Langsung ke konten utama

Kisah Perempuan Sumbawa Dibalik Tenun Kre Alang



Sumbawa sebagai salah satu entitas suku dan budaya memiliki tenun tradisi layaknya daerah lain di Indonesia. Aneka ragam motif kain tenun sumbawa cukup variatif, ada motif Kemang Satange, kemang Galampok, Lonto Engal dan Gili Liuk. Supaya menarik dilihat, para pengrajin menggunakan aneka warna benang. Misalnya hitam dipadukan dengan benang emas, merah, hijau, biru bahkan warna merah jambu.

Ada beragam kisah tentang eksistensi perempuan Sumbawa dalam menjaga orisinilitas produk kain tenun 'Kre Alang'. Hal itu bisa dijumpai di Desa Poto, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat Selain berprofesi sebagai petani, perempuan dikampung ini juga memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan bulanan. Salah satunya adalah menenun kain tradisional Sumbawa atau dalam bahasa lokal disebut menesek.

Menenun kain tradisional khas Sumbawa (Kre’ Alang) sebenarnya sudah dilakukan turun temurun sejak zaman Kesultanan Sumbawa.  Jika dulunya kain hasil kerajinan tangan warga samri dan poto hanya digunakan oleh kalangan masyarakat tertentu, kini sebarannya tidak terbatas di kalangan kelas sosial tertentu. Namun untuk mendapatkan kain tradisional khas sumbawa hasil tangan warga Poto dan Samri, calon pembeli harus datang dan melihat langsung prosesnya pembuatannya. Atau hanya dengan memesannya ke agen-agen, karena tidak diperjual belikan di butik. Untuk satu kain, dibandrol mulai dari Rp 1.250.000 hingga Rp 1500.000., tidak hanya kain, pengrajin juga memproduksi dan menyediakan sapu’ atau penutup kepala sejenis slayer, Pabasa atau selendang untuk pakaian pria dan selendang wanita.





Nurjannah asal Desa Poto langsung menetaskan air mata begitu membahas tentang Kre Alang. Untuk menjaga orisinilitas tenun Sumbawa Nurjannah mengungkapkan bahwa dulu untuk pertama kali belajar menenun, ada perjuangan ibu dan bapak beliau mencari benang emas hingga ke Pulau jawa. Dahulu, dipasar Sumbawa belum ada penjual benang yang bagus seperti sekarang ini, untuk dijadikan pembeda antara tenun Sumbawa dan daerah lain di Indonesia kedua orangtuanya mencari benar emas di Pasar Yogyakarta. Semangat melestarikan budaya tenun membuat orangtuanya berjuang keras. Mengajak dan melatih anak dan cucunya menenun ‘Kre Alang’ di Dusun Poto.  

Ditambahkan, Husnul Yati salah satu penenun asal Dusun Poto, bahwa ia sudah belajar menenun sejak kecil. Hingga kini menenun masih menjadi pekerjaan yang ia gemari. Bagi masyarakat Sumbawa kata Husnul, menenun itu bukan profesi yang sebenarnya karena menenun hanya dilakukan apabila ada waktu senggang dan jika ada pesanan.

Sementara, H. Nu penenun asal semeri , mengaku cukup terbantu dengan usaha sampingannya. Mengenai harga kain menurutnya sekarang disesuaikan dengan harga bahan. Kain-kain hasil kerajinan warga samri tersebut kini lebih banyak dipesan oleh kalangan pegawai negeri dan para wisatawan yang secara langsung datang khusus untuk membeli sebagai oleh-oleh.

Berawal dari semangat menyelamatkan tenun tradisional Sumbawa Kere Alang sebagai salah satu identitas Sumbawa, acara bincang budaya  dengan tema Menyulam Tenun  Tradisi Sumbawa antara harapan, Peluang dan tantangan sukses digelar sabtu, (9/3) di Balai Seni Budaya Dea Dasin Desa Poto. Kegiatan ini sebagai salah kegiatan Festival Pasaji Ponan Tahun 2019 begitu semarak dengan penampilan sakeco dari dua putri cilik terbaik Desa wisata Poto serta peragaan ragam motif kere alang Sumbawa. 

Dipandu Moderator Fathul Muin, acara ini dihadiri narasumber yang kompeten dibidangnya antara lain Sekda Sumbawa Drs H Rasyidi, Ketua DPRD Kabupaten Sumbawa Lalu Budi Suryata SP, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi H Arif MSi, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Ir H Iskandar Mec Dev, Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Hasanuddin, Perwakilan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda), Budayawan Aries zulkarnaen, Kepala KPH Ampang Plampang Julmansyah, Pemerhati Tenun Tradisi Aminuddin, Perwakilan kelompok pengrajin tenun tradisi, perancang/desainer, perwakilan pengusaha jasa pariwisata, perwakilan pengusaha Art Shop.

Ketua Panitia Syukri Rahmat dalam sambutannya menyampaikan fakta dan fenomena tenun tradisi Sumbawa pada hari ini dengan segala persoalan dan tantangannya.
“Yang paling menghentakan kita semua ketika fakta salah satu produk tenun tradisi kita, Kere Alang justru diproduksi oleh sekelompok pengrajin di daerah lain dengan standar kualitas mutu berikut harga pemasarannya yang sangat murah, hal ini kemudian semakin ironis ketika hasil produksi Kere Alang tersebut permintaannya justru secara besar-besaran dari masyarakat Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat sebagai pemilik sah warisan budaya tradisional tersebut” katanya.

Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah minimnya jumlah pengrajin tenun yang siap menerima permintaan pasar yang begitu tinggi. Dari data jumlah pengrajin yang tersebar di beberapa dusun yang masih aktif memproduksi kere alang tak kurang dari 145 orang pengrajin tergabung dalam 12 kelompok.
“Setidaknya masih ada harapan untuk melakukan revitalisasi dan penguatan kapasitas pengrajin juga kolaborasi dan elaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan mulai dari upaya percepatan produksi, standar kualitas, standar harga, pemasaran, manajemen usaha hingga pada akhirnya diharapkan dapat berimplikasi pada kemandirian ekonomi keluarga pengrajin.
Diakhir Acara, bincang budaya ini berhasil menghasilkan rekomendasi kebijakan dan berbagai strategi yang akan dilakukan untuk penguatan dan perlindungan mutu produksi kere alang Sumbawa sebagai produk budaya untuk menyonsong era industry 4,0.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...