Lalu Lepang Kuning
Nur Baidha
Pada zaman dahulu di sebuah desa hiduplah
sepasang suami isteri. Mereka hidup dalam keadaan rukun dan damai. Hasil sawah
dan ladangnya melimpah ruah dan hidup dalam serba berkecukupan. Namun semua
kekayaan dan kemewahan yang dimiliki tindaklah membahagiankan hati mereka,
karena setelah sekian lama menikah belum juga dikarunia seorang anak. Kini 20
tahun sudah mereka berumah tangga.
Setiap saat mereka berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
agar dikarunia seorang anak. Namun sekian lama sudah doa dipanjatkan belum juga
dikabulkan. Walaupun demikian mereka berdua tidak pernah berputus asa. Pada
suatu hari mereka memohon kepada Allah SWT dengan perasaan syahdu tulus dan
ikhlas agar mereka dikaruniakan seorang anak. Bagaimanapun bentuk dan rupa anak
yang akan dikaruniai akan diterima dengan senang hati, meskipun sekirahnya anak
itu nanti wajah dan rupanya seperti katak. Dalam kekhusukan berdoa tersebut
tiba-tiba terdengarlah petir menyambar, angin bertiup kencang sehingga mereka
menjadi ketakutan. Tetapi dalam ketakutan itu mereka berdua berpikir mungkin
petir dan angin itu merupakan pertanda bahwa doa mereka dikabulkan.
Hari berganti hari minggu berganti minggu ternyata ada perubahan pada sang
isteri, yaitu merasa bahwa dirinya hamil. Gembira hati kedua suami ister itu karena berarti delapa atau sembilan bulan lagi
mereka akan dapat menggendong bayi.
Setelah usia kandunga sang isteri berumur tujuh bulan,
seperti biasanya setiap orang Bugis pada kehamilan anak pertama itu mereka mengadakan Upacara Biso Tian yang
dilaksanakan untuk memohon berkah dan keselamatan ibu yang sedang hamil dan anak yang
sedang hamil dan anak yang sedang dalam kandungan. Sekitar dua bulan lebih
tibahlah saat melahirkan maka untuk membantu persalinan dipanggilan dukun beranak
di desa itu. Betapa kagetnya sang dukun beranak keteka melihat anak yang
dilahirkan dalambentuk atau rupa seekor katak.Namun bayi yang baru lahir itu
tetap diperlakukan sebagaimana anak bayi biasa. Setelah selesai dimandikan bayi tersebut
diberikan kepada ibunya. Melihat anaknya dalam bentuk dan rupa persis seekor
katak kedua suami isteri itu tidak menampakkan kekecewaan bahkan sangat
menyayangi anak bayinya itu. Itu berarti bahwa mereka berdua menerima kehadiran
bayi itu dengan tulus sebagai suatu karunia dari Allah SWT.
Dari tahun ke tahun anak itu diasuh kedua orangtuanya
sehingga sampailah kepada usia belasan tahun. Setelah anak itu besar dengan
bangga mereka memberi nama untuk anaknya itu dengan nama lalu lepang kuning.
Dari waktu ke waktu anak tersebut tumbuh dan berkembang menjadi anak remaja.
Sebagaimana layaknya manusia biasa, Lalu Lepang Kuning memiliki perasaan yang
sama ada keinginan untuk bergaul dan berteman, ada keinginan untuk memiliki
sesuatu, ada keinginan, untuk bermain- main, ada keinginan lainnya.
Di desa tempat tinggalnya Lalu Lepang Kuning terdapat tujuh orang gadis
yang sangat cantik. Ketujuh orang gadis tersebut terkenal dengan sebutan dadara
pitu. Dadara pitu merupakan tujuh orang bersaudara. Kecantikannya yang luar
biasa menyebabkan banyak pemuda tergila-gila mendambakan untukmenyunting salah
seorang di antarnya. Termasuk di antara pemuda dan remaja itu adalah Lalu
Lepang Kuning. Siang dan malam Lalu Lepang Kuning memendam perasaannya, ada
keinginan yang kuat untuk menyunting salah satunya untuk menjadi isteri. Tak
kuasaia melawan kehendak hati dan jiwanya, meskipun didasari juga olehnya bahwa
dirinya tak pantas utnuk menjadi suami dari gadis yang sangat cantik itu.
Pada suatu hari Lalu Lepang Kuning termenung dan gelisah menghayati
gejolakbatinya yang kian kuat. Kegelisaan yang tampak pada diri Lalu Lepang
Kuning tidak luput dari perhatian kedua orangtuanya. Kedua orangtunya
menanyakan kepada Lalu Lepang Kuning tentang apa yang membuatnya tampak
gelisah. Akhirnya Lalu Lepang Kuning menyampaikan segala perasaan dan
harapannya kepada kedua orangtunya. Harapannya itu adalah agar kedua orangtua
datang melamar salah dari dadara pitu itu. Betapa kaget kedua orangtua
Lalu Lepang Kuning mendengar segala perasaan dan harapan anaknya. Selama
ini segala sesuatu yang diminta oleh Lalu Lepang Kuning selalu dapat
dipenuhinya. Semua itu karena rasa cinta kedua orangtua yang sangat mendalam
kepada anaknya. Tetapi mrnghadapi permintaan yang satu ini sungguh merupakah
suatu hal yang mustahil. Disadari oleh orangtua itu bahwa Lalu Lepang Kuning
yang bentuknya seperti katak sangat tidak pantas untuk mempersunting Dadara
Pitu yang itu.
Rasa cinta yang mendalam kepada anak satu-satunya
menyebabkan kedua orangtua akhirnya mau memenuhi keinginan Lalu Lepang Kuning.
Rencana untuk melamar dimantangkan sudah. Segala sesuatu dipersiapkan berupa
barang-barang yang biasanya akan diserahkah nantinya kepada pihak wanita. Siapa
tahu lamarannya diterima berarti perkawinan akan dapat segera dilangsungkan.
Melihat kedua orangtuanya bersedia untuk melamar Dadara Pitu, gembira dan
senanglah hati Lalu Lepang Kuning. Wajahnya tidak murung lagi, karena ada
harapan akan mempersunting gadis yang sangat cantik di antara Dadara Pitu itu.
Setelah segala sesuatunya dimusyawarahkan maka diputuskanlah untuk segera
melaksanakan lamaran.
Pada suatu hari yang telah ditentukan pergilah kedua
orangtua Lalu Lepang Kuning ke rumah Dadara Pitu untuk melamar. Mereka berdua menemui kedua
orang tua Dadara Pitu. Segerahlah mereka berdua mengutarakan maksudnya yaitu
melamar anak yang pertama atau anak sulung di antara Dadara Pitu itu untuk di
persuntingkan oleh Lalu Lepang Kuning. Kedua orangtua Dadara Pitu nampaknya
agak sulit untuk menerima lamaran itu, namun mereka memanggil juga anaknya yang
sulung untuk menanyakan kesediaannya. Tetapi apa yang terjadi, mendengar bahwa
dirinya dilamar oleh Lalu Lepang Kuning maka marahlah gadis itu dan bahkah
mencaci maki kedua orangtua Lalu Lepang Kuning.
“Siapa mau dipersuntingkan oleh orang yang bentuk dan rupanya
seperti katak itu. Aku tidak mau,sungguh tidak pantas rasanya aku yang cantik
jelita ini akan menjadi isteri seekor katak. Pulanglan dan tidak usah
mengaharap lagi”, kata gadis itu. Mendengar cacian dan hinaan dari gadis itu,
kedua orangtua Lalu Lepang Kuning hanya bisa bersabar.Mereka tidak merasa marah
sedikitpun, disadarinya bahwa itu merupakan suratan tangan keluarga khususnya
anaknya. Maka sesuai janjinya dahulu ketika mereka mendoakan untuk memperoleh
anak, walaupun anaknya akan seperti katak akan tetap diterima. Janji ini tetap
dipegang teguh oleh mereka.
“Baiklah kalau demikian. Sebelum kami berdua meningglkan
tempat yang mulia ini, kami mohon maaf atas kelancangan kami. Selanjutnya kami
permisi”, kata ayah Lalu Lepang Kuning dengan sikap yang ramah dan sopan.
Lalu Lepang Kuning sudah tidak sabar menunggu kembalinya kedua orangtunya
dari rumah Dadara Pitu. Pandangan matanya tertuju terus ke halaman depan
rumahnya. Begitu kedua orangtunya datang, Lalu Lepang Kuning melompat-lompat
kegirangan. Setelah kedua orangtuanya menyampaikan bahwa lamarannya ditolak,
Lalu Lepang Kuning hanya tersenyum. Harapan masih ada pikir Lalu lepang Kuning,
maka dimintalah agar kedua orangtuanya melaksanakan lamaran berikutnya untuk
anak yang kedua di antara Dadara Pitu.
Sebenarnya orangtua Lalu Lepang Kuning sudah merasa malu
untuk pergi melamar lagi. Tetapi desakan Lalu Lepang Kuning anaknya dan rasa
kasih mereka akhirnya lamaran kedua dilaksanakan. Hasilnya sudah dibayangkan,
ternyata mereka mendapat kecaman dan caci maki yang lebih pedas lagi dari anak
gadis kedua. Lamaran ditolak. Maka segeralah
kedua orangtua Lalu Lepang Kuning berpamitan. Setibahnya di rumah,
segerahlah hasilnya disampaikan kepada anaknya. Mengetahui lamarannya ditolak
lagi, Lalu Lepang Kuning hanya tersenyum, tetapi keinginannya semakin besar
untuk dapat mempersunting salah satu diantara Dadara Pitu. Maka Lalu Lepang
Kuning kembali merayu orangtuanya untnuk melamar gadis yang ketiga. Lamaran
dilaksanakan dan hasilnya sama tidak ada bedanya bahkan kedua orangtua Lalu
Lepang Kuning mendapat caci maki dan hinaan yang hampir-hampir tak
tertanggungkan.
Singkat cerita sampai dengan lamaran untuk gadis yang
keenam seluruhnya ditolak mentah-mentah. Apalagi tersebar berita di seluruh
desa bahwa Lalu Lepang Kuning melamar Dadara Pitu, dan lamaran selalu ditolak.
Berita melamar itu akhirnya menjadi gunjingan setiap orang. Ada yang mengatakan
bahwa keluarga Lalu Lepang Kuning benar-benar tidak tahu malu, tidak tahu diri,
tidakdapat menempatkan diri. Tahu bahwa anaknya berupa seekor katak mengapa
pula memberanikan diri melamar gadis cantik. Manusia yang tampan pun belum
tentu mendapat tempat di hati Dadara Pitu tersebut. Dari kalangan orangtua
Dadara Pitu beserta seluruh keluarganya merasa seolah-olah harkat dan
martabatnya dilecehkan dan dilanjutkan karena berkali-kali Lalu Lepang Kuning
datang melamar. Semestinya setelah lamarannya ditolak Lalu Lepang Kuning dan
kedua orangtuanya tidak lagi untuk datang melamar.
Lalu Lepang Kuning memang sosok yang tidak mudah putus
asa. Masih ada satu harapan tersisa, yaitu melamar gadis yang ketujuh.
Dikemukakannya harapan itu kepada kedua orangtuanya. Kedua orangtunya yang
sangat mencintainya tidak dapat menolak selain mereka memenuhi saja harapan
Lalu Lepang Kuning anak satu-satunya itu. Cinta kepada anak memang
segala-galanya bagi orangtua Lalu Lepang Kuning. Sulit ditemukan orangtua yang
seperti itu. Mereka mampu mendobrak perasaan putus asa, mendobrak rasamalu,
mendobrak segala keraguan yang ada. Mereka berprinsip, manusia ditakdirkan untuk
melaksanakan usaha dan berjuang, dan Tuhanlah yang akan menentukan hasilnya.
Tuhanlah yang memegang kendali hati manusia, maka dengan prinsip itu mereka
sepakat untuk melaksanakan lamaran yang ketujuh si gadis bungsu di antara
Dadara Pitu yang terkenal itu.
Perjalanan terakhir ini tidak lupa diiringi doa oleh Lalu
Lepang Kuning. Dia berdoa kepada Tuha bahwa kedua orangtuanya telah menunjukkan
rasa cinta dan tanggungjawab yang luar biasa kepada dirinya sebagai anak. Maka
berikanlah mereka kekuatan dan kelapangan dalam berusaha terutama dalam lamaran
ini. Demikian antara lain isi doa Lalu Lepang Kuning. Kedua orangtua Lalu
Lepang Kuning telah sampai ke rumah Dadara Pitu. Maka segeralah lamaran itu
diutarakan.
“Kembali kami mohon maaf atas kelancangan kami ini. Kami
tahu bahwa anak kami Lalu Lepang Kuning sangat tidak pantas untuk menjadi
menantu dalam keluarga ini dan tidak pantas untuk mempersungting dadara pitu.
Tetapi ijinkan kami untuk yang terakhir kalinya. Kami datang membawa lamaran
yang terakhir untuk gadis yang bungsu”, kata ayah Lalu Lepang Kuning.
Segerahlah orangtua dari Dadara Pitu memanggil anaknya
yang terakhir yang paling muda usianya. Datanglah gadis itu bersimpuh di dekat
kedua orangtuanya. Wajahnya sangat ayu dan cantik. Dialah yang tercantik di
antara mereka. Selanjutnya diutarakanlah maksud kedatangan orangtua Lalu Lepang
Kuning.
“Saya sangat bangga dengan kedua orangtua Lalu Lepang Kuning ini, yang
sangat mencintai anaknya. Dan juga saya sangat bangga dengan Lalu Lepang Kuning
yang memiliki semangat yang tinggi, tidak mudah putus asa, karena itu dengan
hati yang tulus iklas saya menerima lamaran ini”, kata gadis yang paling bungsu
ini. Tidak terkira gembiranya hati kedua orangtua Lalu Lepang Kuning mendengar
jawaba gadis ini yang isinya meneriama lamaranya. Dan lagi gadis bungsu ini
berbicara dengan sikap yang sopan santun dan ramah, sangat berbeda dengan
saudara-saudaranya yang lain. Singkat cerita maka segeralah kedua orangtua Lalu
Lepang Kuning mohon pamit untuk pulang.
Sepulangnya kedua orangtua Lalu Lepang Kuning, suasana di
rumah Dadara Pitu terjadi pembicaraan yang serius antara keluarga itu. Dari
kalangan keenam orang saudara dari gadis bungsu sangat menyesalkan sikap
adiknya itu.
“Mengapa kau menerima lamaran Lalu Lepang Kuning. Mengapa kau sudi
dipersunting oleh orang seperti itu. Ini sangat memalukan, kau sudah
menjatuhkah harkat dan martabat keluarga. Kita akan menjadi orang yang terhina
di kampung ini. Karena itu kami mohon agar kau membatalkannya”, kata
saudara-saudaranya. Berbagai cara terus dilakukan agar gadis bungsu membatalkan
dan menolak lamaran Lalu Lepang Kuning. Tetapi sang gadis bungsu retap pada
pendiriannya.
Kembali kepada Lalu Lepang Kuning yang tampaknya sangat
bersuka cita mendengar berita diterimanya itu. Dia sangat berterima kasih
kepada kedua orangtuanya. Sekarang dia semakin bangga dan yakin akan cinta
kasih orangtuanya kepadanya yang begitu besar kokoh dan kuat. Dipeluknya dan
diciumnya kedua orangtuanya itu. Kedua orangtuanya meneteskan air mata, mereka
terharu atas peristiwa yang dialaminya.
Singkatnya, maka diundanglah semua kerabat keluarga dan
tetangga di sekitarnya untuk melaksanakan acara perkawinan anak satu-satunya
itu. Berbondong-bondonglah orang datang dari segala penjuru kota ingin
menyaksikan perkawinan yang meriah dan mengesankan itu. Sebagaimana lazimnya
adat Bugis sebelum pengatin berada di atas pelaminan terlebih dahulu
diselenggarakan acara barodak. Dalam acara barodak ini kedua pengatin
terlebih dahulu dimandikan denga air kembang. Tatkala air kembang membasahi
sekujur tubuh Lalu Lepang Kuning tiba-tiba suatu keajaiban terjadi. Tubuh dan
wajah Lalu Lepang Kuning perlahan-lahan berubah bentuknya menjadi layaknya
tubuh dan wajah manusia biasa. Kulitnya menjadi halus dan kuning. Wajahnya
berubah sangat tampan. Lalu Lepang Kuning menjadi layaknya seorang Pangeran,
terlebih-lebih ketika ia berdiri maka tampak tubunya yang tegap dan kekar padat
berisi. Pandangan mata tajam tetapi sejuk. Sangat serasi dengan calon
isterinya.
Melihat bentuk tubuh dan tampannya wajah Lalu Lepang
Kuning, maka sulit dicari bandingnya di desa itu. Tidak ada pemuda lain yang
dapat disetarakan dengan kegagahan dan ketampanan Lalu Lepang Kuning.
Keenamgadis bersaudara yang menolak lamaran Lalu Lepang Kuning nampaknya menyesal.
Sekarang mereka merasa iri terhadap saudara, bungsunya itu. Rasa iri itu
akhirnya berubah menjadi kebencian.
Upacara pernikahanpun dilangsungkan dengan penuh khidmat,
dilanjutkan dengan mempersandingkan keduanya di atas pelaminan. Semua orang
yang hadir merasa ikut berbahagia melihat pengantin yang sangat serasi itu.
Demikian pula kedua orangtu Lalu Lepang Kuning dan kedua orangtua pengantin
perempuan, meraka sangat berbahagia. Upacara berlangsung sangat meraih dihadiri
oleh orang-orang dari beragai pelosok desa baik yang diundang maupun yang tidak
diundang.
Beberapa bulan lamanya setelah menikah isteri Lalu Lepang
Kuning hamil. Saat inilah sang suami harus pergi merantau meninggalkan kampung
halaman sesuai adat Bugis. Maka berangkatlah Lalu Lepang Kuning untuk memulai
perantauannya ke negeri lain yang jauh untuk mencari sumber penghidupan yang
lebih baik. Menjelang persalinan interinya nanti barulah Lalu Lepang Kuning
akan kembali. Selama dalam perantauan, keenam saudara dari isteri Lalu Lepang
Kuning mencari berbagai cara untuk merebut Lalu Lepang Kuning. Akhirnya keenam
bersaudara dimaksud bersepakat untuk membunuh saudaranya yang ketujuh yang
sekarang menjadi isteri Lalu Lepang Kuning dan setelah itu mereka akan mudah
untuk merebut Lalu Lepang Kuning.
Dengan segala tipudaya diajaklah adiknya yang sedang
hamil tua itu untuk bermain-main di laut dengan menggunakan perahu. Sesampainya
di tengah laut dibuanglah adiknya itu ke dalam laut. Setelah itu mereka
meninggalkan adiknya itu dan membiarkannya terkatung-katung dihempas gelombang.
Sesampainya di desa dikabarkan kepada orangtua mereka bahwa adik mereka yang
bungsu telah tenggelam di laut ketika mandi dan terserat oleh arus dan
gelombang sangat sedih, mereka datang melaut untuk mencari isteri Lalu Lepang Kuning
sama sekali tidak meninggalkan jejak.
Sehari semalam lamanya isteri Lalu Lepang Kuning
terkatung-katung di laut. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri.
Badanya terasa sakit dan sulit digerakkan. Kehamilannya yang sudah mencapai
tujuh bulan itu membuatnya sulit untuk bergerak. Namun ia tetap bertahan dengan
mengerak-gerakkan badannya sambil berdoa kepada Tuhan mudah-mudahan dirinya dan
anaknya yang dalam kandungan itu selamat sehingga dapat bertemu kembali dengan
sanak keluarga. Isteri Lalu Lepang Kuning ini terus terbawah arus dan akhirnya
terdampar di sebuah pulau yang sepi dan tidak berpenghuni.
Berhari-hari lamanya ia berada di pulau yang sepi itu.
Untungnya di pulau itu ada sumber air tawar yang dapat dipakai untuk minum.
Dimakannya daun-daun kayu yang ada di pulau itu untuk mempertahankan hidupnya.
Mau berjalan ia tak kuasa. Badannya terasa sangat sakit karena dalam keadaan
hamil tua. Malam harinya tidur kedinginan karena tak ada kain yang dapat
dipakai untuk menutup badan selain selembar kain dan baju yang masih melekat di
badan. Dalam keadaan dimana tak seorangpun dapat dimintai pertolongan, ia hanya
pasrah kepada nasib. Namun hati dan jiwanya tetap bergantung kepada Allah Tuhan
Yang Maha Kuasa yang menggenggam hidup dan matinya manusia. Siang malam ia
menjalani hidupnya yang penuh derita di pulau itu, siang malam ia memanjatkan
doa.
Pada suatu hari yang isteri Lalu lepang Kuning beristirahat di bawah sebuah
pohon di pantai laut pulau itu. Pandangannya menyapu luasan laut sampai ke
horison. Dia berharap akan ada kapal atau perahu yang melintas.Tetapi
sebagaimana hari-hari sebelumnya tak ada perahu yang lewat. Namun hati dan
jiwanya tak lepas dari pengharapan karena dia yakin masih ada Tuhan yang akan
menolongnya. Tiba-tiba dia mengamati ada setitik bayang nun jauh di sana di
kaki langit. Bayangan itu menyakini pengilahatnnya bahwa itu memang perahu.
Ternyata benar itu adalah sebuah perahu. Semakin lama semakin membesar dan
semakin jelas bahwa itu adalah perahu yang besar. Maka dia melangkah ke terik
matahari di pantai itu untuk melambai-lambaikan selendangnya yang berwarna
merah dengan harapan akan dapat dilihat oleh nakhoda perahu itu dan berkenan
untuk memberinya petolongan.
Usaha dari isteri Lalu Lepang Kuning ternyata berhasil.
Rupanya nakhoda perahu itu melihat lambaian
selendang yang mematulkan cahaya di terik matahari di pantai itu. Nakhoda sudah
mengetahui itu adalah pulau yang tidak berpenghuni. Maka sebelum mendekati pulau
itu nakhoda melaporkan kepada tuanya bahwa ada lambaian kain yang terlihat di
pulau yang sedang dilitasnya sepertinya ada seseorang yang membutuhkan bantuan
atau pertolongan. Pemilik perahu yang menjadi tuan dari nakhoda itu ternyata
adalah Lalu Lepang Kuning. Segera saja Lalu Lepang Kuning memerintahkan untuk mendekat
dan berlabuh di pantai itu.
Dari atas perahu itu, Lalu Lepang Kuning melihat bahwa yang melambaikan
kain itu adalah seorang perempuan muda yang sedang hamil tua. Terbayang olehnya
tentunya isterinya di kampung juga telah hamil tua seperti yang ada di pulau
itu. Di dekatnya pulau itu, kemudian Lalu Lepang Kuning memerintahkah anak
buahnya untuk mendekat ke pantai dengan menggunakan sampan kecil. Diajaklah
perempuan hamil itu ke atas kapal. Dan alangkah terkejutnya Lalu Lepang Kuning
ketika mengetahui bahwa perempuan muda yang lagi hamil tua tua itu tidak lain
adalah isterinya yang selama ini menjadi kembang kerinduanya selama dalam
perantauan. Demikian juga dengan isterinya yang sudah lemah dan kepayahan itu
sangat terkejut ketika mengetahui bahwa pemilik perahu yang ada dihadapannya
yang telah menolongnya itu ternyata adalah suaminya sendiri yang selama ini
dirindukan dan didoakan agar cepat kembali menyongsong kelahiran bayi yang
sekarang masih dalam kandungannya. Tak kuasa sang isteri menahan tangis sebelum
sempat ia menceritakan peristiwa yang menimpanya. Lalu lepang Kuning terus
diliputi tanda tanya seolah tak percaya mengapa isterinya sampai berada di
pulau yang sunyi sepi dan terpecil itu.
Kemudia sang isteri menceritakan seluruh peristiwa dari
awal sampai akhirnya dirinya diselamatkan. Lalu Lepang Kuning sangat sedih
tetapi ia tetap dapat mengendalikan segala perasaanya. Ia mencoba menenengkan
isterinya itu dipeluknya isterinya dengan penuh kasih sayang sehingga sang
isteri merasa terlindung sekarang .Lalu Lepang Kuning segera memerintahkan
kepada nakhoda dan seluruh awak perahu untuk mengangkat sauh mengembangkan
layar untuk melanjutkan perjalanan.
Akhirnya setelah dua hari dua malam dalam perjalanan sampailah Lalu Lepang
Kuning bersama isterinya ke kampung halamannya. Alangkah terkejutnya keenam
bersaudara ketika melihat saudarnya yang telah ditenggelamkan di laut dalam
keadaan segar bugar dan pulang bersama suaminya Lalu Lepang Kuning. Persangkaan
mereka bahwa saudaranya itu telah mati di laut. Keenam bersaudara itu menagis
sejadi-jadinya menyesali perbuatannya yang licik dan keji. Mereka sekarang
berlutut di hadapan Lalu Lepang Kuning dan dihadapan adiknya itu untuk memohon
ampun atas segala kekeliruan yang telah mereka perbuat.
Lalau Lepang Kuning akhirnya memaafkah keenam orang
saudara dari isterinya itu. Dan selanjutnya setelah itu Lalu Lepang Kuning
hidup berbahagia rukun dan damai bersama isterinya. Tidak lama kemudian lengkap
sudah kebahagian mereka setelah mereka dikaruniakan seorang anak buah dari
perkawinannya. Anak yang gagah dan tampan seperti kedua orangtunya.
Catatan Penulis
1.Biso Tian adalah suatu bentuk upacara untuk memohon
keselamatan atas ibu yang sedang hamil, dan juga keselamatan anak yang
dikandungnya. Dalam bahasa Sumbawa biso berati cuci, dan tian
berarti perut. Tetapi istilah biso tian tidak dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi istilah cuci perut.
Karena intilah cuci perut dalam bahasa Indonesia sangat berbeda pengertiannya
dengan istilah biso tian bahasa Sumbawa.
2.Lalu Lepang Kuning, merupakan nama. Lalu adalah
salah satu gelar yang diberikan oleh orangtua karena kedudukan mereka yang
memiliki garis keturunan dari kalangan bangsawan. Lepang berarti katak
(binatang yang biasanya disebut juga dengan kodok). Kuning menunjukkan
warna.
3. Dadara Pitu, merupakan sebutan untuk tujuh orang gadis
dalam cerita ini. Dadara berarti gadis, dan pitu berarti tujuh.
Istilah Dadara Pitu tidak dapat diartikan tujuh gadis dalam pengertian
umum, tetapi mempunyai pengertian yang khas sebagai tujuh orang gadis yang
bersaudara.
4.Barodak, merupakan salah satu dari rangkaian adat
perkawinan orang Sumbawa. Acara ini didahului oleh acara mandi dengan air
kembang. Setelah itu dilanjutkan dengan melumuri tubuh calon pengantin
dengan odak yaitu sejenis bedak atau lulur yang diramu secara khusus
agar kulit penganti nampak bersih dan cantik.
Komentar
Posting Komentar