Langsung ke konten utama

Tips Menulis Fiksi Dari Ary Nilandari


Menciptakan Karakter Dinamis
dan Memilih Sudut Pandang Efektif
Ary Nilandari

Elemen Fiksi

1.      Karakter: Tokoh dalam cerita
2.      Plot: Serangkaian perisiswa dalam cerita, biasanya dalam kaitan sebab-akibat.
3.      Point of View/Viewpoint: Posisi atau sudut yang diambil untuk memandang, mengamati, menyampaikan cerita.
4.      Setting: Mencakup tempat/lokasi, waktu, dan isu sosial yang menjadi latar belakang untuk karakter dan plot. Setting umum bisa berbeda dengan setting spesifik setiap adegan atau peristwa di dalam cerita.
5.      Tema:  Gagasan utama dan dominan dalam cerita. Juga menunjukkan pesan atau moral yang ingin disampaikan.

Jenis Karakter

·         Round Character: Karakter utuh dihadirkan detail dan pembaca dapat melihat dan membayangkan semua sisinya. Biasanya protagonis dan antagonis dalam cerita. Contoh: Frodo Baggins, Harry Potter, Lord Voldemort.
·         Flat Character: Karakter dua dimensi, pembaca hanya melihat sebagian sisinya. Biasanya muncul di latar belakang. Penampilan bisa detail tetapi karakterisasi tidak terlalu ditonjolkan. Contoh: Molly, Ibu Ron Wesley. Albert, pelayan Bruce Wayne.
·         Stock Character: Biasanya karakter stereotipe. Mengandalkan stereotipe di masyarakat untuk karakterisasi, bahasa, penampilan, dan cara berbicaranya. Contoh: preman, geng motor, pengemis jalanan.
·         Dynamic Character: Karakter dinamis adalah yang mengalami perubahan sepanjang plot. Perubahan dalam pemahaman, komitmen, nilai-nilai yang diyakini. Contoh: Aubrey, Love, Aubrey, karya Suzane LaFleur.
·         Static Character: Karakter statis tidak mengalami perubahan sepanjang plot. Biasanya menjadi karakter di latar belakang atau sekunder sebagai pelengkap plot. Contoh: guru, pembantu rumah tangga, sopir. 

Posisi Karakter dalam Cerita

·         Karakter-POV: Karakter yang dijadikan narator, penutur cerita.
ü  Biasanya si protagonis.
ü  Tetapi bisa juga karakter pengamat yang sedikit/tidak terlibat dalam cerita. Contoh: Dr. Watson yang menceritakan Sherlock Holmes.
·         Protagonis: Karakter utama, pemeran utama dalam cerita.
ü  Biasanya protagonis adalah karakter-POV, tapi tidak selalu.
ü  Biasanya protagonis menjadi “Hero”, sehingga memiliki sifat-sifat baik. Tapi protagonis tidak identik dengan kebaikan. Penculik anak bisa menjadi protagonis jika cerita aksi penculikan disampaikan melalui sudut pandangnya. 
ü  Protagonis bisa lebih dari satu, berbagi peran dengan adil.
·         Antagonis: Antagonis bertugas menghalangi protagonis mencapai tujuannya.
ü  Tidak selalu jahat. Detektif polisi bisa menjadi antagonis bagi si penculik yang menjadi pemeran utama (protagonis).
·         Pelengkap/sekunder: Tokoh-tokoh minor yang diperlukan untuk melengkapi. Tidak diberi jatah bertutur dari sudut pandangnya.

Karakter





Fungsi Karakter

·         Alat bagi pembaca untuk memahami cerita
ü  Jika pembaca dapat mengidentifikasi diri dengan karakter utama (si baik), pembaca akan dengan mudah memahami respons karakter terhadap kejadian yang menimpanya; pembaca akan membela, menyukai, mendukung karakter dalam aksi dan reaksinya.
ü  Jika pembaca merasa karakter utama (si jahat) tidak identik dengan dirinya, pembaca bisa membangun empati, mencoba memahami dari sudut pandang berbeda, dan mendapatkan wawasan lebih. Mungkin ada karakter antagonis atau pendukung (si baik) yang disukai pembaca dan bisa membantu mengaitkan diri dengan cerita.
·         Pengendali plot
ü  Karakter dinamis akan membawa plot sesuai dengan karakternya. Contoh: tokoh anak yang diculik mempunyai sifat pemberani, banyak akal, dan tak pantang menyerah akan menghasilkan plot penculikan yang berbeda dengan kalau si anak terbiasa manja, penakut, dan lambat berpikir. Writer’s block biasanya muncul karena plot yang semula dirancang ternyata tidak cocok untuk karakterisasi yang terbentuk belakangan. Jadi penentuan dan pembentukan karakter sejak awal membuat plot lebih lancar bergerak sesuai aksi dan reaksi si karakter (yang dinamis).
ü  Bandingkan dengan plot yang sudah ditentukan lebih dulu dari awal sampai ending; karakter yang harus mengikuti alur tersebut menjadi flat atau statis. Atau bahkan penulis terjebak menokohkan stock character.
·         Penentu setting
ü  Karakter dinamis atau round memiliki background tersendiri, termasuk setting lokasi dan waktu ia lahir, dibesarkan, dan berkembang.
·         Penentu style
ü  Karakter utuh dan dinamis mempunya gaya dan ciri khas dalam berbicara, berekspresi, yang terbentuk bersama latar belakangnya.
·         Perantara voice penulis
ü  Penulis dapat memilih karakter yang sesuai dengan visi dan misinya. Tetapi sering penulis lupa usia dan tahap perkembangan si tokoh dan memaksakan pemikirannya sendiri. Tokoh hanya dijadikan corong suara atau boneka mengikuti kemauan penulis. Tokoh yang dihasilkan adalah flatndan statis.
ü  Voice penulis yang ingin disisipkan harus sejalan dengan karakter dinamis. Dan karenanya tidak bisa menjejali karakter dinamis dengan banyak pesan sponsor.
contoh:
1.      Gemina berjalan santai mengamati etalase-etalase di sepanjang koridor. Pukul 10 hari Sabtu, mal baru buka. Masih sepi dari pengunjung. Tapi seingatnya, mal ini tak pernah ramai. Kecuali pada hari-hari pembukaan. Mal baru, pengunjung membludak, tak aneh. Mereka berdatangan dari seluruh pelosok Bandung, bukan cuma dari kota mandiri ini. Bangunan mal memang unik dan menarik, meniru kastel Eropa abad pertengahan, berbenteng dan dikelilingi parit lebar. Ada pintu utama yang dinaik-turunkan menjadi jembatan. Para pengunjung berfoto-foto di sana. Tetapi yang menarik barangkali iming-iming diskon sampai 80% untuk fashion bermerk. Sebagian orang keluar dari mal tanpa membeli apa-apa. Mungkin karena setelah didiskon pun harga tetap di luar jangkauan. Mereka tak akan kembali lagi ke sini. Sementara sebagian lainnya memborong tas, sepatu, dan pakaian, yang tak akan habis dipakai tiga turunan. Menggelikan, pikir Gemina waktu itu, melihat ibu-ibu, tante-tante, om-om, kalap memenuhi troli mereka dengan barang yang belum tentu mereka butuhkan. (Twinless Twins, Ary Nilandari, novel remaja fantasi, unpublished)

2.      “Seperti orang-orang tua di sini, Mbah Kun sangat percaya takhayul. Nggak boleh duduk di ambang pintu. Nggak boleh bepergian hari Sabtu. Nggak boleh pakai baju hijau di sungai. Macam-macam deh pantangannya.  Sering tidak masuk di akal. Tapi mereka sangat keras melarang. Yang paling dipantang adalah masuk gua di kelokan sungai. Mbah Kun mengarang-ngarang makhluk itu untuk menakuti anak-anak, terutama Ela, agar menjauh dari gua. Karena banjir bandang bisa terjadi kapan saja, tak terduga, sangat berbahaya kalau anak-anak bermain di dalam gua. Mereka bisa terjebak di dalamnya.”
“Kenapa tidak dijelaskan saja begitu? Anak-anak pasti mau mengerti dan patuh,” kata Ilya, tak habis pikir.
Langlang meringis. “Entahlah. Mbah-mbah itu kan tidak berpendidikan. Beda dengan Mbah Putri-mu. Jadi, mereka nggak bisa menjelaskan dengan baik, paling gampang ya menakut-nakuti.” (Gua Seribu Mata, Ary Nilandari, novel anak, Talikata 2011)

Teknik Karakterisasi

Narasi dari narator / Dari mata karakter lain
·         Aku diam. Rasanya seperti tersentak bangun dari tidur panjang, tetapi mendapati diriku masih berada dalam mimpi. Kata-katanya tidak kupahami, walaupun nadanya yang ramah bersahabat  cukup menenangkan. Setidaknya ini bukan mimpi buruk. Cermin di lorong memantulkan bayangannya. Aku tidak mengenalnya. Seorang gadis berambut pendek, mengenakan T-shirt longgar, celana jeans, dan penutup kepala rajutan yang memiliki dua telinga panjang berjuntai dan jatuh di bahu kanan-kirinya. Wajahnya tirus, nyaris berbentuk segitiga. Matanya lebar dengan lingkaran gelap yang kontras sekali dengan kulitnya yang putih pucat. (Rekonstruksi, Ary Nilandari, novel thriller dewasa, unpublished)

·         Namanya Lovely Lady. Lovely berarti cantik? Keo tidak yakin. Dengan kemeja, jins, dan jilbab biru tua, Lady malah tampak gagah. Seperti seorang Lady? Lebih tidak meyakinkan lagi. Gerak-gerik dan cara bicara Lady jauh dari anggun. Bagi Keo, anggunnya seorang lady itu seperti Mami. Tidak sradak-sruduk seperti banteng, eh seperti Lady yang menantangnya berduel. (Go Keo! No Noaki!, buku 1, Ary Nilandari, novel anak, Kiddo 2014)

·         Dia tidak pernah memikirkannya. Ingat, tentu saja, karena memorinya bagus. Lagipula banyak hal bisa mengingatkannya pada Ervan. Tapi sebatas ingat. Kacamata tebal. Rambut ikal kecil-kecil pendek, nyaris cepak. Daun telinga merapat di kepala. Mata kiri lebih kecil dari yang kanan. Tubuh kurus jangkung. Kulit putih nyaris pucat. Not too much to look at, pokoknya. Banyak orang berseliweran memiliki satu atau semua ciri itu, bahkan dengan tingkat kemiripan luar biasa sampai membuat dia berhenti, berbalik untuk memastikan. (Novelet dewasa, Ary Nilandari, unpublished)
·         Honestly, with a crazy grandma, a comatose uncle, and a bleak little forest surrounding my house, I thought nobody wanted to be near me for fear that I would spread those freaky ailment inflicting my family. Even my dad ran away when I was 6, just after the best doctors in the world said that Grandma and Uncle Damar would never ever be cured. The darkness fell upon my family. The once a beautiful garden grew wild and enclosed my house. Not that we didn’t have the money to tend it. I thought, because we did have the money then Mom decided to have Grandma and Uncle Damar taken care of in the house. And she designed the forest to protect our privacy from the outside world.
What was so interesting about me that they wanted to hang around with me all the time? My coolness? I didn’t think so. There were a lot of 11 year-old boys at school cooler than me. Though only very very few of them had a deadly combination of good looks and wit. (Straight Walker, Ary Nilandari, Children’s Fantasy, unpublished)

Backstory
Padahal Ilya ingin bercerita banyak. Denisa selalu menunggu laporannya tentang daerah-daerah yang ia kunjungi. Dengan bercerita kepada Denisa, Ilya juga bisa mengusir kebosanan dan kesepian sebagai anak tunggal di tempat baru.
Ilya dan Bunda mengikuti Ayah ke mana pun ia bertugas. Seluruh pelosok Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua. Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Korea. Lalu lebih jauh lagi, ke Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Sebulan di sana, tiga bulan di sini, paling lama menetap di satu tempat adalah setengah tahun.
Ilya bahkan lahir di Moskow, Rusia, dan melewatkan dua tahun pertamanya di kota-kota besar Eropa. Tentu saja, itu ia ketahui cuma dari foto-foto dan cerita Ayah-Bunda. Baru pengalaman di usia 3-4 tahun yang mulai bisa diingatnya. Waktu itu mereka sudah tinggal di Indonesia lagi. Memilih Jakarta sebagai tempat untuk “pulang”, walaupun rumah di sana jarang sekali mereka huni lebih dari sebulan.
Ilya tak berkeberatan berpindah-pindah. Hanya kalau berbicara soal teman, ia selalu bingung. Teman yang mana? Karena setiap kali ia menemukan teman baru, eh harus pindah lagi. Akibatnya, Ilya tidak punya teman dekat. Ia tidak bersekolah seperti anak-anak lain. Ilya belajar sendiri bersama Bunda. Homeschooling, istilahnya. (Gua Seribu Mata, Ary Nilandari, novel anak, Talikata 2011)

Flasback
Noaki mendesah. Keadaan di rumah jelas tak ada kaitannya dengan Keo. Noaki tidak ingat kapan mulainya. Rasanya sudah seumur hidup ia menimbun kemarahan. Keo baru sebulan ia kenal. Tetapi sejak muncul, anak itu seperti membuka sumbat kejengkelannya. Dari enam sahabatnya, hanya Seb yang memperhatikan itu sejak awal. Seminggu setelah sekolah dimulai, Seb datang ke rumah. Noaki belum sempat berganti seragam waktu itu.
“Aku mau menunjukkan sesuatu,” kata Seb.
Noaki mengerang. Apa lagi kali ini? Teori rekayasa genetik untuk menghasilkan pisang rasa stroberi? Atau kulit pisang yang tiba-tiba hidup dan mengejar Seb di siang bolong?
….….(dihilangkan)
Seb keluar sambil manyun. Sebelum pintu ditutupnya, Noaki masih mendengar Seb menggerutu, “Kalau kamu enggak mau kubantu, ya sudah. Aku bantu Keo saja.”
Napas Noaki tercekat. Ia melongok keluar. “Seb, kalau kamu bilang-bilang sama Keo soal sosis dan dolphin, aku enggak akan pernah bicara lagi sama kamu. Aku serius.”
“Maksudmu, sosie dan dopplegänger?” Seb memandangnya geli.
“Ya, itu maksudku.” Noaki melotot. “Apalagi kalau kamu bilang-bilang sama Keo soal bad luck dan jodoh! Kamu bukan temanku lagi.”
“Oh….” Seb menunduk.
Noaki menghela napas. Ia merasa sudah terlalu keras memarahi Seb. Seb hanya berniat membantunya. Entah membantu dengan cara apa, Noaki tak berminat mencari tahu. Dua tahun mengenal Seb, cukuplah untuk tahu kalau Seb bukan anak biasa. Jadi, apa pun yang dilakukannya juga bukan hal biasa. Noaki keluar dan menepuk bahu Seb.
….(dihilangkan)
Seb mengangguk dan melenggang keluar pagar. Di sana ia berhenti. “Noaki, kamu boleh enggak suka Keo. Tapi menurutku, Keo itu asyik. Aku mau bantu Keo biar betah di sini tapi enggak bikin kamu marah.” Lalu, wussh… Seb sudah berlari pulang. Jelas sekali tidak mau mendengar protes Noaki lagi.
Noaki mengerang pelan mengingat kejadian itu. Menyesal sekali waktu itu ia tidak menganggap serius niat Seb. Dan, lihat apa yang telah dilakukan anak itu dengan nilai Matematika Keo. Lihat apa akibatnya pada Keo! Ditambah masalah dengan Ajeng, si kembar, dan dia sendiri, tak heran Keo memutuskan untuk pindah. (Go Keo! No Noaki!, buku 2, Ary Nilandari, Kiddo 2014)
Monolog
Kudengar tawa Jia-Li dan seorang lelaki di paviliun ketika aku sampai di pintunya yang terbuka. Kakiku tertahan. Suara berat itu menggetarkan relung dadaku. Oh, apakah aku sudah tampak rapi dan cantik? Jia-Li begitu baik memberiku tunik baru dari sutera. Biru muda, warna laut kesukaanku. Serasi dengan celana panjang biru gelap pasangannya. Tetapi kenapa aku merasa seperti kucing dapur kehujanan. Rambut panjangku masih basah, tak ada waktu mengeringkannya. Tapi aku sudah menyisirnya bolak-balik. Apa lagi? Bagaimana wajahku? Terakhir memandang cermin sebelum ke sini, seorang gadis berusia 13 tahun menatap balik dengan matanya yang hitam besar. Wajahnya agak tirus dengan pipi pucat. Alis tebal nyaris saling bertaut. Hidung dan mulut mungil, sama sekali tidak meyakinkan. Bagaimana mungkin Huang dan Sika mengatakan aku cantik? Apa alasan Seif dan Liam menyatakan aku istimewa? (Gerbang 360o, Ary Nilandari, novel fantasi remaja, unpublished)

Dialog
Geotama mengintip dari geraian rambut di depan keningnya. Kini, delapan pasang mata itu menatapnya. Salah satu dari anak kembar malah menggeser kursi mendekat. Tahu-tahu tangan anak itu terjulur, hendak menyingkapkan rambutnya.
Geotama kaget, menarik kepala ke belakang. Tapi karena gerakan itu, rambutnya benar-benar tersingkap. Terdengar desah dan seruan kagum di sekitarnya. Ia buru-buru menunduk lagi. Ingin rasanya bisa menghilang saat ini. Masuk ke dalam lubang tambang yang dalam dan berliku. Bersembunyi dari orang-orang asing.
“Teton!”Profesor Azura menegur halus. “Geser lagi kursimu ke tempat semula. Lalu, perkenalkan dirimu dulu pada Geotama.”
“Baik, Prof.” Anak laki-laki itu memundurkan kursi. Lalu berdeham dan mulai memperkenalkan diri. “Namaku—eh, sebentar, bagaimana Profesor yakin aku Teton?”
“Kiowa tak akan sembarangan menyentuh orang!” seru anak perempuan berambut pendek sambil meleletkan lidah.
“Suara Kiowa tidak sember kayak kamu,” tambah anak perempuan berkuncir satu.
Teton mencibir. (Unimaginable, Uncommon Series for Kids, Ary Nilandari, unpublished)


Action/Reaction
Lalu telingaku menangkap teriakan-teriakan itu. Aku menoleh ke arah lereng bukit. Seorang bocah lelaki tampak berlari-lari mengejar seekor kambing. Tali yang mengikat leher kambing terulur di jalan, dan itulah yang coba diterkam si bocah. Beberapa kali anak itu jatuh, gagal menangkap ujung tali. Tapi ia bangkit dan berlari lagi. Si kambing tampak kelelahan dan melambat. Aku menahan napas. Terserap adegan aneh itu.
Kejadian selanjutnya membuatku berdiri tanpa sadar, sambil tercengang-cengang. Anak itu memungut ujung tali dan mengikatkannya pada pinggang sendiri. Lalu ia melompat ke punggung si kambing. Ya ampun!
Si kambing melompat-lompat marah. Si bocah berpegangan pada lehernya. Kambing terus berusaha menjatuhkan bebannya. Dan anak itu tertawa-tawa. Aih, bengalnya. Aku harus turun dan menegurnya. Tapi belum lagi aku bergerak, anak itu tergelincir dari punggung kambing. Binatang itu lari ke atas bukit,  membawa si anak bergelantungan, di perutnya.
…….(dihilangkan)
Aku melompat ke samping. Kesempatan bagi si kambing untuk berbalik arah secara tiba tiba dan kabur, menyeret  bocah itu. Jerit tangis anak manusia meningkahi embikan kambing yang panik.
…….(dihilangkan)
Bocah yang memandangku sambil menyeringai bandel ini? Yang di umur tujuh tahunan saja sudah menunjukkan tanda-tanda ketidakwarasan? Apalah namanya kalau bukan ketidakwarasan? Mengejar dan menunggangi kambing jelas bukan perilaku anak normal. Dan gara-gara bocah ini, aku terpaksa menggunakan kekuatan halusku. Kambing itu ....
“Whuaaa! Itu kambingku?” Anak itu berdiri dengan mata terbelalak. Dilompatinya aku yang bersimpuh menghalangi jalannya. Ia memeluk kambingnya dengan sayang. Tapi si kambing hanya berdiri mematung, secara harfiah, karena ia kini hanyalah patung batu berbentuk kambing.
“Kau apakan kambingku?” tuntutnya lagi dengan mata berapi-api.
Aku tertegun. Apa yang harus kukatakan?
Bocah itu semakin marah. Di luar dugaanku, ia kemudian berteriak-teriak meminta tolong. Suaranya dahsyat sekali. (Gerbang 360o, Ary Nilandari, novel fantasi remaja, unpublished)

Point of View





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...