan masyarakat. Hal ini berkaitan ketika kita
membicarakan banyak tentang pemberdayaan masyarakat. Secara etimologis
pemberdayaan berasala dari kata dasar “daya” yang berarti kemampuan dan
kekuatan . Bertolak belakang dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat
dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya /kekuatan/kemempuan
dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya
(Sulistiyani 2004:77)
Pemberdayaan masyarakat sebagai
suatu program dan sebagai suatu proses erupakan pemikiran yang sangat berkaitan
terutama bagi agen pemberdaya masyarakat. Dalam tataran implementasi dilapangan
Kepentingan masyarakat selalu dikalahkan oleh aktor pemberdaya masyarakat,
Misalnya ketika melaksanakan suatu proyek pembangunan dam/bendungan,
pembangunan pabrik, dan perumahan; masih terjadi perselisihan dan persengkataan
sebagai akibat dari proses kepentingan sepihak yang dirasakan kurang adil.
Demikian juga misalnya dalam rangka memasyarakatkan program Keluarga Berencana,
pemakaian bibit unggul, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya. Terkadang masih ada
kesan pemaksaan dalam pengertian belum ada kesan berdampingan dan bahu membahu
antara penggagas proyek atau program dengan masyarakat.
Dalam upaya pemberdayaan
masyarakat perlu adanya suatu strategi untuk melaksanakan sebuah kebijakan.
Salah satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan
masyarakat adalah pendampingan. Atas dasar tersebut, idealisme Pemerhati
Pembangunan ke arah pemberdayaan masyarakat, semakin kuat untuk secepatnya
mempopulerkan model pendampingan untuk tujuan penghargaan terhadap hak-hak
asasi rakyat, mengembangkan kesadaran mereka terutama melalui pengembangan
kemampuan rakyat dalam bidang social ekonomi dan lain sebagainya.Tujuan
pendampingan adalah pemberdayaan atau penguatan (empowerment).
Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya), potensi,
sumber daya rakyat agar mampu membela dirinya sendiri. Hal yang paling inti
dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran (consciousness).
Pemerhati pembangunan telah mempopulerkan istilah pendampingan sejak tahun
1980-an. Istilah ini berasal dari kata ’damping’ yang berarti sejajar (tidak
ada kata atasan atau bawahan). Pendamping adalah perorangan atau lembaga yang
melakukan pendampingan, dimana antara kedua belah pihak (pendamping dan yang
didampingi) terjadi kesetaraan, kemiteraan, kerjasama dan kebersamaan tampa ada
batas golongan (kelas atau status sosial) yang tajam. Prinsip dasar dari
pendampingan adalah egaliter atau kesederajatan kedudukan. Dengan demikian,
watak hubungan antara Pendamping dan komunitas (masyarakat) adalah kemitraan (partnership).
Hubungan kedua belah pihak adalah ”duduk sama rendah; berdiri sama tinggi”.
2.1.3 Program Tenaga Kerja
Sarjana
Pemberdayaan
masyarakat adalah isu kebijakan yang selalu menjadi prioritas khusus di era
pemerintahan good governance ini. Sinergitas antara masyarakat dengan
pemerintah dalam pembangunan indonesia sangat dibutuhkan untuk melunasi janji
kemerdekaan. Pada dasarnya masyarakat
(manusia) memiliki potensi
kekuatan dan kemampuan, tetapi mereka tidak memiliki kesempatan agar
berkelanjutan, proses membuat masyarakat
lebih berdaya harus dilakukan oleh masyarakat dan untuk
masyarakat melalui proses Pendampingan secara Partisipatif. Para sarjana itu bertugas
untuk menggerakkan, melatih dan mendampingi masyarakat dan para pencari kerja
dalam mencari dan menciptakan kesempatan kerja baru sehingga dapat
mengurangi pengangguran dan kemiskinan di perkotaan dan pedesaan.
Program sarjana pendamping ini bertujuan mendayagunakan ilmu, pengetahuan,
dan keterampilan yang dimilki para sarjana untuk
melaksanakan program pemberdayaan yang langsung menyentuh
masyarakat.
Program ini
sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1968, dahulu bernama Program Pendayagunaan
Tenaga Kerja Sukarela – Badan Urusan Tenaga Sukarela Indonesia (TKS-BUTSI)
sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 99/Kpts/1968 tentang Badan
Urusan Tenaga Kerja Sukarela Indonesia. Dalam perkembangannya, program ini
telah mengalami berbagai pasang surut perubahan, mulai dari perubahan istilah,
kelembagaan hingga fase penghentian kegiatan (masa vakum). Beberapa istilah
yang pernah digunakan dalam program ini antara lain Tenaga Kerja Sukarela,
Tenaga Kerja Sarjana (TKS), Tenaga Penggerak Perluasan Kesempatan Kerja
Perdesaan (TP2K2P) hingga kembali menggunakan istilah Tenaga Kerja Sarjana.
Meski telah mengalami beberapa kali perubahan istilah, namun kegiatan yang
dijalankan tersebut sebenarnya tidak mengalami perubahan yang berarti.
2.2 Kajian Pustaka
Permasalahan tenaga kerja di
Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak berat, angka pengangguran saja sudah
mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka itu tercatat 8,1 juta yang menganggur total
atau tidak bekerja sama sekali dan tidak memiliki penghasilan. Sementara yang
30,2 juta, itu setengah menganggur, atau mereka yang bekerja di bawah 35 jam.
Bahkan, bila ada buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak cukup
untuk memenuhi standar hidupnya. Menurut Arisurya (http/seshakri-ariezuya.blogspot.com/2012/06/ventor-12.)
bahwa Masalah ketenagakerjaan di Indonesia
sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan
jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif
rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran
yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada,
menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang. Sementara Angka pengangguran pemuda
Indonesia tertinggi kedua setelah Afrika Selatan. Karena itu, harus ada upaya
serius untuk mengurangi angka pengangguran pemuda. Harus ada penyadaran,
pemberdayaan, dan pengembangan pemuda supaya tidak menganggur.
Selanjutnya, hasil penelitian Iden dkk
dengan judul Fenomena Pengangguran Terdidik Di Kabupaten Mamasa (dalam http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/229) menunjukan bahwa karakteristik social pengangguran sarjana di kecamatan
Sumarorong Kabupaten Mamasa menunjukkan bahwa mereka masuk perguruan tinggi
sebagian besar atas keinginan mereka sendiri, dan sebagian besar dari mereka
telah mengetahui sejak awal pekerjaan terkait dengan jurusannya.Selain itu
kebanyakan pengangguran di kecamatan sumarorong menganggur karena tidak lulus
PNS ( Pegawai Negeri Sipil). Selanjutnya karakteristik demografi yaitu
pengangguran sarjana di Kecamatan Sumarorong Kabupaten Mamasa sebagian besar
berada pada kelompok umur 27 – 23 tahun, dan dilihat dari jenis kelamin
sebagian besar berjenis kelamin laki – laki.Kurangnya lapangan kerja menjadi
penyebab banyaknya pengangguran sarjana, namun mereka tetap berusaha mencari
pekerjaan dan sebahagian besar pengangguran sarjana di Kecamatan Sumarorong
Kabupaten Mamasa hanya ingin bekerja di daerah mereka sendiri.
Menurut Nurbaidha (dalam laporan TKS bulan juli 2012) bahwa Kebijakan
strategis pemerintah dalam mengatasi pengangguran yaitu dengan memperluas
kesempatan kerja di sektor informal mempunyai peluang yang cukup kuat,
salah satu kebijakan tersebut adalah model Pendayagunaan Tenaga Kerja
Sarjana (TKS) sebagai pendamping kewirausahaan dan penempatan kerja.
Program ini bertujuan membuka kesempatan kerja secara langsung maupun
tidak langsung dengan mendorong masyarakat di daerah pedesaan / perkotaan untuk
menjadi pekerja informal guna meningkatkan perekonomian dan kehidupannya.
Selain itu program ini mempunyai efek ganda yang berdampak pada penciptaan
lapangan kerja baru bagi TKS maupun masyarakat yang menjadi sasaran
pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009:106), pendampingan
merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan
masyarakat
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan dalam program ini diawali dengan pengumpulan
data awal menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan dan Taylor dalam
Meleong (2001:3-4) pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan
informasi deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang
atau perilaku yang diamati. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif.
Teknik penentuan
informan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling.
Purposive samping atau sampel pertimbangan bertujuan merupakan teknik penentuan
informan yang hanya sesuai dengan tujuan penelitian. Sampel ini digunakan
apabila jika dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang
diteliti memerlukan sumber data yang spesifik atau memiliki kualifikasi
tertentu, dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu masyarakat desa yang
mendapat kunjungan dari petugas tenaga kerja sarjana di kabupaten Sumbawa Barat
dengan berbagai latar belakang sehingga kami perlu membatasi informan dengan
kriteria tertentu. Selain itu menurut pendapat Strauss (1987) bahwa penelitian
kualitatif tidak dapat dipaksakan, tergesa-gesa, ataupun buru-buru (Denzim
2009:275). Oleh karena keterbatasan waktu dan dana dalam penelitian ini maka
penulis memilih menggunakan metode purposive sampling.
Dalam penelitian
kualitatif penentuan informan tidak dapat ditentukan diawal penelitian, tetapi
kita dapat menghentikan penggalian informasi dari informan ketika dana sudah
jenuh (sudah tidak ditemui variasi data lagi). Akan tetapi yang dapat ditentuka
diawal penelitian adalah jenis informan yakni informan subjek (yakni semua
orang yang mengalami secara langsung hal-hal yang diteliti, informan non subjek
(semua orang yang tidak mengalami secara langsung hal-hal yang diteliti tetapi
mengetahui banyak hal tentang berbagai hal yang diteliti) dan informan kunci
(semua orang yang mengetahui banyak berkaitan dengan yang diteliti
walaupuntidak selalu mengalami secara langsung tentang hal yang diteliti
biasanya orang tersebut mengerti sejarah setting sosial atau realitas yang terjadi).
Adapun kriteria informan, yang kami
jadikan sebagai informan subjek dalam penelitian ini yaitu
1.
Masyarakat desa yang pernah mendapatkan
kunjungan dari petugas tenaga kerja sarjana yang berada pada lingkup
adminisrasi wilayah kabupaten Sumbawa barat.
2.
Pemerintah Daerah selaku eksekutor yaitu
dinas sosial, tenaga kerjadan dan transmigrasi KSB
3.
Petugas lapangan yaitu tenaga kerja
sarjana
Tempat yang
digunakan dalam penelitian ini di 3 kecamatan yaitu Kecamatan sateluk, kecamatan taliwang
dan kecamatan Brang Ene. Jangka waktu yang kamigunakan dalam penelitian ini
yaitu 5 bulan terhitung dari bulan Februari sampai Juni 2014. Sementara itu,
teknik pengumpulan data yang kami lakukan yaitu:
a. Wawancara
mendalam
Merupakan proses pencarian data melalui percakapan antara
dua orang atau lebih yang diarahkan pada suatu permasalahan tertentu, ini
merupakan Tanya jawab lisan yang berhadap-hadapan secara fisik. Jadi fungsi
wawancara mendalam disini sebagai pengumpul data primer.
b. Pengamatan
terlibat / observasi
Yaitu suatu pengamatan dengan melibatkan diri
sebagai dan mengambil peran sosial tertentu secara langsung. Maksudnya peneliti
tidak hanya memperoleh informasi dari hasil pengakuan informan saja akan tetapi
peneliti ikut menyelami kehidupan pribadi informan dengan berusaha lebih dekat
dengan informan dan mengikuti segala aktivitasnya.
Adapun
analisis data dalam metode penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk
mencari kecendrungan tentang realitas sosial yang diamati danjuga tidak
dimaksudkan untuk memotret pola-pola umum dari realitas sosial yang diamati.
Akan tetapi analisis kualitatif dimaksudkan untuk menginterprestasikan makna
dibalik perkataan dan tingkah laku subjek penelitian untuk mencari pemahaman
yang mendalam tentang realitas social yang diteliti sebagaiman realitas sosial
tersebut dipahami oleh subjek penelitian.
Tahap
pemeriksaan keabsahan informasi perlu dilakukan agar informasi yang diperoleh
merupakan data yang memiliki tingkat keabsahan yang memadai dengan menggunakan
teknik perpanjangan keikutsertaan dan triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data
itu untuk keperluan pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu. Pengecekan
data dilakukan melalui jalan 1) membandingkan hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi, 3) membandingkan apa yang dikatakan
dengan situasi peneliti dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, 4) membandingkan
keadaan dengan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan
orang, 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
(Moleong, 2001:178).
Analisis data dilakukan dari awal hingga akhir penelitian. Komponen –
komponen analisis data mencakup reduksi data (data reduction) dengan
membuat abstraksi penelitian, penyajian data (data
display), dan penarikan kesimpulan secara interaktif saling berhubungan
selama dan sesudah pengumpulan data (Salim,2006:22-23). Setelah data
dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dari fakta-fakta atau hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. Dari proses penarikan kesimpulan ini diharapkan dapat menjawab seluruh
permasalahan dalam penelitian ini.
Komentar
Posting Komentar