PENGERTIAN BULLYING
Ada banyak pengertian bullying namun, untuk mempersempit makna bullying
yang terjadi di lingkungan sekolah (school bullying) adalah perilaku agresif
yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki
kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti
orang tersebut.
KATEGORI BULLYING
KATEGORI BULLYING
Adapun bentuk-bentuk bullying dapat dikategorikan menjadi 5 kelompok :
- Kontak
fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain).
- Kontak
verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs),
mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip).
- Perilaku
non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya
disertai oleh bullying fisik atau verbal).
- Perilaku
non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan
sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan
surat kaleng).
- Pelecehan
seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).
FAKTOR PENYEBAB BULLYING
Sebagian besar korban bullying
enggan menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai
kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus ini, yaitu
pihak sekolah dan orangtua. Korban cenderung merahasiakan bullying yang mereka
alami karena takut pelaku akan semakin mengintensifkan bullying kepada
mereka. Sehingga akibatnya, korban menganggap bullying merupakan hal yang
biasa. Sebagian pelaku bullying awalnya juga merupakan korban itu sendiri
sehingga baik pelaku dan korban bullying memiliki cara pandang yang berbeda.
Presepsi pelaku melakukan bullying karena :
Presepsi pelaku melakukan bullying karena :
- Tradisi
- Balas
dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki)
- Ingin
menunjukkan kekuasaan
- Marah
karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
- Mendapatkan
kepuasan (menurut korban perempuan)
- Iri
hati (menurut korban perempuan)
- Korban
juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena :
- Penampilan
menyolok
- Tidak
berperilaku dengan sesuai
- Perilaku
dianggap tidak sopan
- Tradisi
DAMPAK YANG DITIMBULKAN OLEH BULLYING
bullying kontak fisik langsung dapat berakibat pada
kesehatan fisik seperti sakit kepala, luka-luka bahkan yang paling ekstrim
berakibat kematian. Ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi
negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman,
terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi
ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak
berharga. Efek jangka panjang yang diakibatkan
BKKBN Kaji
Penyebab Kekerasan Pada Remaja
Metrotvnews.com,
Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan
mendorong pelaksanaan pengkajian terkait dengan penyebab terjadinya kekerasan
di kalangan remaja.
"Kami
akan memprovokasi dilakukannya pengkajian mengenai maraknya kekerasan di
kalangan remaja oleh lembaga penelitian, universitas, dan pihak terkait
lainnya," kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief di sela acara berbuka bersama
jurnalis di Jakarta, Rabu (8/8).
Sugiri
menyebutkan sejumlah kasus kekerasan yang melibatkan remaja salah satunya yang
tengah mencuat adalah kasus kekerasan pada masa orientasi di sekolah atau
bullying. "Kami Prihatin terhadap kasus kekerasan pada masa orientasi atau
perpeloncoan," ujarnya.
"Tujuan
masa orientasi adalah mengenalkan sekolah kepada para siswa baru. Namun,
kegiatan tersebut kemudian menimbulkan dampak negatif," katanya.
Sugiri
mengatakan bahwa ada beberapa kemungkinan penyebab terjadinya bullying di
sekolah, di antaranya melampiaskan dendam lama sebagai bagian dari tradisi
turun-temurun masa orientasi.
"Atau
bisa juga karena remaja pada masa sekarang ini banyak menonton tayangan yang
mengandung unsur kekerasan sehingga memengaruhi pembentukan karakter,"
katanya.
Bila sudah
ditemukan penyebabnya melalui hasil pengkajian, kata dia, solusi terbaik yang
tepat sasaran bisa segera diaplikasikan.
Selain itu,
kata Sugiri, sekolah juga perlu membuat aturan yang ketat agar kasus kekerasan
di sekolah tidak terulang kembali.
"Guru
harus ikut serta mengawasi termasuk ikut mencari penyebab dan pemicu terjadinya
kekerasan di kalangan remaja, baik di dalam maupun di luar sekolah,"
katanya.
Sugiri juga
menegaskan bahwa BKKBN siap melakukan pengkajian jika tidak ada pihak terkait
lainnya yang melakukan.(Ant/DNI)
Bila
Penyiksaan, Bullying, dan Teror Geng Menjadi Tradisi Murid Sekolah Kita
Fadhil
Hakkaputra, anak 15 tahun, bangga diterima di sekolah favorit SMAN 34 Jakarta
Selatan. Kebangga ini tak berlangsung lama, karena 4 bulan kemudian Fadhil
sudah menjadi korban kekerasan kakak kelasnya. Bermula dari permintaan para
kakak kelasnya agar dia masuk anggota geng Gesper. Fadhil tak bisa menolak
karena jika menolak akan dihajar babak belur oleh kakak kelasnya tersebut.
Seperti film action, setiap anggota baru geng Gesper dikumpulkan untuk mengikuti acara
penggemblengan fisik, yang diadakan setiap Jum'at, Fadhil dan teman-teman
seangkatannya diadu berkelahi satu lawan satu. Setiap anggota juga wajib
menyetor uang Rp. 6000,- per hari. Fadhil mendapat tugas sebagai debt collector anak kelas X, ia diberi target menyetor hingga ratusan ribu rupiah setiap
Jum'at.
Jika gagal memenuhi target, pukulan dan tendangan
menjadi hadiah. Siksaan fisik itu ia terima di kamar mandi sekolah. Para
penganiaya tidak pernah ketahuan guru karena mereka punya kode khusus jika ada
guru lewat. Andaikata ada guru yang agak tahu pun hal itu dianggap kenakalan
anak laki-laki biasa yang bisa diselesaikan mereka sendiri. Semula Fadhil masih
bisa bertahan menerima siksaan dengan melatih otot-ototnya untuk menahan rasa
sakit seperti suku Indian Apache, tapi akhirnya ia menyerah.
Ayahnya semula tidak menaruh curiga terhadap sang
anak. Namun, ia mulai curiga karena Fadhil sering meminta tambahan uang saku -
belakangan diketahui uang saku itu ia gunakan untuk menomboki kekurangan
setoran. Fadhil juga meminta bekal makanan yang banyak seperti orang kelaparan
dan pulang dengan baju kotor serta sobek-sobek. Kecurigaan sang ayah memuncak
ketikla 17 Agustus lalu Fadhil pulang dengan lengan bawah kiri patah. Sang anak
beralasan dia jatuh. Namun ayah Fadhil melihat hal yang agak ganjil. Patah
tulang itu ditambah bekas luka sundutan rokok. Ibu Fadhil mengecek ke sekolah,
dan Jum'at itu untuk ketiga kalinya ternyata Fadhil membolos karena takut
disiksa. Dia bersembunyi di rumah salah seorang temannya. Barulah kemudian
Fadhil berterus terang perihal siksaan yang diterimanya selama ini.
Sang ayah lalu minta pertanggung jawaban sekolah untuk
membongkar semua penganiayaan itu dan melaporkannya ke polisi. Sayang, kepala
sekolah tidak begitu tahu bahwa selama ini ada geng Gesper di sekolahnya yang
beranggotakan 250 orang dengan penganiayaan sadis yang dilakukan pada adik
kelas setiap hari.
Ternyata bukan hanya ini, April silam media massa
memberitakan penyiksaan yang dialami Adi Saputra, 18 tahun, siswa kelas 1 SMA
Pangudi Luhur Jakarta Selatan. Adi dipukuli dengan botol dan di intimidasi
kakak-kakak kelasnya karena menolak memata-matai teman-teman sekelasnya. Ia
bahkan pernah ditelanjangi dan disuduti rokok di salah satu toilet sekolah yang
disebut sebagai kamar eksekusi. Berbeda dengan teman-temannya yang memilih
bungkam dan pindah sekolah, Adi bercerita pada orangtuanya dan melapor ke polisi.
Kasus di SMAN 34 Jakarta Selatan itu bukan kasus
pertama. Sebelumnya ada Franky Edward Damar di SMK Pelayaran Maritim Surabaya,
yang tewas saat mengikuti masa orientasi sekolah (MOS). Sebelumnya lagi, tiga
siswa SMPN 8 Tegal dianiaya kepala sekolahnya. Malah di SD Santa Maria
Immaculata Pondok Bambu Duren Sawit Jakarta Timur, Edo Rinaldo, bocah 8 tahun
tewas di keroyok kakak-kakak kelasnya. Dan kita tentu saja masih terhenyak
dengan kasus termasyhur, Clif Muntu, siswa taruna IPDN yang tewas mengenaskan dianiaya
paraseniornya yang akhirnya tidak menerima hukuman yang pantas dalam
pengadilan.
Bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan
seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan
dirinya dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu
atau membuat dia tertekan. Dalam kasus-kasus dari halaman sekolah di atas, bullying adalah kekerasan fisik dan mental yang dilakukan secara tersembunyi dan
berjangka panjang oleh para siswa senior pada siswa yuniornya yang tidak
berdaya dan tidak berani melapor karena ancaman terus menerus.
Fenomena bullying dulu dan
sekarang
Apakah fenomena bullying baru terjadi
akhir-akhir ini saja? Tentu saja tidak. Kita semua menyadari bahwa fenomena ini
telah ada di institusi pendidikan sejak puluhan tahun yang lalu.
Mengapa bullying di sekolah-sekolah sekarang menjadi sangat mengerikan
sampai dengan luka berat dan kematian? Apa yang salah
dengan dunia pendidikan kita khususnya hubungan dan pengawasan guru - orangtua
murid? Yang pertama mungkin dari segi si anak murid sendiri. Anak-anak belasan
tahun itu sedang dalam masa pubertas, masa mencari identitas diri. Masa dimana
sangat dibutuhkan contoh, panutan, simbol ideal untuk pembentukan eksistensi
diri. Heroisme, sadisme, kehidupan geng-geng seperti Yakuza dan Mafia,
eksploitasi seksual, gaya hidup vulgar bebas tanpa norma yang bisa dilihat tiap
hari dalam film-film barat maupun sinetron Indonesia di berbagai TV merupakan
contoh yang ditelan mentah-mentah. Kedua, contoh perilaku orang dewasa yang
sangat mencolok tiap hari seperti karikatur Oom Pasikom di Koran Kompas. Bentak sang
Bapak: "Mau sekolah apa mau jadi gangster? Siapa yang ngajarin?" lalu
si anak menjawab dengan kalem: "Bapak! korupsi, ngrampok uang rakyat, jual
beli hukum, adu jotos di DPR, bentrok antar aparat, kasus HAM, bentrok Satpol
PP dan rakyat miskin yang tergusur dan sebagainya". Bukankah kita para
orang dewasa tak pernah berfikir bahwa ini semua adalah contoh bagus yang masuk
di benak unconscious (bawah sadar) murid-murid belasan tahun itu untuk kemudian dipraktekkan
pada teman-temannya yang lemah? Menginjak lengan sampai patah atau menelanjangu
adik kelas lalu menyilet atau menyunduti dengan rokok bukankah mirip dialam
Pius dan kawan-kawan dari para penculiknya di Zaman Suharto?
Gangguan Tingkah Laku Agresif
Berkelompok (Sosiopatik) Masa Puber
Dalam khazanah psikiatri, pada anak-anak belasan tahun
bisa timbul Gangguan Tingkah Laku Agresif Berkelompok dan Gangguan Tingkah Laku
Agresif Tidak Berkelompok. Ditandai dengan perilaku melanggar norma sosial
tanpa perasaan bersalah, mencuri dan merampok, mengganggu orang, menganiaya
yang lemah, melakukan hubungan seks dengan mudah, melawan orangtua dan guru,
sudah coba-coba menggunakan Napza atau berjudi, dan tindak kriminal lainnya.
Pada yang tidak berkelompok, perilaku agresif merusak
itu dikerjakan sendiri atau waktu dia sendirian. Sedangkan pada yang
berkelompok perilaku agresif itu selalu dikerjakan berkelompok atau sewaktu ia
berada bersama-sama kelompoknya. Bila sendirian
anak itu tidak pernah melakukan hal itu.
Psikolog Stanley Milgram dalam eksperimennya
mengemukakan bahwa siswa/mahasiswa bisa melakukan kekejaman di luar batas
selama ia merasa dirinya bukan yang bertanggung jawab atas perbuatannya itu,
tapi kelompoknya. Itulah yang terjadi pada penganiayaan sadis dari Geng Gasper
(di SMAN 34 Jakarta), Perpeloncoan (MOS), atau tradisi SMA Pangudi Luhur Smack Down, kelompok
eksekutor di IPDN dan lain sebagainya.
Gangguan Tingkah Laku Agresif pada usia
remaja merupakan benih dan cikal bakal Gangguan Kepribadian Antisosial
(Dissosial) pada usia dewasa (18 tahun ke atas), yang secara klasik disebut "psikopat" (sosiopatik). Tingkah laku
tak peduli norma-norma sosial, penganiayaan istri dan anak-anak, memperkosa,
pembunuhan sadis, perampokan, korupsi besar-besaran uang rakyat, perjudian,
mengedarkan narkoba, kriminal lain yang semuanya dikerjakan tanpa rasa
bersalah, adalah ciri gangguan kepribadian ini yang sebagaina besar memenuhi
penjara.
Meski termasuk gangguan jiwa (mental dan perilaku)
namun mereka tidak kebal hukum karena jumlahnya terlalu banyak. Mereka memang
dilahirkan untuk "meramaikan dunia" karena jumlahnya lebih besar dari
jumlah polisi di dunia.
Maka di Amerika hukumannya hanya satu, yatu
"kursi listrik". Kita saat ini tidak pernah menyadari bahwa para
penganiaya sadis di sekolah itu bila tidak ditangani secara kuat maka akan
berkembang menjadi gangguan perilaku (yang lebih mengerikan dari
"kegilaan") ini pada usia di atas 18 tahun.
Mengapa Terjadi Bullying dan Siapa yang Bertanggung Jawab?
Siapakah yang bertanggung jawab terhadap timbulnya
GANGGUAN TINGKAH LAKU AGRESIF pada murid sekolah ini? Faktor utama yang
berpengaruh adalah pengasuhan dan perkembangan mental sejak masa anak
(baca:TK,SD). Tentu, tidak bisa lain, orangtua memegang peran sentral. Orangtua
harus mendidik dan memberi contoh nilai-nilai moral, budi pekerti, watak
ksatria, kejujuran dan tanggung jawab. Menjadi super ego, anak yang menentukan
pembentukan ego-nya sehingga anak bisa memilih contoh positif atau negatif
dalam kehidupan sehari-hari pada usia remajanya. Itu berarti harus ada hubungan erat dan komunikasi antara orangtua,
khususnya bapak dengan anak laki-laki sejak anak sampai usia
dewasa muda. Bila tidak, anak laki-laki tidak bisa mengidentifikasi figir bapak
sehingga mencari simbol "heroisme" nya dari tokoh-tokoh berwibawa
namun sadis dari kehidupan nyata maupun film dan bacaan.
Maka dalam kehidupan di sekolah, tentu bukan masalah
gampang untuk menghilangkan bullying mengingat adanya faktor-faktor pubertas pada masa
remaja ini, krisis identitas, pencarian figur-figur, terbentuknya peer, faktor
keluarga, anak kos (jauh dari orangtua), lingkungan sosial dan lain-lain.
Tanggung jawab tidak bisa ditimpakan sepenuhnya pada
para guru dan pengurus sekolah semata, karena orangtua dan lingkungan sosialpun
berpengaruh untuk timbulnya perilaku agresif.
Pengawasan guru dan pengurus sekolah hanya terbatas
pada jam pelajaran di sekolah. Mungkin kesalahan guru adalah tidak pekanya
terhadap perilaku murid-muridnya di luar kelas pada jam sekolah. Bila guru-guru
BP (BK) yang tela ada di tiap sekolah menjalankan tugasnya dengan baik, artinya
peka terhadap segala perilaku murid-muridnya dan kejadian agak aneh di sekolah,
pastilah penyiksaan ala penculik-penculik di Zaman Shartodi kamar mandi sekolah
tiap hari itu tidak akan terjadi, demikian pula adu "gladiator"
setiap Jum'at.
Adalah kesalahan guru pula bila todak menanggapi
serius laporan murid-murid yang teraniaya, atau menganggap hal itu hanyalah
"kenakalan anak" biasa yang bisa diselesaikan di antara mereka
sendiri.
Upaya dan Strategi Sekolah Menanggulangi
Kekerasan
Kekerasan di sekolah umumnya disebabkan karena
kurangnya kesetiakawanan dan kerjasama diaNtara siswa. Bila dilihat fungsi sekolah selain sebagai tempat pendidikan ilmu juga
sebagai tempat pendidikan perilaku, guru memang berperan utama karena
merupakan agen pelaksana semua kebijakan sekolah yang langsung berhadapan
dengan murid. Para pamong bisa menyediakan diri sebagai konselor, tidak hanya
dilimpahkan pada guru BP (BK), guru juga menjadi social support. Sekolah harus mempunyai mekanisme penyelesaian kasus kekerasan dan bullying, seperti
membuat bentuk penalti non fisik atau sanksi seperti menarik hak-hak atau
fasilitas istimewa murid umumnya atau skorsing dan pemecatan. Meniru kasus
narkoba, tiga kali peringatan sekolah pada murid bila masih tetap menggunakan
narkoba akan dikeluarkan. Kurikulum sekolah harus lebih berorientasi pada budi
pekerti dan solidaritas sosial.
Anak-anak harus diajarkan bagaimana
saling membantu antar teman dengan kasih sayang, persahabatan, dan
persaudaraan, bukannya saling menyakiti atau mencelakakan. Lapar haus
bersama-sama dan makan dengan senang bersama-sama pula. Ajarkan langsung kepada
siswa tentang dasar azas kepramukaan bahwa Pandu itu setia, berwatak ksatria,
jujur dan bersahaja, bisa dipercaya, siap menolong dan wajib berjasa.
Sarlito Wirawan Sawono mengajukan metoda psikologi
dari Durkhem dan Milgram, Reinforcement method. Kembalikan
segalanya pada norma. Para penegak norma harus berfungsi maksimal kembali.
Galakkan razia tas untuk mencari senjata tajam atau narkoba. Cegah alumni yang
tidak jelas tujuannya mempengaruhi murid yang masih sekolah. Skors murid-murid
yang melanggar hukum sekolah dan sebagainya. Metode ini dipraktekan dengan amat
berhasildi Singapura, Malaysia dan Cina.
Adakan pelatihan (workshop) yang bertema
"Penanggulangan Perilaku Agresif Sosiopatik dan Bullying di
Sekolah". Sebagai peserta adalah para guru umum, guru BP (BK),
Kepala Sekolah, wakil-wakil siswa SMP dan SMA yang akan menjadi anggota Satgas
anti kekerasan. Ikutkan juga kesaksian para orang tua, siswa-siswa korban
bullying maupun mantan pelaku bullying. Adakan narasumber guru yang mengajarkan
pembentukan budi pekerti yang pas untuk anti kekerasan. Narasumber pelatih
pembina pramuka profesional. Narasumber lain adalah dosen pendidikan,
psikolog, psikiater khusus, kepolisian Polda/Poltabes, dan ahli agama.
Sumber: Refleksi Psikiatrik masalah-masah Kesehatan
Jiwa oleh Inu Wicaksana (psikiatri, penulis dan pembicara dalam
seminar-seminar), penerbit Kanisius Yogyakarta.



Komentar
Posting Komentar