Abstraksi
Menghadapi tantangan globalisasi yang semakin
kompleks, semua stakeholders harus bersinergi guna mendorong kreatifitas dan
inovasi dalam rangka mencipatakan clean and good governance dalam bingkai
Negara kesatuan republik indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa otonomi daerah
telah menghasilkan kondisi obyektif bagi tumbuhnya budaya lokal, serta
partisipasi masyarakat dalam mengemas desa wisata. sejalan
dengan paradigma baru pariwisata, yakni pariwisata milik rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat.
Keyword:
kebijakan pariwisata, otonomi daerah dan desa wisata.
Latar
Belakang
Pasca runtuhnya pemerintahan
orde baru berbagai tuntutan reformasi mulai disuarakan masyarakat, tuntutan
tersebut salah satunya adalah otonomi daerah. Otonomi daerah dianggap sangat
penting, karena tantangan perkembangan lokal, nasional, regional dan
internasional diberbagai bidang seperti
ekonomi, politik dan kebudayaan.Otonomi daerah sebagai implikasi dari
berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah kemudian di revisi
dengan UU No. 32 tahun 2004 dan revisi terbaru adalah UU No. 12 tahun 2008 ,
memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan
mengelola pembangunan daerahnya sendiri, serta tuntutan bagi partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi. Untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat.Sebagaimana digariskan dalam UU No. 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah ditegaskan bahwa melalui otonomi luas,
daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara kesatuan republik Indonesia (Isran
Noor, 2012:6). Pelaksanaan otonomi daerah sebagai amanat UUD 1945 secara
konstitusional maupun legal diarahkan.
Sistem otonomi daerah telah memberikan
keleluasaaan kepada masyarakat dalam mengakses pembangunan. Hal ini sejalan
dengan Paradigma baru pariwisata adalah milik rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. DESA merupakan satuan terkecil
wilayah dan masyarakat dari bangsa/negara yang menunjukkan keragaman Indonesia.
Terbukti keragaman masyarakat sebagai kekuatan bagi tegak/eksistensi bangsa dan
negara Republik Indonesia.Kemiskinan bukan disebabkan kurangnya pendapatan namun
hal utama yang menjadi penyebab adalah keterbatasan akses bagi masyarakat
pedesaan, dengan dikembangkannya menjadi Desa Wisata maka akses tersebut dapat
terbuka, baik akses dengan kawasan sekitar, akses pendanaan, akses informasi
dan sebagainya , yang pada akhirnya memperluas kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha, serta meningkatkan nilai ekonomis sumber daya pedesaan.Pengelolaan
Desa Wisata secara profesional , mampu memberikan kontribusi dalam upaya
pengentasan kemiskinan, pelestarian sumber daya dan kearifan lokal dan
Pendapatan Asli Daerah.
Urgensi pengembangan desa wisata
Pengembangan pariwisata
berbasis desa wisata menjadi salah satu upaya pemerintah untuk lebih
meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bahkan semakin serius
mengembangkan pariwisata berbasis desa wisata ini. Salah satu indikasinya
adalah Kemenparekraf pada 2011, sudah mengembangkan 569 desa menjadi desa
wisata. Kemenparekraf juga menargetkan sebanyak 960 desa untuk dikembangkan
menjadi desa wisata pada tahun 2012 ini. Jumlah ini bahkan akan terus
ditingkatkan hingga mencapai sekitar 2.000 desa pada tahun 2014. Pengembangan
desa wisata ini dilakukan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Pariwisata sejak 2009 lalu dan akan tetap dioptimalkan hingga
2014.
Menurut sujarwati desa
wisata adalah pariwisata yang di motori oleh mayarakat pedesaan untuk mencapai
kesejahtraan masyarakat itu sendiri. pengembangan desa wisata mampu memberikan
dampak pemerataan pembangunan hingga tingkat desa dan mengangkat tingkat
perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan desa wisata ini
bertujuan melibatkan masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan, artinya
masyarakat dengan kebudayaan yang dimiliki tidak hanya menjadi obyek pariwisata,
namun juga pelaku pariwisata.Prinsip dasar pengembangan desa wisata adalah
pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di
dalam atau dekat dengan desa. Selain itu, pengembangan desa wisata ini juga
Pemberdayaan Masyarakat melalui Pariwisata
Salah
satu amanah penting yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Pariwisata adalah Sektor Pariwisata harus berperan juga dalam
penanggulangan kemiskinan. Kebijakan
maupun program bidang pariwisata yang dilakukan seperti langkah-langkah promosi
maupun peningkatan (ekstensifikasi dan diversifikasi) jumlah atraksi, sarana
maupun amenitis, adalah penting untuk melihat respon wisatawan terhadap
kualitas layanan itu sendiri. Kualitas layanan juga memberi peran cukup
signifikan bagi meningkatnya jumlah kedatangan wisatawan. Di sisi lain,
kualitas layanan ini sangat dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha pariwisata itu
sendiri. Pemberdayaan pada sisi supply ini menjadi penting untuk juga
dilakukan. Pergeseran
minat wisatawan pada jenis wisata minat khusus memberi peluang berkembangnya
atraksi wisata yang dikelola oleh berbagai pihak secara lebih luas, termasuk
masyarakat sendiri melalui Desa Wisata yang berbasis masyarakat berwawasan
lingkungan. Sehingga
“suasana pedesaan” menjadi daya tarik tersendiri pada dunia pariwisata domestic
maupun mancanegara.
Aspek pariwisata di lingkup pedesaan tidak terlepas dari
mentalitas dari masyarakat desa itu sendiri. Terdapat pola hubungan yang unik
antara masyarakat pedesaan dengan alam yang ada disekitarnya dan profesinya
sebagai petani. Sisi religiusitas dan pandangan terhadap makna kehidupan, Memberi
kesan tahyul dan irasional. Akan tetapi kerapkali pilihan mereka terhadap
keputusan misalnya usaha tani menjadi sangat rasional. Sebagai contoh budaya
tanam tradisional Terasering di Bali yang tidak hanya memberi manfaat bagi
petani tetapi juga membentuk pemandangan alam yang sangat indah dan fantastik.
Pemandangan yang dihasilkan dari pola Terasering menjadi daya tarik tersendiri
bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.
POTENSI DESA
WISATA DI KAWASAN BUKIT DODO, KABUPATEN SUMBAWA, PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT
Sumbawa salah satu
wilayah yang cukup penting bagi upaya pelestarian keanekaragaman hayati dunia,
walaupun secara luasan relatif lebih kecil dibanding wilayah lain di Indonesia,
+ 45% hutan NTB berada di Sumbawa dengan dominasi Hutan Lindung.Adanya
Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Nasional dimana Kabupaten Sumbawa
masuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) Koridor V, bersama tetangga terdekatnya Bali,Lombok dan NTT. Koridor
ini kemudian difokuskan dalam pengembangan sektor Pariwisata, Ketahanan Pangan,
Peternakan dan Perikanan.sudah barang tentu ini merupakan peluang emas
sekaligus menjadi cambuk pembangkit semangat bagi pemerintah daerah Sumbawa
agar tetap survive untuk memajukan destinasi pariwisata daerah dikanca nasional
maupun internasional.
Mendiskursuskan masalah kepariwisataan
Sumbawa sebenarnya bukit dodo bisa dijadikan sebagai obyek desa wisata. Bukit
Dodo merupakan Wilayah adat yang sampai saat ini masih tetap sama, struktur dan
aturan-aturan adat yang dijalankannya pun masih tetap sama sesuai yang
diwariskan secara turun temurun. Komunitas di Bukit Dodo lebih di kenal dengan
komunitas masyarakat Adat Cek Bocek Selesek Rensuri (suku Berco) yang memiliki
sistem kepemimpinan kesultanan. Sistem kesultanan masih dipegang teguh sejak
kepemimpinan Datu Awan Mas Kuning (1420–1628), yang dilanjutkan hingga
keturunannya saat ini.Bekas-bekas pondasi bangunan mesjid dan balai pertemuan
adat serta sisa pondasi rumah menunjukkan bukti lokasi itu bekas pemukiman yang
ramai dahulunya. Tidak jauh dari bekas lokasi pemukiman juga dijumpai
pemakaman-pemakaman tua dengan nisan-nisan dari batu kali. Nampak dari tampilan
batuan dan ukirannya, nisan-nisan itu usianya telah ratusan tahun. Makam-makam
tersebut masih selalu dijaga keberadaannya oleh para anak keturunan dari
orang-orang yang dimakamkan di tempat itu. Demikian pula dengan kondisi hutan
yang menjadi pendukung kehidupan tetap terjaga dengan baik.
Di
Bukit Dodo aktivitas masyarakat terlihat cukup bergeliat. Beragam usaha tumbuh
seiring dengan terbentuknya kelompok
swadaya masyarakat yang di fasilitasi bantuan oleh PT. NNT. Keberadaan KSM ini
telah berhasil meningkatkan semangat wirausaha masyarakat. Seperti bentuk KSM
di wilayang Ropang, desa Lawin pun tak inggin ketinggalan. Daerah penghasil
kopi ini mulai memperkenalkan produk unggulannya dengan mengolah kopi lawin.
Masyarakat setempat telah membentuk KSM saling pendi yang belum lama ini
mendapat bantuan mesin pengupas kopi
dari PT. NNT. Sebelum ada mesin kopi itu di kupas secara konvensional,
cara ini terbilang alot, sebulan baru bisa
mendapatkan biji kopi. Kini
dengan mesin berkapasitas 500 kg/ jam mampu mengupas 4 ton kopi dalam sehari.
PT NNT saat ini tengah mempersiapkan gudang sebagai tempat operasioanal mesin
tersebut di desa lawin.
saat ini sudah banyak desa
wisata yang makin berkembang, seperti sebuah desa di dekat wilayah Gunung
Merapi, yang dikunjungi 18 ribu wisatawan dalam satu tahun. Dari sejumlah 120
rumah penduduk sebanyak 75 persen telah dijadikan home stay bagi wisatawan. Sehingga,
menjadi pemasukan bagi warga setempat, dengan pendapatan mencapai Rp3 miliar
per tahun.
Faktor lain yang juga menjadi tantangan serius di kabupaten Sumbawa untuk
mendorong pengembangan desa wisata yakni pengaruh watak masyarakat yang sulit
untuk diminta berinisiatif, kreatif dan inovatif sehingga peran pemerintah
sangat penting sebagai motivator dan fasilitator.Hal ini selaras dengan
pendapat dari rektor Universitas Samawa ( UNSA ) Prof. DR. Syaifuddin Iskandar,
MPd. bahwa “Kita berbeda dengan orang luar. Orang Sumbawa ( Tau Samawa ) harus
digerakkan, baru mau bertindak dan menghasilkan sesuatu. Untuk itu pemerintah
perlu turun – tangan paling tidak untuk memperbaiki infrastruktur obyek wisata
yang ada “. Oleh karena itu untuk menarik minat kunjungan wisatawan ke
Sumbawa perlu dilakukan analisa mendalam faktor internal dan eksternal .
Kesimpulan
Berdasarkan berbagai permaslahan dalam pengembangan desa wisata salah satu alternatif
kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sumbawa yaitu
membentuk jejaring Desa Wisata dan mempersiapkan fasilitator
untuk merangsang kreatifitas masyarakat dalam pengolahan desa wisata.
Jejaring ini akan menjadi wadah bagi
desa wisata untuk dapat saling berkomunikasi antar desa wisata yang berada di
daerah lain, saling bertukar informasi guna pengembangan desa wisata, dan
membangun jejaring dengan bidang pemasaran pariwisata. Sudah
saatnya kita menggerakan segala kemampuan untuk mengolah dengan baik segala
potensi yang ada berdasarkan prinsip akuntabilitas dan transparansi di era Good Governance
ini. Terhambatnya program pembangunan pariwisata itu karena semua stakeholder
hanya mementingkan syahwat pribadi dibandingkan kepentingan bersama. Mari
bersinergi untuk mengemas destinasi desa wisata di wilayah bukit dodo.Ukuran
yang paling fundamental bagi keberhasilan sebuah pemerintahan dalam sebuah
Negara modern adalah seberapa jauhkah pemerintahan tersebut berhasil
menciptakan lapangan kerja bagi kalangan warga masyarakat (Syaukani, dkk:
2002:222-223). Kebijakan Perluasan ekonomi kerakyatan adalah pilihan strategis
dalam pembangunan ekonomi daerah. keberadaan desa wisata akan meningkatkan tingkat pendapatan
masyarakat sehingga dapat memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan
untuk kesejahtraan rakyat.
DAFTAR
PUSTAKA
Amrullah,
dkk.2011. Mozaik Pemikiran Demokrasi
Lokal.Capiya Publising dan LPPM UNSA:Yogyakarta.
Gelgel, I Putu.2006.Industri
Pariwisata Indonesia.Refika Aditama: Bandung.
Noor, Isran. 2012. Isran Noor: Politik Otonomi Daerah, Untuk Penguatan NKRI.
APKASI.
Noor,
Isran. 2012. Isran Noor: Dalam
Perspektif Media. Seven
strategis Studies.
Suharto,
Edi. 2005. Membangun Masyarakat,
Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial. PT. Refika Aditama, Bandung.
Sulistiyani,
Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan
Model-Model Pemberdayaan. Gava Media, Yogyakarta.
Syaukani,
Afan Gaffar dan M. Ryaas Rasyid. 2002. Otonomi
Daerah Dalam Kesatuan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Witantra,Ari
Pandu.2011.Peran Otonomi Daerah Terhadap Pariwisata:Simposium Nasional Otonomi
Daerah dalam Lab Administrasi Negara
FISIP UNTIRA Vol.1,Mei 2011.
Sumber Internet
Langkah dan Strategi Pengembangan Desa Wisata;http://deandanecro.wordpress.com/2009/12/23/langkah-dan-strategi-pengembangan-desa-wisata,
2009.
Komentar
Posting Komentar