Dee aku sangat menyukai buku mu yang Aroma Karsa, kau berhasil mengartikulasikan sensor penciuman yang detail, namun mudah dipahami sekaligus menantang untuk dibayangkan. Pembaca akan menemui beraneka komponen molekuler seperti disodium tetraborat, putresin, amonia, feromon, tiol, benzoin siam, metil butirat, dll. Ada pula berbagai macam komposisi parfum yang dapat mengusik rasa penasaran dari hidung pembaca seperti ambergis, akar orris, kesturi, kayu angsana, corroway seed, bergamot, spearmint, dll. Dee juga menghadirkan tiga bab yang berisi kisah Jati berlatih meracik parfum di Grasse Institute of Perfumery. Grasse merupakan sebuah kota di Prancis yang benar-benar dikenal sebagai ibu kota parfum dunia sejak abad ke-18. Tiga bab tersebut adalah salah satu bagian Aroma Karsa yang paling menyenangkan untuk dibaca.
Selepas konflik antara Jati dan Suma berangsur mereda, sebuah keyakinan tumbuh di antara mereka berdua, keyakinan bahwa mereka tidak berbeda. Indra penciuman Suma sama spesialnya dengan hidung tikus si Jati. Namun alih-alih melihatnya sebagai sebuah bakat, Suma dan sang ibu telah lama mempercayai bahwa sensitivitasnya terhadap aroma dan bau adalah sebuah penyakit. Ketika kecil, dokter mendiagnosis kondisinya sebagai hiperosmia. Suma hampir diterbangkan ke Jepang untuk menjalani operasi saraf sebelum akhirnya dokter mengobatinya dengan pendekatan kasus kakosmia. Kakosmia adalah kelainan penciuman yang mengakibatkan segala bau, sedap atau tidak, menjadi luar biasa memuakkan. Beberapa pengidap kakosmia berhasil disembuhkan dengan obat epilepsi. Obat itulah yang kemudian dikonsumsi bertahun-tahun lamanya oleh Suma untuk “mematikan” olfaktorinya.
“Kamu nekat, sih,” sahut Suma gemas. “Sudah kubilang, kan? Badanmu sehat. Kamu cari penyakit kalau minum obatku sembarangan.”“Obat ini berefek pada penciumanmu juga. Makanya kamu harus berhenti.”“Tapi, kita beda. Kalau aku berhenti, aku bakal balik lagi kayak dulu….”“Kita sama.”
Baca Juga: ‘Kutukan’ Olfaktori dalam Aroma Karsa
Jati memerintahkan Suma untuk berhenti mengonsumsi obat dan mulai melatihnya untuk mengasah kepekaan indra penciumannya. Proses ini merupakan hal yang berat bagi Suma, namun ia bertekad tidak menyerah. Ia ingin hidup normal dan memiliki penciuman yang kuat dan tajam seperti Jati. Ujian terekstrim yang harus dilalui Suma mengantarkan dirinya ke Bantar Gebang. Di puncak tumpukan beragam rupa sampah yang sudah sangat dikenal Jati, ia memaksa Suma untuk mengenali spektrum aroma, memilah satu demi satu bau ke radar penciumannya dan menyimpannya ke dalam memori. Sejak saat itulah hubungan Jati dan Suma bergulir mulus. Layaknya ungkapan “dari benci jadi cinta”, Suma berbalik terpikat kepada Jati dan demikian pula sebaliknya.
Dimensi Magis dan Dongeng Turun-Temurun
“Aku tidak bisa merestui tindakanmu. Tapi, aku juga tahu aku tidak bisa menghalangimu. Kalau kamu berhasil melalui semua ini, kalau kamu berhasil lepas sepenuhnya dari obatmu, kamu akan kuberangkatkan mencari Puspa Karsa.”
Ucapan sang ibu, Raras Prayagung, itulah yang juga menjadi motivasi Suma untuk sembuh. Sejak kecil, Suma telah mendengar kisah Puspa Karsa dari ibunya. Ia menjadi orang yang dipercaya akan menemukan tanaman misterius itu di tengah hutan belantara. Begitu pula halnya dengan Raras, ia telah hafal cerita Puspa Karsa yang selalu didongengkan oleh neneknya, Janirah Prayagung, sejak ia kecil. Janirah adalah seorang anak abdi dalem keraton yang kemudian melahirkan Kemara dari tangan dinginnya. Saat sekarat, Janirah berkata kepada Raras bahwa Puspa Karsa bukanlah suatu dongeng. Ia juga mengutus cucunya itu untuk dapat menemukan Puspa Karsa. “Sebelum ‘di mana’, kamu harus temukan ‘siapa’. Ke hidung orang yang tepat, Puspa Karsa akan menampakkan diri.” Begitu pesan terakhir dari Janirah.
Kisah cinta Jati dan Suma memang menarik. Namun saya dapat yakin bahwa Dee tak ingin pembaca hanya semata-mata larut dalam kisah romansa Jati dan Suma saja. Selain seluk-beluk dunia olfaktori, boleh dikatakan bahwa kisah Puspa Karsa adalah inti dari Aroma Karsa. Mulai dari bab berjudul “Mahesa Guning”, pembaca berangsur-angsur akan diajak larut dalam dimensi berbeda yang berisi petualangan menuju tanah yang tak nyata.
Dalang dari itu semua tentunya adalah Raras Prayagung. Setelah gagal dengan Ekspedisi Puspa Karsa pertama, ia kembali menyusun ekspedisi kedua dengan lebih cermat dan matang. Ia melibatkan arkeolog, ahli taksonomi botani, hingga kapten militer. Satu hal yang semakin meyakinkan Raras bahwa misi lanjutannya akan berhasil adalah keberadaan Jati Wesi.
Bagi saya, membaca separuh akhir Aroma Karsa adalah pengalaman yang tak kalah luar biasanya. Kemampuan Dee dalam menciptakan dunia magis berlatarkan Gunung Lawu, berikut dengan segala kisah bak dongeng, mitos dan legenda adalah hal yang epik. Saya tidak ingin bercerita banyak tentang bagian ini karena misteri Dwarapala dan Alas Kalingga harus disibakkan sendiri oleh para pembacanya. Yang jelas, melalui aroma, Dee berhasil mewujudkan sebuah kekuatan seperti yang dinyatakan Mandy Aftel dalam buku Fragrant: The Secret Life of Scent bahwa, “Aromas are a magic carpet we can ride to hidden worlds, not only to other times and places but deep within ourselves, beneath the surface of daily life.”
Dee juga berhasil menutup Aroma Karsa dengan sempurna. Beragam pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak pembaca, termasuk di antaranya mengenai apa sebenarnya Puspa Karsa, tempat seperti apakah Dwarapala itu, siapa sesungguhnya Jati Wesi dan Tanaya Suma, serta fakta-fakta yang berusaha ditutupi Raras Prayagung akan terjawab melalui jalinan cerita yang rumit, namun rapi dan apik.
Ada sebagian orang yang menggemari happy ending, namun tak sedikit pula yang menghendaki sad ending. Aroma Karsa menjembatani keduanya. Ia berakhir manis sekaligus mendebarkan, seakan membuka pertanyaan dan peluang mengenai akankah Aroma Karsa berlanjut ke seri kedua?
Riset Tak Kalah dengan Supernova
Aroma Karsa mungkin menjadi kali pertama Dee membeberkan dokumentasi proses riset bukunya dengan cukup detail. Melalui akun Instagramnya, Dee secara berkala mengunggah foto dan cerita di balik proses kreatif menciptakan manuskrip Aroma Karsa.
Pertama, Dee membeberkan referensi pustaka yang dibacanya. Penciuman, parfum dan anggrek adalah tiga tema yang banyak digali Dee. Sejumlah judul buku karangan Mandy Aftel, artisan perfumer asal Amerika, seperti Essence & Alchemy, Scent & Sensibilities, dan Fragrant: The Secret Life of Scent masuk ke dalam daftar referensi tersebut. Mandy Aftel yang merupakan pendiri Afterlier Perfumes ini merupakan sosok yang sangat disegani di dunia parfum. Passion Mandy Aftel kepada aroma mengantarkannya percaya bahwa, “Every scent has a cultural history, special uses, maybe even a myth or a superstition attached. Aromatic materials give us richer, more exciting experiences—we weave them into our history.” Deskripsi aroma yang tampil begitu mengasyikkan, menggugah, plus bertabur bumbu sejarah sepertinya banyak dipelajari Dee melalui buku-buku Aftel.
Buku-buku lain yang juga dibaca Dee adalah The Secret of Scent, The Emperor of Scent, What the Nose Knows, A Natural History of The Senses, Parfume: The Story of a Murderer dan masih banyak lagi. Semuanya ditulis oleh kritikus parfum, naturalis, smell scientist hingga neuroscientist yang juga tergila-gila pada aroma. Dee turut berlatih meracik parfum dengan mengikuti sebuah kursus di Singapura yang terafiliasi langsung dengan institut parfumery di Prancis. Selain itu, ia juga mewawancarai Darwyn Tse, peracik parfum artisan di Jakarta untuk lebih mendalami profesi ini.
Disadur dari berbagai sumber.
Disadur dari berbagai sumber.
Komentar
Posting Komentar