PERGULATAN BENCI TAPI RINDU DIBALIK ROMANTISME FAHRI HAMZAH VS KPK DALAM KORUPSI, TRANSISI, DEMOKRASI INDONESIA
Korupsi
memang lumrah di negara demokrasi tapi kalau gerakan pemberantasannya tidak sistemik
hanya sekedar euphoria maka Indonesia akan terjebak dalam lubang hitam yang
curam. Ketika Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal melakukan pemberantasan korupsi ditengah
kepercayaan publik maupun elit politik begitu tinggi maka lembaga tersebut akan
kehilangan legitimasinya. Sebut saja kasus Bank Century, Lumpur Lapindo, dana
Kemnakertrans dan lain-lain yang telah menghabiskan dana potensial Negara
sampai saat ini tak ada kejelasan perkaranya oleh KPK. Tampaknya
tidak berlebihan dibalik pemikirannya yang fenomenal “Bubarkan Saja KPK”, orang
sekaliber anggota DPR ketika
mengeluarkan statement kalau gak cari
sensasi palingan obral janji tanpa solusi. Pergulatan romantisme KPK VS Fahri
Hamzah menjadi topik terpanas dalam perang
urat saraf antar berbagai kelompok kepentingan di Indonesia.
Menurut
fahri hamzah bahwa KPK memang kita butuhkan sebagai sebuah lembaga yang
dibentuk khusus untuk memberantas korupsi di Indonesia. Setelah hampir 12 tahun
dibentuk, pergerakan KPK tidak sistemik. KPK dibentuk untuk memperkuat citra ketiga
lembaga Negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan tetapi sekarang
yang terjadi KPK malah mandul berkordinasi
dengan ketiga lembaga Negara tersebut. Lebih baik KPK dibubarkan daripada
terjebak dalam lingkungan media yang saling bunuh apalagi sekedar kampanye
transparansi melalui survey indeks korupsi dilembaga internasioanal. Sedangkan Mahfud
MD menyatakan bahwa dalam Negara demokrasi, tidak boleh ada lembaga Negara yang
superbody tapi wacana untuk membubarkan KPK juga bukan solusi yang baik.
Masyarakat
Indonesia saat ini sedang berada pada transisi kegalauan, di saat pemerintah,
ulama, akademisi, NGO, mahasiswa meneriakkan kata “no” pada korupsi, berantas korupsi, tangkap para koruptor, adili
koruptor yang merugikan uang rakyat. Kemudian di saat KPK sedang gencar-gencar
mengkampanyekan anti korupsi dengan slogan “BERANI
JUJUR HEBAT”. Tetapi pada saat yang sama mereka orang-orang yang dengan
galak meneriakkan tidak pada korupsi justru terbelit dan terlilit kasus
korupsi. Fenomena korupsi adalah wacana yang paling genit dan menggelitik untuk
selalu diteropong dan dikaji akhir-akhir ini, karena hampir tidak ada berita di
televisi yang tidak membahas korupsi, situs-situs di internet pun tidak lengkap
kalau tidak mengangkat berita korupsi, begitu juga dengan Koran-koran atau
majalah selalu saja ada ruang untuk membahas korupsi. Korupsi adalah menu dan
santapan menarik kalangan akademisi, para cerdik-cendekia yang concern dengan isu-isu korupsi.
Korupsi bisa ada karena ada
kesempatan. setidaknya tiga faktor kunci penyebab terjadinya korupsi, yaitu keinginan,
peluang, dan buruknya sistem pengawasan dalam waktu bersamaan (lihat Erry
Riyana Harjapamekas dan Aan Rukmana 2009). Umumnya korupsi berbentuk
“kerjasama” (persekongkolan) antara dua orang atau lebih. Motivasi berkorupsi,
tentu tidak sama bagi semua orang. Ada yang melakukannya karena ingin
mendapatkan satu atau banyak hal yang bukan haknya. Di kalangan pejabat
motivasi itu dapat didorong oleh nafsu hedonisme, memperkaya diri, atau
mengumpulkan dana untuk memenuhi ambisi kekuasaan.
Kekuasaan
adalah makhluk aneh yang akan selalu menggerayai pemikiran manusia. Hal itu
sudah dijelaskan rasullullah dalam hadist Shahih
yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Ibnu Majah, dari Abu Bakar, dari
Rasulullah, beliau bersabda :
اَلسُّلْطَانُ
ظِلُّ اللهِ فِي الآرْصِ فَمَنْ أَكْرَمَهُ أَكْرَمَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيامَةِ
وَمَنْ أَهَانَه‘, أَهَانَه‘اللهُ يَوْمَ الْقِيامَةِ ( جميع الصغير 34)
Kekuasaan adalah naungan Allah di
bumi, maka barang siapa memulyakannya, Allah akan memulyakannya di hari kiamat,
dan barang siapa menghinakan/ menyianyiakannya, Allah akan menghinakannya di
hari kiamat. ( Jami’ush Shaghir 34).
Kekuasaan Allah, itu diamanatkan
kepada manusia, untuk diperjuangkan, dipelihara, dan dijaga. Kekuasaan sebagai
satu-satunya sarana yang sangat strategis demi tegaknya syariat/hukum Islam.
Adanya nafsu dalam diri manusia membuat mereka selalu ingin menikmati yang
namanya kekuasaan. Dalam teori kekuasaan menurut Niccolo Machiavelli bahwa segala cara halal dilakukan
demi untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Inilah problem sebenarnya yang
membuat banyak orang menjadi tersangka dalam kasus korupsi alasannya klasik
yaitu ingin merebut dan mempertahankan kekuasaan. Citra reformasi adalah
membangun kekuasaan demokratis. Kekuasaan demokratis akan sulit dicapai selama
korupsi masih menjadi bagian dari kekuasaan dan kehidupan bermasyarakat.
Korupsi terus menjadi permasalahan yang sangat besar di
Indonesia Pasca Runtuhnya
orde baru. Latar belakang dibentuknya KPK Menurut Prof. Dr. Romli Atmasasmita
sebagai Ketua Tim Penyusun UU KPK ( lihat dalam Risalah Rapat Dengar
Pendapat Umum Komisi III DPR RI)
”kilas
balik sekitar era Tahun 1998-1999 adanya
Reformasi mengenai Undang-undang Pemberantasan Korupsi yang kita sudah
undangkan, yaitu Undang-undang No. 31 Tahun 1999 antara lain memerintahkan
pembentukan Komisi Pembrantasan Korupsi. Segera setelah Pasal 43 Undang-undang
No. 31 Tahun 1999 itu diundangkan khususnya, maka Pemerintah dibawah koordinasi
Menteri Kehakiman waktu itu Yusril Izha Mahendra membentuk tim persiapan untuk
mempersiapkan organisasinya dari Komisi, jadi Pak Yusril Izha Mahendra selaku
Menteri Kehakiman mempersiapkan suatu tim persiapan pembentukan organisasi KPK
dan dengan bantuan Bank Pembangunan Asia, Departemen Kehakiman memperoleh dana
sebesar 1 juta dollar kalau tidak salah waktu itu untuk melakukan studi banding kebeberapa negara,
termasuk ke Australia, Malaysia, Hongkong kemudian juga ke Amerika Serikat”.
Lahirnya era reformasi menuntut segala
perubahan-perubahan yang sifatnya total, terhadap kondisi penegakkan hukum,
sosial ekonomi, sebagai akibat dari warisan Pemerintahan Orde Baru yang
dipandang oleh masyarakat pada waktu itu sangat penuh dengan korupsi, kolusi dan
nepotisme. Sementara itu institusi Kejaksaan dan Kepolisian ketika itu, sangat
rentan bahkan menjadi alat kekuasaan dan juga tidak lepas dari KKN. Oleh karena
itu, pada draft awal KPK, draft awal , kita melepaskan seluruh tugas wewenang
Kepolisian dan Kejaksaan untuk menanggani perkara korupsi bahkan dilimpahkan,
dimonopoli oleh KPK. Sejalan dengan itu Prof. Dr. Romli Atmasasmita menyatakan bahwa KPK dibentuk
dengan tujuan untuk memberantas korupsi. Karena korupsi merupakan extraordinary
crime maka butuh penanganan khusus dan lembaga khusus. Berdasarkan
Undang-Undang No 30 tahun 2002 maka KPK dibentuk sebagai lembaga yang bersifat
independen artinya KPK tidak terkooptasi oleh siapapun, baik Presiden,
Pemerintah, Partai, , DPR, bahkan LSM yang memberikan dukungan kepada KPK.
KPK
adalah lembaga “superbody” yang memiliki wewenang lebih dibandingkan dengan
Kepolisian atau Kejaksaan Agung dalam tindakan penyelidikan, penyidikan atau
penuntutan. Selanjutnya, dalam keadaan dimana ditegaskan
secara limitatif di dalam Pasal 68
UU KPK bahwa KPK dapat mengambil alih perkara korupsi sebelum
terbentuknya KPK. Wewenang ini tidak dimiliki oleh Kepolisian atau Kejaksaan. Sejumlah wewenang lainnya yang
menunjukkan KPK sebagai lembaga superbody adalah KPK mempunyai wewenang untuk
menyadap dan merekam pembicaraan, mengintervensi lembaga Negara manapun untuk
memberikan pelayanan maksimal, memberikan perintah kepada instansi terkait
untuk melarang seseorang bepergian keluar negeri, memerintahkan instansi
perbankan untuk memblokir rekening seseorang, serta menangkap pejabat tanpa
harus ada izin Presiden.
Dalam diskusi media bertajuk
"Eksistensi KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia" pada
12/08/2012 Gagasan bahwa KPK bersifat sementara
adalah gagasan yang kontraproduktif, karena faktanya
“Kalau
ingin membangun demokrasi yang baik dan benar, maka jangan berpikir demokrasi
itu akan hadir kalau tidak ada lembaga anti korupsi yang baik. Memaknai KPK
sebagai lembaga permanen sangatlah penting karena KPK berdasarkan sejarah pembentukannya
memang bukan lembaga yang dibentuk untuk sementara waktu (ad interim), melainkan sesuai dengan semangat
penciptaannya KPK disiapkan sebagai lembaga negara yang permanen, kuat dan
independen dengan tujuan khusus (ad hoc dalam
pengertian yang benar), yaitu membebaskan Indonesia dari korupsi. Hal ini
senada dengan pendapat Prof. Jimly Asshiddiqie yang menyatakan KPK adalah
lembaga permanen karena KPK dibentuk dengan Undang-undang bukan Inpres (www.jimly.com).
Sedangkan menurut hemat penulis KPK
merupakan lembaga ad hoc (dibentuk berdasarkan suatu tujuan ). Oleh Karena
itu KPK berfungsi sebagai pemicu dan
pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi. Suara geram
datang dari sang ahli propaganda ulung yang berasal dari wilayah barat
Indonesia, dialah Fahri Hamzah. Sosok satu ini sangat tidak setuju dengan lambatnya
penanganan korupsi di Indonesia oleh KPK. Dengan analisis mendalam fahri mengatakan bahwa Korupsi
adalah persoalan biasa tapi harus diberantas dengan cara yang luar biasa. Bukunya
yang berjudul korupsi, demokrasi, transisi adalah pertanggung jawabannya atas
suara lantang yang Kontroversial yaitu
“BUBARKAN saja KPK”. Dalam bukunya
tersebut fahri menjelaskan bahwa Sebelum
memasuki era kesempurnaan sistem demokrasi, maka sebuah institusi pemerintahan
harus melewati fase Korupsi, berlanjut ke Transisi dan jika berhasil berdirilah
negara Demokrasi.
Korupsi
kerap bersumber dari peraturan perundang-undangan yang tidak jelas sehingga membutuhkan
orkestra dalam skala nasional untuk memberantasnya. Ketika era reformasi GBHN
dihapus maka arah pembangunan setiap pemimpin negeri ini ada pada visi- misinya
dan itu tertuang dalam rancangan pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang.
Dalam rencana 100 hari masa pemerintahan SBY+Boediono bahwa presiden akan
memimpin langsung orkestra pemberantasan korupsi maka KPK silahkan tagi janji
presiden tersebut. Dalam sistem pemerintahan demokrasi
diharapkan terciptanya mekanisme Check and Balance agar setiap
kebijakan pemerintah dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan amanat
konstitusi.
Ketidakmampuan
pemerintah menangkap problem solving dalam transisi demokrasi mengakibatkan banyak
pejabat salah mengidentifikasi masalah. Sistem TRIAS POLITICA dimasa transisi
ini terperangkap dalam lingkaran setan korupsi. Hal ini terjadi karena Mahalnya
biaya politik di indonesia sehingga menyebabkan banyak anggota Legislatif yang
kreatif masuk panitia anggaran. Persoalan itu lumrah saja karena Politik adalah
art of the possibility (Rian Nugraha.2003:52) yaitu seni dari segala
kemungkinan. Jadi, Korupsi itu sebenarnya terang-terangan, kok hal ini bisa
terjadi ??? ya jawabannya karena dilindungi oleh sistem. Contoh konkrit bahwa
Menteri keuangan sampai detik ini belum membuat regulasi tentang keuangan
politik yang mampu membatasi ruang gerak para politisi. Makanya tidak heran
kalau ada 560 anggota DPR maka 560 cara mencari uang.
Sistem adalah
kesatuan dari seperangkat struktur yang memiliki fungsi masing-masing yang
bekerja untuk mencapai tujuan tertentu. Berbicara sistem berarti kita membahas
tentang formulasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Public
Policy menurut Thomas R. Dye (Rian Ngraha:2003) adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Jadi, Pemerintah
membuat aturan pada dasarnya untuk melakukan intervensi terhadap
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi membuka ruang
gerak pemerintah untuk membuat regulasi yang transparan dan bersifat akuntabel.
Jadi, pemerintah seharusnya membuka keran bagi lahirnya partisipasi masyarakat
dalam pembuatan kebijakan.
Menurut hemat Penulis bahwa akar masalah yang menyebabkan
banyaknya UU yang membuka kesempatan terjadinya korupsi adalah sistem politik kita. regulasi dibuat
oleh legislatif bersama eksekutif sebagaimana teori sistem politik david Easton.
Masukan dan tuntutan dari masyarakat ditampung oleh kedua lembaga Negara
tersebut. Kemudian eksekutif bersama legislatif mengkonversikan hal itu dan
menghasilkan output berupa kebijakan (dalam Jurnal kapita selekta administrasi public
FISIPOL UNSA.2012 : 41-46). Seandainya dalam formulasi kebijakan yudikatif dilibatkan maka produk kebijakan yang
hasilkan tidak akan membuka ruang korupsi. Dimana realitasnya yudikatif baru
dilibatkan dalam sistem ketika ada tuntutan dari masyarakat atau kelompok
kepenting untuk melakukan judicial review (menguji UU terhadap UU dasar). Penulis
mengambil contoh gejolak terhadap UU PILPRES yang mengandung banyak pasal yang
bersifat multitafsir sehingga menyebabkan terjadinya krisis legitimasi
menjelang pemilu 2014.
Disamping itu
menurut fahri hamzah Dalam RDP komisi III dengan KPK pada juni 2013
KPK hari ini memerlukan ahli-ahli tata Negara dalam menyusun
regulasi untuk pencegahan korupsi. Lebih jauh lagi KPK harus mengintensifkan
rapat dengan pejabat birokrasi dan badan anggaran. Selain itu, KPK mempunyai
kewenangan untuk mengintervensi lembaga Negara karena letak heavynya dalam UU.
No 30 tahun 2002 adalah pencegahan korupsi. Selain itu, KPK harus terus
memantau sistemnya dan jangan pernah saling bermusuhan dengan ketiga lembaga
Negara dalam trias politika. KPK harus terus bergandengan dengan presiden
karena pemegang kendali birokrasi diindonesia adalah presiden. Mengutip
pendapat seorang tokoh pencetus teori relativitas yaitu Einstein mengatakan
bahwa bagian terkecil dari kegilaan itu adalah bekerja dengan cara yang sama
kemudian mengharapkan hasil yang berbeda maka KPK jangan pernah terjebak oleh
Statusquo.
Banyak
Pejabat yang terlena ditengah pencitraan apalagi menjelang pemilu 2014. Akan tetapi
hal itu tidak berlaku bagi pejabat hukum sekelas KPK. KPK sekarang bermain
cantik ditengah pujian, pujian karena berhasil menangkap orang-orang jahat yang
telah mengamil uang Negara. Setiap tahun anggaran Negara kita habis untuk
membangun infrastruktur penjara dan lapas sebagai tempat berteduh orang-orang
jahat. Apakah betul Indonesia hari ini dipenuhi oleh orang-orang jahat, tidak
bermoral dan tidak bertanggung jawab?? Sebenarnya ini adalah permasalahan hilir
dan jangan sampai dibawah ke hulu. Meminjam kata-kata bang fahri bahwa Negara
jangan ingin menang dengan cara yang otoriter.
Itu
cara yang tidak demokratis. "Negara itu menang karena semua orang diberi
kesempatan untuk membela diri di depan hukum secara terbuka dan negara tidak
harus menang. Ini prinsip demokrasi. Sejalan dengan hal itu dulu di yunani kuno
para filsuf seperti Hobbes, Locke, dan Rouseau bukanlah sekumpulan pemikir yang
hanya menyisahkan cek kosong bagi generasi penerusnya. Akan tetapi Negara
bersama rakyat dan swasta berjalan beriringan agar terciptanya good governance.
Memosikan peran KPK sebagai lembaga
superbodi yang mana salah satu kewenangannya adalah penyadapan. Berangkat dari hal
tersebut fahri hamzah (dalam http://news.liputan6.com/read) mengatakan bahwa KPK tidak boleh
menjadi musuh bersama. Korupsi itu
masalah sistem, karenanya semua orang harus mendukung pemberantasan korupsi.
KPK tidak boleh mengambil jalan praktis seperti penyadapan karena ini adalah
cara pragmatis untuk menetapkan orang sebagai tersangka korupsi. Menurut hemat
penulis hal ini terkesan tidak
berlebihan meskipun banyak opini negatif yang datang kepada fahri hamzah bahwa
dia membela koruptor dengan berbagai dalil dalam al-qur’an bahwa penyadapan itu
dosa besar atau penyadapan adalah metode tabyyun dan diatur juga dalam
Al-Qur’an.
Masalah penyadapan itu di atur oleh
Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 12 yang artinya "Wahai
orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan karena sesungguhnya
sebagian dari sangkaan itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau
mencari-cari kesalahan dan keaiban orang dan janganlah setengah kamu mengumpat
setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging
saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu
kamu jijik kepadanya. (Oleh karena itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut)
dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi
Maha mengasihani.
Filsafat
text umat islam yaitu Al qur’an, kalau kita telaah lebih jauh kenapa sebenarnya Allah yang maha
besar itu menurunkan buku berupa Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad
dengan perantara malaikat jibril ?? hal itu karena Allah ingin umat islam punya
pegangan berupa Aturan tertulis jika kita kontekskan hal ini pada penyadapan
dimana sampai saat ini SOP penyadapan tidak diberikan kepada DPR sehingga hal
ini menimbukan kepincangan dalam penyelengaraan Negara kita. Semua aturan itu
harus dibuka secara transparan dan diperjelas agar masyarakat tidak terjebak
dalam lembah hitam tersebut itulah demokrasi yang sebenarnya. Menurut fahri
hamzah bahwa Dalam Negara transisi yang harus dilakukan pertama kali adalah
membuat regulasi yang baik dan transparan.
Kedua, Buka lembaga atau birokrasi Negara . Ketiga, adalah Bina
orang-orang yang melakukan penyimpangan agar mereka dapat melakukan traspormasi
budaya sehingga akan tercipta Negara demokrasi yang sesungguhnya.
Penulis ingin melihat lebih jauh
masalah korupsi dari perspektif implementasi kebijakan. Salah satunya ialah implementation
problems approach yang diperkenalkan oleh Edwards III (1984: 9-10). Edwards
III mengajukan pendekatan masalah implementasi dengan terlebih dahulu
mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni: (i) faktor apa yang mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan? Empat faktor tersebut yaitu Komunikasi
suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para
pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi
dan konsistensi informasi yang disampaikan. Tidak optimalnya komunikasi antar
lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan komisi pemberantasan
korupsi melahirkan kebijakan yang egosektoral. Berangkat dari masalah ini pada
tahun 2012 Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko
Suyanto menyatakan saat ini tengah menggagas langkah sinkronisasi (lihat http://antikorupsi.org/id/content/sinergikan-antikorupsi-kpk-polri-dan-kejaksaan-diminta-bekerja-sama) dimana gagasan yang dimunculkan
adalah dengan membentuk forum komunikasi antarlembaga penegak hukum, yang
secara periodik akan menggelar pertemuan. Terobosan ini perlu didukung agar
tercipta Komunikasi yang baik antar aparat penegak hukum. Tanpa ada komunikasi
yang baik, jangan harap penegakan hukum akan berlangsung dengan optimal, bahkan
dapat menimbulkan masalah-masalah baru yang memperlemah upaya penegakan hukum.
Kalau komunikasi terhambat maka pemberantasan korupsi pasti akan tersumbat
meskipun kewenangan KPK begitu besar.
Faktor lain yang tidak kalah penting
dalam implementasi kebijakan adalah Sumber daya, meliputi empat komponen yaitu
staf yang cukup (jumlah dan mutu), informasi yang dibutuhkan guna pengambilan
keputusan, kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas atau tanggung jawab
dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan. Jika kita komparasi dengan
lembaga pemberantasan korupsi lain, misalnya di Asia, maka betapa minimnya
jumlah yang kita miliki. Menurut Abraham Samad jumlah penyidik KPK
kalah jauh dibandingkan dengan Malaysia dan hongkong . Jika dianalisis maka
sangat tidak relevan apabila KPK membandingkan Indonesia dengan Malaysia apalagi
hongkong.
Silang
pendapat antara Fahri Hamzah dengan Abraham samad terjadi, menurut fahri yang
dibutuhkan KPK bukan SDM (penyidik atau Pegawai) tetapi KPK silahkan rubah
sistemnya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah Negara
demokrasi sedangkan Negara Malaysia itu masih berbentuk monarki artinya
lembaganya masih tertutup dan sudah barang tentu membutuhkan tenaga yang jauh
lebih banyak. Lebih jauh fahri hamzah menyatakan bahwa KPK tidak perlu iri
dengan Malaysia karena kewenangan yang dimiliki KPK jauh lebih besar
ketimbangan lembaga sejenis di Malaysia dan hongkong tersebut. Berangkat dari
masalah SDM ternyata pedapat fahri hamzah tidak berlebihan karena yang harus
ada dalam penegakan hukum di Indonesia adalah sinergi antar lembaga Negara.
Selanjutnya yaitu Disposisi atau sikap
pelaksana merupakan komitmen pelaksana terhadap program. Untuk dapat bekerja
sama harus ada komunikasi dan interaksi yang sinergis dan intensif, baik pada
level pengambil kebijakan maupun pada level tim kerja. Komunikasi yang baik
dapat terjadi kalau didukung oleh kompetensi yang baik dari tiap aparat penegak
hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Komunikasi dan interaksi yang sinergis ini dapat membuat penegakan hukum berjalan
dengan efisien dan efektif.
Faktor keempat
yaitu Struktur birokrasi yaitu didasarkan
pada standard operating prosedure yang mengatur tata aliran pekerjaan
dan pelaksanaan kebijakan. KPK
perlu penyeimbang sekaligus partner. Peran aparat hukum lain, Polri dan Kejagung,
sudah waktunya menyusul KPK dalam ikut memberantas korupsi. Kalau mau jujur dan serius,
dengan segala sumber daya manusia dan infrastruktur yang telah dimiliki di
seluruh Indonesia, Polri dan Kejagung bakal menjangkau lebih banyak
dibandingkan KPK. Apalagi, sebagian besar penyidik KPK berasal dari anggota
Polri dan Kejagung. Mereka mampu membuktikan itu saat bergabung dengan KPK.
Alumni penyidik KPK yang kembali ke kesatuannya diharapkan bisa menularkan
semangat antikorupsi. Selain itu Polri dan Kejagung bisa menjadi penyeimbang atau
pelengkap agar KPK tidak menjadi lembaga superbodi sendiri. Dengan kehadiran
secara nyata Polri dan Kejagung, mereka bisa bersinergi untuk menumpas korupsi
secara baik dan menyeluruh.
Pergolakan
Romantisme Fahri Hamzah sebagai wakil rakyat sangat benci terhadap lemahnya
inovasi KPK tapi rindu akan keberanian KPK dalam menuntaskan masalah korupsi
secara sistemik. Selanjutnya KPK dan
Fahri Hamzah adalah dua stakeholders yang sama-sama memiliki peran srategis
untuk membawa Indonesia menjadi Negara yang bermartabat secara politik dan
berdaulat secara ekonomi demi terciptanya kesejahteraan rakyat sesuai amanat
pancasila dan Konstitusi.
By: Susi Gustiana
Komentar
Posting Komentar