Mengajar
matematika di sekolah inklusi tidak bisa dibilang mudah. Seorang guru di SDN 3
Lape Hadiatollah merasakannya. Sebagai penyelenggara sekolah inklusi, SDN 3
Lape memiliki siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) sebanyak 94 orang termasuk
didalamnya terdapat siswa ABK penyandang tuna rungu.
Wanita kelahiran
Taliwang, 10 Agustus 1971 ini menemukan ide membuat metode pembelajaran numerasi di kelas awal. Hadiatollah
mengungkapkan dalam proses mengajar anak dengan kebutuhan khusus diperlukan
perhatian maksimal. Begitupun media pembelajaran harus disesuaikan dengan
kebutuhan anak.
Metode
pembelajaran matematika kelas awal yang dikembangkannya adalah kait angka.
Dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan sederhana yang ada di sekitar seperti
keping compact disc (CD) bekas, lem,
gunting, kertas, renda emas, paku payung, benang wol dan penjepit rambut. Kait
angka memudahkan anak menentukan letak angka dalam bilangan dan menyebut nama
bilangan.
Dengan media
yang sama, Hadiatollah sebagai Fasda Guru BAIK, juga mengembangkan GEMA (geser
maju mundur angka) sebagai media pembelajaran matematika terutama kelas awal
khusus untuk siswa ABK. Dalam mengajar, Hadiatollah menggunakan bahasa bibir
atau gerakan bibir.
“Menemukan solusi
lokal untuk masalah lokal melalui Kait angka dan GEMA berhasil mengantarkan
saya sebagai Juara 1 kategori Inklusi dalam Lomba Inovasi Pembelajaran tahun
2018 tingkat Provinsi NTB,” demikian tutup Hadiatollah.
Baca juga di Buletin Rabasa Bappeda Sumbawa Edisi 1.
Komentar
Posting Komentar