Langsung ke konten utama

Mengunjungi Makam Sultan Iskandar Muda Aceh



Banyak situs bersejarah peninggalan Kesultanan Aceh hancur selama perang melawan Hindia Belanda. Beberapa diantaranya, makam dari Sultan Iskandar Muda dan anggota keluarganya, yaitu Putri Kamaliah dari Pahang (Putroe Phang), Sultanah Safiatuddin Tajul Alam dan Puteri Sendi Ratna Indera.

Adalah Pocut Meurah, istri dari Sultan Mahmud Syah yang membantu menguak misteri mengenai lokasi makam Sultan Iskandar Muda yang hilang. Pocut Meurah sering berziarah ke makam Sultan yang berada di Komplek Kandang Mas yang sempat dihancurkan Belanda.

Ia mengingat dengan baik bahwa posisi makam Sultan berada 44 langkah dari tepi sungai Krueng Daroy. Lokasi makam Sultan saat ini berada tepat disamping Meuligoe Aceh, tempat kediaman Gubernur Aceh. 
Makam Iskandar Muda berada di dekat Krueng Daroy, bersebelahan dengan Meuligoe Aceh, kediaman resmi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, berdampingan dengan Museum Aceh. Makam ini sempat dihilangkan jejaknya oleh Belanda ketika berlangsung perang Aceh.
Baru pada 19 Desember 1952 lokasi Makam Sultan Iskandar Muda itu bisa ditemukan kembali, berkat petunjuk yang diberikan oleh bekas permaisuri salah seorang Sultan Aceh yang bermana Pocut Meurah.
Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607-1636, dan membawanya pada puncak kejayaan. Pada abad ke-17 itu, Kerajaan Aceh berada di peringkat terbesar kelima di antara kerajaan-kerajaan Islam di dunia. Banda Aceh ketika itu telah menjadi bandar perniagaan internasional, disinggahi kapal-kapal asing yang mengangkut hasil bumi dari kawasan Asia ke benua Eropa.
Sultan Iskandar Muda juga dikenal sebagai raja yang adil, termasuk kepada keluarganya sendiri. Salah satu puteranya yang bernama Meurah Pupok dipancungnya di depan umum karena melakukan kesalahan yang berat. Makam Murah Pupok berada di dalam kompleks KerKhoff Peutjoet.
Peristiwa itu memunculkan ucapan kebanggaan orang Aceh: Adat bak Po Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala, yang artinya “Adat dipelihara Sultan, hukum ada pada Syiah Kuala”. Syiah Kuala adalah nama lain dari Tengku Abdul Rauf As Singkili, seorang ulama besar Aceh abad ke-17 yang terkenal ahli di bidang ilmu hukum dan keagaaman


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...