Dilorong museum, pengunjung dapat merasakan
dahsyatnya gempa dan tsunami Aceh 2004 silam.
Gelap....SubhanaAllah, sungguh maha besar Engkau Ya Robbi"
ucapku. Saat melewati lorong , aku menggandeng erat tangan ibu Haja
Ika. Sungguh nikmat yang luar biasa, dapat menapakan kaki di Bumi Rencong. Aku
dan tim lainnya adalah kontingen Kabupaten Sumbawa-NTB di PENAS (Pekan
Nasional) KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) Banda Aceh tahun 2017 lalu. Kebetulan,
kami datang ke museum disela kegiatan PENAS, saat itu dipusatkan di Stadiun
Harapan bangsa, Kota Banda Aceh. Kami terus berjalan melewati lorong, dalam
hati aku begitu mengagumi desain museum kelas dunia ini.
Sangat gelap, memang suasana itu dibuat agar pengunjung
dapat merasakan apa yang dirasakan masyarakat saat gempa dan tsunami datang.
Suara teriakan meminta tolong, tangisan, lantunan zikir dan bacaan ayat suci
Al-Qur'an, gemuruh ombak membuat bulu kuduk merinding
. “Apa yang kita lihat dan rasakan ini, seberapapun mencekamnya, tidak
akan bisa menggambarkan betapa suasana saat itu seperti layaknya kiamat kecil”
kata Ibu Haja Ika. Orang berjuang antara hidup dan mati, kulihat ada yang
menelan air, terhempas pohon, terseret arus, dan masih banyak lagi
terpampng dikeledeskop.
Disamping kami, ada pula rombongan pengunjung yang
datang dari negeri Jiran Malaysia. Ada yang bahagia karena menuntaskan rasa
penasaran, ada pula raut wajah sedih bahkan ada orangtua yang memakai kursi
roda namun semangatnya tidak kalah dengan kami.
Mungkin, bagi keluarga korban tidak akan mudah
berkunjung ke sini. Duka masih menyelimuti mereka. Saat kami masuk ke
bagian dalam museum, disajikan bagaimana bencana gempa dan tsunami melanda
Aceh, ada berbagai foto pada ruang display dan pameran, kemudian bisa juga
dilihat dalam bentuk visual pada ruang bioskop mini, lalu aneka photo
perkembangan Aceh pasca bencana dalam ruang pameran temporer. Kami takjub
dan berdoa saat melihat nama-nama korban di sumur doa.
Museum Tsunami Aceh memang sengaja dibangun oleh
pemerintah dalam hal ini Badan Rahabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias
sebagai pengingat dan sebagai lembaga pembelajaran dan mitigasi bencana bagi
warga di Aceh. Selain menuntaskan rasa penasaran, museum yang
terdiri dari empat lantai ini juga diakui sebagai tempat belajar tentang
kebencanaan yang cukup baik. Ya, daripada mengajak anak-anak liburan ke
tempat-tempat perbelanjaan lebih baik berkunjung ke museum Tsunami Aceh.
Pelajaran yang dapat dipetik dari
kunjungan ke museum Tsnunami Aceh adalah Bersyukur. Semoga kita senantiasa
mengucapkan rasa itu. Ada banyak orang yang baru sadar tentang hidup dan
kehidupan ketika sudah sakaratul maut, disaat nafas sudah diujung tenggorokan.












Komentar
Posting Komentar