MODUL 1
MODUL
PENDIDIKAN PEMILIH UNTUK PEMILIH PEMULA
(Pemilu Dan Lembaga Penyelenggara Pemilu Di
Indonesia)
Daftar Isi
|
BAB. I
|
MENGENAL PEMILU
|
|
|
|
A.
|
Apa Itu Pemilu?
|
|
|
B.
|
Demokrasi dan Pemilu
|
|
|
C.
|
Sistem Pemilu
|
|
|
D.
|
Tujuan Pemilu
|
|
|
E.
|
Manfaat Pemilu
|
|
|
F.
|
Pemilu di Indonesia
|
|
|
|
|
|
BAB. II
|
MENGENAL LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DAN LEMBAGA
PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK
|
|
|
|
A.
|
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
|
|
|
B.
|
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
|
|
|
C.
|
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
|
|
|
|
|
|
BAB. III
|
PEMILIH DALAM PEMILU
|
|
|
|
A.
|
Mengapa Perlu Memilih?
|
|
|
B.
|
Pemilih Dalam Pemilu
|
|
|
C.
|
Menjadi Pemilih Cerdas
|
|
|
|
|
|
BAB. IV
|
PEMUNGUTAN SUARA DAN PENETAPAN CALON TERPILIH
|
|
|
|
A.
|
Pemungutan Suara dalam Pemilu Anggota Legislatif 2014
|
|
|
B.
|
Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilu Anggota Legislatif 2014
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
i
BAB I
MENGENAL PEMILU
Bab ini
menjelaskan tentang:
|
A.
|
Apa Itu Pemilu?
|
|
B.
|
Demokrasi dan Pemilu
|
|
C.
|
Sistem Pemilu
|
|
D.
|
Tujuan Pemilu
|
|
E.
|
Manfaat Pemilu
|
|
F.
|
Pemilu di Indonesia
|
Waktu : 1 Jam
Metode yang dapat digunakan untuk
menyampaikan materi ini:
1.
Permainan Kelompok
2.
Diskusi
3.
Ceramah
A.
Apa Itu Pemilu?
Pemilihan
Umum atau disingkat dengan Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Demokrasi dan Pemilu
Terdapat
pendekatan yang membedakan status demokrasi pada 4 (empat) tingkat yang
berbeda, yaitu demokrasi prosedural, demokrasi agregatif, demokrasi
deliberatif, dan demokrasi partisipatoris (Ramlan: 2008, hal. 9).
Demokrasi
prosedural adalah persaingan partai politik dan/atau para calon pemimpin
politik menyakinkan rakyat agar memilih mereka menduduki jabatan-jabatan dalam
pemerintahan (legislatif atau eksekutif) di pusat atau daerah. Dalam demokrasi terdapat dua unsur penting yaitu:
- Kontestasi/persaingan
secara adil antar partai dan/atau calon pemimpin,
- Partisipasi
warga negara dalam menilai dan memberi keputusan atas persaingan tersebut.
Demokrasi
cenderung dipahami sebagai hak partai atau calon yang menang dalam pemilihan
umum (pemilu) untuk memerintah, yakni membuat dan melaksanakan Undang-Undang
serta kebijakan publik lainnya. Inilah yang disebut demokrasi minimal atau
prosedural (Joseph Schumpeter dan Samuel P. Huntington).
Demokrasi agregatif, demokrasi tidak hanya berupa
keikutsertaan dalam Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
(LUBER DAN JURDIL) dan akuntabel tetapi terutama cita-cita, pendapat,
preferensi, dan penilaian warga negara menentukan isi UU, kebijakan dan
tindakan publik lainnya. Asumsinya,
orang yang paling tahu mengenai apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu
sendiri. UU dan kebijakan publik haruslah mengalir dari pandangan para warga
negara (Robert Dahl).
1
Demokrasi deliberatif memandang bahwa demokrasi
aggregatif tidak cukup. Demokrasi tidak hanya diukur dari apakah UU dan
kebijakan publik dirumuskan berdasarkan pandangan para warga negara secara umum
tetapi terutama apakah UU dna kebijakan tersebut sesuai dengan kehendak setiap
warga negara. Menurut
pandangan demokrasi deliberatif karena pengambilan keputusan pada berbagai
institusi, seperti partai politik, civil society, lembaga perwakilan rakyat,
pengadilan, departemen dan dinas pemerintahan, rembug desa, dan ruang publik
lainnya dilakukan melalui diskusi/musyawarah yang tidak hanya terbuka tetapi
berdasarkan alasan dan pertimbangan rasional. (Amy Gutmann dan Dennis
Thompson).
Demokrasi
partisipatoris, menganggap demokrasi prosedural berkadar tipis, menganggap
demokrasi agregatif sebagai tidak cukup mencerminkan prinsip self-government
(dan dalam hal UU dan kebijakan bisa saja sesuai dengan preferensi sebagai
besar warga negara tetapi pemerintahannya tidak demokratik. Dan demokrasi
deliberatif belum melibatkan semua warga negara. Dalam demokrasi
partisipatoris, para warga negara berinteraksi secara langsung dalam membahas
pilihan UU atau kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi
bersama (Benyamin Barber).
Wujud nyata demokrasi prosedural adalah pemilu tetapi
demokrasi tidak sama dengan pemilihan umum karena pemilihan umum merupakan
salah satu aspek demokrasi. Walaupun hanya salah satu
aspek demokrasi, pemilu yang demokratik merupakan salah satu aspek demokrasi
yang sangat penting. Oleh karena itu,
terdapat kaitan antara pelaksanaan demokrasi dengan pemilu.
C.
Sistem Pemilu
Agar pemilihan
umum
terlaksana dengan baik, sesuai dengan arahan dan mekanisme
yang ditetapkan dalam undang-undang penyelenggaran pemilu,
maka sistem pemilihan umum dilaksanakan dengan mengikuti sistem yang
berdasarkan kelaziman, dalam praktik ketatatanegaraan, sistem pemilu dikenal dua
cara sistem pemilihan umum yaitu:
1.
Sistem
Distrik
Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut
sistem ini). Pada intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana
suatu negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya
sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga
perwakilan. Dengan demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat.
Kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil
rakyat terpilih, sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit,
suaranya tidak akan diperhitungkan atau dianggap hilang-sekecil apapun selisih
perolehan suara yang ada sehingga dikenal istilah the
winner-takes-all.
2.
Sistem Perwakilan Proposional
Sistem perwakilan
proposional ialah sistem dimana
kursi-kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik,
disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang diperoleh
tiap-tiap partai politik. Sistem ini juga disebut Perwakilan Berimbang atau Multi Member Constituenty. Ada dua macam sistem di dalam sistem
proporsional, yaitu;
2
o
List Proportional Representation :
disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para
pemilih cukup memilih partai. Alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut
yang sudah ada.
o The Single Transferable Vote : para pemilih diberi
otoritas untuk menentukan preferensinya. Pemenangnya didasarkan atas penggunaan
kota.
Dalam praktiknya di Indonesia,
pemilihan umum akhir-akhir ini adalah penggabungan dari dua sistem itu.
Pemilihan DPD dilaksanakan dengan sistem distrik, yang diambil dari empat calon
terpilih untuk setiap propinsi. Sedangkan untuk pemilihan DPR dan DPRD serta
Presiden dan wakil Presiden menggunakan sistem perwakilan berimbang.
D.
Tujuan Pemilu
Secara sederhana tujuan dari pemilu adalah penyaluran
kedaulatan rakyat. Tujuan dari pada penyelenggaraan pemilihan umum (general
election) menurut Jimmly Asshiddiqie dapat dirumuskan dalam empat bagian yaitu:
1.
Untuk
memungkinkan terjadinya pemilihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan
damai.
2.
Untuk
memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan
rakyat di lembaga perwakilan.
3.
Untuk
melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat.
4.
Untuk
melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.
E.
Manfaat Pemilu.
Penyelenggaraan Pemilu sangatlah
penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena :
1.
Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
2.
Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin
secara kontitusional.
3.
Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh
legitimasi.
4.
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam
proses politik.
F. Sejarah
dan Pelaksanaan Pemilu Di Indonesia
Pada awalnya Pemilu di Indonesia
bertujuan untuk memilih anggota lembaga legislatif, yaitu Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota. Pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) semula
dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi
negara. Kemudian berdasarkan amandemen keempat UUD 1945 pada 2002 pilpres
dilakukan secara langsung oleh rakyat sehingga pilpres dimasukkan dalam agenda
Pemilu.
Pilpres sebagai salah satu dari
Pemilu di Indonesia diadakan pertama kali pada tahun 2004. Selanjutnya pada
tahun 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari
agenda pemilu di Indonesia. Istilah Pemilu di Indonesia lebih sering merujuk
kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan
setiap 5 tahun sekali.
Kini,
sebagai implementasi dari sarana perwujudan kedaulatan rakyat, tercatat bahwa ada
3 tujuan diselenggarakannya pemilu di Indonesia yaitu:
1.
Pemilu Legislatif yaitu pemilu yang diselenggarakan
setiap 5 tahun sekali untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
2. Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden yaitu pemilu yang diselenggarakan setiap 5 tahun
sekali untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Tahapan
Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden:
a. Penyusunan daftar
pemilih;
b. Pendaftaran bakal
pasangan calon;
c.
Penetapan pasangan calon;
d. Masa kampanye;
e. Masa tenang;
f.
Pemungutan dan penghitungan suara;
g. Penetapan hasil
pemilu presiden dan wakil presiden;
h. Pengucapan
sumpah/janji presiden dan wakil presiden terpilih.
Mekanisme
Penetapan Calon Terpilih Presiden dan Wakil Presiden
a.
Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh
suara lebih dari 50% suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan
sedikitnya 20% di tiap provinsi di lebih dari 1/2 jumlah provinsi seluruh
Indonesia.
b.
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden/Wakil Presiden yang
memperoleh suara lebih dari 50%, maka pasangan calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat dalam Pemilu Presiden
putaran II.
c.
Pasangan calon terpilih ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan
dituangkan dalam berita acara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang
tembusannya disampaikan KPU kepada MPR, DPR, DPD, MA, MK, Presiden, Parpol/gabungan
parpol yang mengusulkan pasangan calon, serta kepada Presiden dan Wakil
Presiden terpilih.
3. Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yaitu pemilu yang diselenggarakan setiap
5 tahun sekali untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Mekanisme Penetapan Calon
Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah:
a. Pasangan Calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara lebih dari 50%
jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
b. Dalam hal tidak
adanya pasangan calon terpilih yang memperoleh lebih dari 50%, maka pasangan
calon yang memperoleh suara lebih dari 30% suara sah dinyatakan sebagai
pasangan calon terpilih.
c.
Dalam hal perolehan suara tidak ada yang memperoleh 30% dilakukan
pemilukada putaran kedua yang pesertanya memperoleh suara terbanyak 1 dan 2.
d. Pasangan calon
terpilih dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (untuk Gubernur, Bupati/ Walikota)
atas nama Presiden.
e. Pasangan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah terpilih sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah janji dipandu pejabat yang melantik
Berikut
ini adalah pemilu-pemilu yang pernah berlangsung di Indonesia:
1.
Pemilu 1955
Pemilu di Indonesia pertama kali
berlangsung pada tahun 1955 dengan maksud untuk memilih anggota-anggota DPR dan
Konstituante. Pemilu di Indonesia ini dilaksanakan di bawah pemerintahan
Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR.
Tahap ini diselenggarakan pada
tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955. Tiga besar partai yang menjadi
pemenang dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi dan
Nahdlatul Ulama.
2.
Pemilu 1971
Pemilu
berikutnya diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu diikuti oleh 9
Partai politik dan 1 organisasi masyarakat. Tiga besar partai pemenang dalam
Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama dan Parmusi.
3.
Pemilu 1977-1997
Selanjutnya
setiap lima tahun sekali Pemilu di Indonesia memilih anggota
DPR. Pemilu-Pemilu ini dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997. Pemilu di Indonesia pada tahun ini dilangsungkan pada rezim pemerintahan
Presiden Soeharto.
Pemilu di
Indonesia masa ini seringkali disebut dengan “Pemilu Orde Baru”. Pemilu tersebut
hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Kesemuanya
dimenangkan oleh Golongan Karya.
4.
Pemilu 1999
Pemilu di
Indonesia ini dilangsungkan pada tahun pada tanggal 7 Juni 1999 di bawah
pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Pemilu ini
juga menandai berakihrnya rezim orde baru.Tiga besar Pemilu 1999 adalah Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan
5.
Pemilu 2004
Pemilu 2004
berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Selain memilih anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). DPD adalah lembaga perwakilan baru yang ditujukan
untuk mewakili kepentingan daerah. Pemilu tahun ini memilih presiden secara langsung.
6. Pemilu 2009
Pemilu
tahun 2009 berlangsung pada 8 Juli 2009. Capres Susilo Bambang Yudhoyono yang
diusung oleh Partai Demokrat bersama cawapresnya Boediono, berhasil menjadi
pemenang dalam satu putaran langsung. Mereka memperoleh suara 60,80%. Mereka mengalahkan
pasangan capres-cawapres Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad
Jusuf Kalla-Wiranto.
Sejarah Pemilu Kepala Daerah di Indonesia
Pemilihan
kepala daerah langsung sesuai dengan undang – undang nomor 32 tahun 2004 adalah
sebuah proses demokratisasi di Indonesia. Pilkada dilakukan secara langsung
oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pilkada
pertama di Indonesia diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Pemilihan
kepala daerah dilakukan satu paket bersama. Maksudnya adalah memilih kepala
daerah dengan wakilnya. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud
mencakup:
1.
Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
2.
Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
3.
Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.
Selanjutnya
pada tanggal 19 April 2007 terbitlah Undang – undang No. 22 tahun 2007 tentang
penyelenggaraan pemilihan umum. Undang-undang itu merubah mekanisme dalam
pilkada. Dalam undang-undang ini pemilihan kepala daerah dimasukkan dalam
agenda pemilu yang berlangsung tiap 5 tahun sekali. Masyarakat mulai mengenal
pemilihan kepala daerah dengan sebutan Pemilukada.
BAB II
MENGENAL LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU
DAN LEMBAGA PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK
Bab ini
menjelaskan tentang:
|
A.
|
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
|
|
B.
|
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
|
|
C.
|
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
|
Waktu : 1 Jam
Metode yang dapat digunakan untuk
menyampaikan materi ini:
1.
Permainan Kelompok
2.
Diskusi
3.
Ceramah
A. Komisi Pemilihan Umum ( KPU )
Komisi
Pemilihan Umum atau yang disingkat dengan KPU adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas
melaksanakan Pemilu.
·
Sifat
nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai
penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
·
Sifat
tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara
berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu.
·
Sifat
mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari
pengaruh pihak manapun. Penyelenggaraan Pemilu, baik pemilu Presiden dan
Pemilukada dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penyelenggaraan
ditingkat provinsi dilakukan KPU Provinsi, sedangkan ditingkat kabupaten/kota
dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota.
Selain badan penyelenggara
pemilu di atas, terdapat juga penyelenggara pemilu yang bersifat sementara (adhoc)
yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk
tingkat desa/kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)
untuk masing-masing TPS. Untuk penyelenggaraan di luar negeri, dibentuk Panitia
Pemungutan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar
Negeri (KPPSLN).
a. Tugas
dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
1)
merencanakan program dan anggaran serta menetapkan
jadwal;
2)
menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPUProvinsi,
KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
3)
menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah;
4)
mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan
semua tahapan Pemilu;
5)
menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
6)
memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan
yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati,
dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
7)
menetapkan peserta Pemilu;
8)
menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil
rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara;
9)
membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat
penghitungan suara serta wajib
menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
10) menerbitkan
keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
11) menetapkan
dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
12) mengumumkan
calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah terpilih dan
membuat berita acaranya;
13) menetapkan
standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
14) menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilu;
15) mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi,
anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat
Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi
Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
16) melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU kepada masyarakat;
17) menetapkan
kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan
sumbangan dana kampanye;
18) melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
19) melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Tugas
dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
meliputi:
1)
merencanakan program dan anggaran serta menetapkan
jadwal;
2)
menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi,
KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
3)
menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap
tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan
DPR dan Pemerintah;
4)
mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan
semua tahapan;
5)
menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
6)
memutakhirkan data pemilih berdasarkan data
kependudukan yang disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan
data Pemilu dan/atau pemilihan gubernur,
bupati, dan walikota terakhir dan menetapkannya sebagai daftar pemilih;
7) menetapkan pasangan calon presiden dan calon
wakil presiden yang telah memenuhi persyaratan;
8) menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Provinsi dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
9)
membuat berita acara penghitungan suara serta membuat
sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu dan Bawaslu;
10) menerbitkan
keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
11) mengumumkan
pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dan membuat berita
acaranya;
12) menetapkan
standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
13) menindaklanjuti
dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran Pemilu;
14) mengenakan
sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi,
anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris Jenderal
15) KPU,
dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan
rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
16) melaksanakan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPU kepada masyarakat;
17) menetapkan
kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan
sumbangan dana kampanye;
18) melakukan
evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
19) melaksanakan
tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c.
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan
gubernur, bupati, dan walikota meliputi:
1) menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk
setiap tahapan pemilihan setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan
Pemerintah;
2)
mengoordinasikan dan memantau tahapan pemilihan;
3)
melakukan evaluasi tahunan penyelenggaraan
pemilihan;
4)
menerima laporan hasil pemilihan dari KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota;
5)
mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan
sementara anggota KPU Provinsi yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan pemilihan berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
6)
melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
B.
Badan
Pengawas Pemilu (BAWASLU)
Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya
disingkat Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
menjalankan fungsi pengawasannya, Bawaslu dibentuk secara berjenjang sampai ke
tingkat desa. Bawaslu dan Bawaslu Provinsi adalah lembaga pengawas yang
bersifat tetap, sedangkan jenjang yang ada dibawahnya bersifat ad-hoc, antara lain Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota,
Pengawas Pemilu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar
Negeri.
a. Tugas Bawaslu dalam mengawasi
persiapan penyelenggaraan pemilu terdiri atas:
1) perencanaan dan penetapan
jadwal tahapan Pemilu;
2) perencanaan pengadaan logistik
oleh KPU;
3) pelaksanaan penetapan daerah
pemilihan dan jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan untuk pemilihan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota oleh KPU sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4) sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu; dan
5) pelaksanaan tugas pengawasan
lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Tugas Bawaslu dalam mengawasi
pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:
1)
pemutakhiran
data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap;
2)
penetapan
peserta Pemilu;
3)
proses
pencalonan sampai dengan penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan calon presiden
dan wakil presiden, dan calon
gubernur, bupati, dan walikota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4)
pelaksanaan
kampanye;
5)
pengadaan
logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
6)
pelaksanaan
pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
7)
pergerakan
surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan
suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
8)
pergerakan
surat tabulasi penghitungan suara daritingkat TPS sampai ke KPU Kabupaten/Kota;
9)
proses
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK, KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU
10) pelaksanaan penghitungan dan
pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan;
11) pelaksanaan putusan
pengadilan terkait dengan Pemilu;
12) pelaksanaan putusan DKPP; dan
13) proses penetapan hasil
Pemilu.
Selain mengawasi persiapan
penyelenggaraan pemilu dan pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu, tugas
Bawaslu juga meliputi:
1)
mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya
berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu dan ANRI;
2)
memantau
atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu oleh
instansi yang berwenang;
3)
mengawasi
atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu;
4)
evaluasi
pengawasan Pemilu;
5)
menyusun
laporan hasil pengawasan penyelenggaraan Pemilu; dan
6)
melaksanakan
tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Wewenang Bawaslu antara lain:
1)
menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai Pemilu;
2)
menerima
laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan mengkaji laporan dan
temuan, serta merekomendasikannya kepada yang berwenang;
3)
menyelesaikan
sengketa Pemilu;
4)
membentuk
Bawaslu Provinsi;
5)
mengangkat
dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan
C.
Dewan
Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu ( DKPP )
Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP, adalah lembaga
yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan
merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. Dewan Kehormatan
Penyelenggaraan Pemilu dianggap sangat penting keberadaannya, terutama untuk
mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan berkualitas dan untuk
memberikan akuntabilitas penuh kepada pemenang dalam kontestasi pemilihan calon
pemimpin. Keanggotaan DKPP berasal dari KPU, Bawaslu, DPR, Utusan Pemerintah
dan Tokoh Masyarakat.
a.
Tugas
DKPP meliputi:
1) menerima pengaduan dan/atau
laporan dugaan adanya pelanggaran kode
etik oleh Penyelenggara Pemilu;
2) melakukan penyelidikan dan
verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan
dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu;
3) menetapkan putusan; dan
4) menyampaikan putusan kepada
pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
b.
DKPP
mempunyai wewenang untuk:
1) memanggil Penyelenggara
Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode
etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;
2) memanggil pelapor, saksi,
dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai
keterangan, termasuk
untuk dimintai dokumen atau bukti lain; dan
3) memberikan sanksi kepada
Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar
kode etik
BAB III
PEMILIH DALAM PEMILU
Bab ini
menjelaskan tentang:
|
A.
|
Mengapa Perlu Memilih?
|
|
B.
|
Pemilih Dalam Pemilu
|
|
C.
|
Menjadi Pemilih Cerdas
|
Waktu : 1 Jam
Metode yang dapat digunakan untuk
menyampaikan materi ini:
1.
Permainan
2.
Diskusi
3.
Ceramah
4.
Simulasi
A. Mengapa Perlu Memilih?
Di masa Yunani Kuno saat jumlah
rakyat masih bisa dihitung dengan jari, rakyat bisa terlibat langsung dalam
pengelolaan Negara begitu juga dengan di desa-desa di masa lalu. Akan tetapi
seiring dengan pertumbuhan penduduk yang begitu pesat sehingga jumlahnya
sedemikian banyak. Dewasa ini sangatlah tidak mungkin rakyat terlibat langsung
dalam proses politik di suatu Negara. Dalam jumlah yang sangat besar tidak
mungkin bisa dengan mudah mengambil kata sepakat untuk memutuskan sesuatu hal,
ini akan dapat memicu terjadinya silang pendapat, perdebatan bahkan
pertengkaran dalam proses pembuatan keputusan politik secara langsung. Selain
itu akan sangat kesulitan untuk menentukan sebuah tempat yang bisa menampung
seluruh rakyat di sebuah Negara.
Karena kesulitan teknis semacam itu,
di era modern saat ini rakyat tidak bisa terlibatsecara langsung dalam
mengendalikan pemerintahan seperti membuat Undang-Undang, menyusun anggaran
belanja Negara, merumuskan haluan Negara dan sebagainya. Para ahli itu kemudian
membuat mekanisme demokratik untuk mengimplementasikan kedaulatan politik
rakyat yakni melalui system perwakilan. Rakyat cukup memilih orang-orang yang
dianggap bisa mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat serta kemampuan untuk
duduk sebagai wakil rakyat di lembaga legislative.
Mekanisme demokratik yang memungkinkan rakyat dapat memilih wakil
atau pemimpinnya secara langsung tersebut dikenal dengan pemilihan umum.
Melalui pemilu rakyat dapat berpartisipasi dalam proses politik dengan cara menentukan
siapa yang layak menjadi wakil rakyat dan pemimpin yang akan menjalankan roda
pemerintahan.
Melalui pemilu rakyat dapat memilih secara langsung anggota DPR/DPRD
dan DPD yang akan mewakili mereka di parlemen, dapat memilih Presiden dan Wakil
Presiden yang akan memimpin Negara serta dapat memilih Gubernur/Wakil Gubernur
dan Waikota/Wakil Walikota yang akan memimpin daerah masing-masing.
Dari gambaran itu dapat dibayangkan betapa pentingnya rakyat untuk
terlibat dalam pemilu dengan cara menjadi pemilih yang cerdas. Walaupun memilih
dalam pemilu bukan merupakan kewajiban tetapi merupakan hak politik yang paling
asasi, maka sangat disayangkan apabila hak asasi itu tidak digunakan secara
baik.
B. Pemilih Dalam
Pemilu
a.
Definisi Pemilih
Pemilih adalah Warga
Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah
kawin. Pemilih yang berhak memberikan suaranya di TPS adalah pemilih yang
telah memenuhi syarat sebagai pemilih berdasarkan ketentuan perundangan.
b.
Warga Negara Yang Berhak Memilih Dalam
Pemilu
1)
Warga negara mempunyai hak pilih adalah Warga Negara Indonesia
yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
lebih atau sudah/pernah kawin.
2)
Warga Negara Indonesia didaftar oleh petugas pemutakhiran data
pemilih (PPDP) dalam Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau
Pemilukada sehingga tercantum sebagai pemilih dalam daftar Pemilih tetap (DPT).
3)
Bagi pemilih dari TPS lain harus membawa surat keterangan pindah
memilih seperti formulir A7 PPWP (surat pindah TPS) dalam Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden atau surat keterangan pindah memilih dalam Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah
c.
Syarat-Syarat Pemilih Dalam Pemilu
1)
WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
2)
Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya
3)
Terdaftar sebagai pemilih.
4)
Bukan anggota TNI/Polri.
5)
Tidak sedang dicabut hak pilihnya
6)
Terdaftar di DPT
7)
Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisili
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di daerah yang bersangkutan
C. Menjadi Pemilih Cerdas
Yang dapat dilakukan untuk menjadi pemilih
cerdas adalah:
1.
Mengetahui Visi Calon Pemimpin
Visi
merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah
organisasi, perusahaan, atau individu yang ingin dicapai di masa depan. Dalam
konteks pemilu, visi peserta pemilu berkaitan dengan visi partai politik dan
calon. Visi merupakan hal yang sangat penting dan mendasar bagi sebuah partai
politik maupun calon. Hal ini dikarenakan, visi mengandung nilai-nilai,
aspirasi serta kebutuhan partai politik dan calon di masa depan. Visi merupakan
pernyataan tujuan partai politik dan calon yang menjadi arahan bagaimana
cita-cita dan tujuan partai politik serta calon tersebut di masa depan.
Visi,
antara lain harus mengandung karakteristik seperti, dapat di bayangkan, menarik,
realistis dan dapat dicapai, jelas, aspiratif dan responsif terhadap perubahan
lingkungan, serta mudah dipahami. Para Pemilih dan masyarakat dapat mengetahui
visi partai politik dengan mencermati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
partai. Sedangkan visi calon dapat dicermati melalui kampanye maupun
pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh calon.
Tentu
tidak semua partai politik dan calon dapat dicermati oleh para pemilih dan
masyarakat, oleh karena itu sangat penting bagi pemilih dan masyarakat untuk
menentukan sejak awal partai politik dan calon yang akan diamati visinya,
sehingga pengamatan pemilih dan masyarakat menjadi lebih fokus dan detail.
Masyarakat juga dapat mendiskusikan visi partai politik dan calon tersebut
dengan berbagai elemen masyarakat, sehingga memperluas pemahaman dan
pengetahuan mengenai implikasi dari visi partai politik dan calon tersebut.
2.
Mengetahui Misi Calon Pemimpin
Misi
merupakan lanjutan dari visi. Pada dasarnya, misi merupakan alasan mendasar
eksistensi dari suatu organisasi. Misi merupakan pernyataan untuk
mengkomunikasikan keberadaan suatu organisasi kepada pemangku kepentingan, baik
ke dalam maupun ke luar organisasi. Dalam konteks partai politik dan calon,
maka misi merupakan pernyataan partai politik dan calon tentang posisi mereka
yang dikaitkan dengan visi.
Misi
biasanya sudah mengarahkan secara tegas partai politik dan calon menuju suatu
tujuan yang secara teknis dapat dijabarkan ke dalam program-program. Penting
kiranya para pemilih untuk melihat korelasi antara visi, misi, dan program.
Misi menempati posisi strategis, karena secara filosofis harus mampu
menterjemahkan visi dan secara teknis harus mampu diimplemantasikan ke dalam
program. Hubungan visi, misi dan program tersebut menjadi titik fokus perhatian
para pemilih dan masyarakat dalam melihat kapabilitas partai politik dan
calon.
Para
pemilih dan masyarakat harus kritis dalam mencermati misi partai politik dan
calon, karena misi merupakan langkah awal menuju program yang secara teknis
dapat dicermati dengan lebih mudah. Jika misi partai politik maupun calon
tersebut tidak jelas, maka sudah dapat dipastikan program yang ditawarkan juga
perlu dipertanyakan, “apakah partai politik maupun calon betul-betul berfikir
secara konseptual?”. Apabila partai politik dan calon tidak dapat berfikir
secara konseptual, tentu patut dipertanyakan kemampuan mereka dalam mengemban
amanah penyelenggara negara dan pemerintahan.
3.
Mengetahui Program Kerja Calon Pemimpin
Program
merupakan penterjemahan secara teknis dari visi dan misi, yang ditawarkan oleh
partai politik dan calon kepada pemilih dan masyarakat. Biasanya partai politik
dan calon mengemas program tersebut sedemikian bagusnya, sehingga program-program
mereka terlihat sempurna dan menjanjikan masa depan yang lebh baik kepada para
pemilih dan masyarakat.
Oleh
karena itu, para pemilih dan masyarakat harus cerdas dan cermat dalam menilai
program yang ditawarkan oleh partai politik dan calon. Pemilih dan masyarakat
harus dapat menilai, apakah program-program tersebut realistis, dihubungkan
dengan kemampuan partai politik dan calon? Apakah program-program tersebut
menyentuh persoalan-persoalan yang dihadapi para pemilih dan masyarakat? Apakah
program-program tersebut betul-betul dirancang dengan suatu pemikiran yang
komprehensif, serta berbagai pertanyaan lain yang spesifik dari para pemilih
dan masyarakat.
Kecermatan
dan kecerdasan pemilih dan masyarakat dalam menilai program-program tersebut
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan pilihan. Kesalahan
menilai program-program partai politik dan calon akan menimbulkan kesalahan
dalam menentuan pilihan. Kesalahan menentukan pilihan akan mengakibatkan
terpilihnya orang-orang yang tidak tepat untuk mengemban tugas-tugas kenegaraan
dan pemerintahan.
Kesadaran
pemilih tentang perlunya mencermati secara cerdas program-program partai
politik dan calon, menjadi kunci utama terpilihnya para wakil rakyat dan
pemimpin pemerintahan yang benar-benar dapat menyelesaikan persoalan-persoalan
yang ada di masyarakat. Kesadaran inilah yang seharusnya terus dibangun oleh
para pemilih dan masyarakat, sehingga Pemilu sebagai instrumen pelaksanaan
demokrasi benar-benar bermakna bagi perbaikan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
4.
Kenali Riwayat Hidup Calon Pemimpin dan
Partai Politiknya
Sebelum
menentukan pilihan, sebaiknya pemilih mengenal dan mengetahui riwayat hidup
calon dan partai politiknya. Pengenalan riwayat hidup calon tersebut dapat berhubungan
dengan latar belakang pedidikan, pekerjaan, aktifitas dalam masyarakat, dan
juga pribadi yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari bersama-sama dengan
masyarakat. Sedangkan riwayat partai politik dapat berhubungan dengan sejarah
pendirian, pengurusnya, dan rekam jejak di pemilu sebelumnya (apabila bukan
partai baru).
Pengenalan
riwayat hidup calon dan partai politik ini, juga merupakan hal penting yang
harus dilakukan oleh pemilih dan masyarakat. Melalui pengenalan riwayat hidup,
para pemilih dan masyarakat setidak-tidaknya mempunyai gambaran dan informasi
dasar mengenai calon, dan partai yang mengusungnya, sehingga ketika menentukan
pilihannnya, para pemilih dapat menimbang baik-buruknya calon dan partai
politik tersebut.
Menentukan
pilihan terhadap calon dan partai tanpa informasi sama sekali, tentu sangat
beresiko, karena sangat mungkin terpilih calon-calon dengan latar belakang
riwayat hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Sekali lagi, kecermatan dan
kecerdasan pemilih dituntut untuk menilai riwayat hidup calon tersebut. Dalam
beberapa kasus, seringkali para calon membuat riwayat hidupnya sedemikian
lengkap dan bagus. Dalam hal inilah diperlukan kecermatan dan kecerdasan
pemilih untuk menilai riwayat hidup tersebut, melalui berbagai cara yang
dimungkinkan.
Seorang calon pemimpin akan dikenal
sebagai orang yang dapat dipercaya apabila memiliki beberapa hal antara lain,
integritas, kejujuran, ketulusan, berkompetensi, pengetahuan dan kemampuan,
loyalitas, serta konsisten antara tindakan yang dilakukan dari awal sampai
akhir.
Dengan adanya beberapa kriteria tersebut diharapkan
calon pemimpin mengetahui tugas
kepemimpinannya. Seorang pemimpin harus mengetahui apa yang menjadi hak dan
tanggung jawabnya. Adalah sebuah mala petaka besar bagi suatu bangsa jika
pemimpin yang dipilih dan dipercaya rakyat tidak memiliki cukup ilmu tentang
tugasnya. Pemimpin seperti ini lambat-laun akan menyia-nyiakan amanatnya
sehingga berujung pada non-responsibilitas (lepas dari
pertanggungjawaban). Jika bangsa ini dipimpin oleh pemimpin yang menyia-nyiakan amanat maka
kondisi negeri semakin tak menentu, stabilitas politik-hukum carut marut,
sosial-ekonomi semakin terpuruk dan terbelakang bahkan segala lini kehidupan.
5.
Setelah menilai, pastikan pilihan.
Setelah
para pemilih memiliki informasi yang cukup mengenai visi, misi dan program
partai politik dan calon, serta memperoleh data mengenai riwayat hidup calon,
para pemilih dapat mendiskusikan informasi dan data tersebut dengan elemen yang
ada di masyarakat, sehingga informasi dan data itu dapat diperkaya dan menjadi
dasar yang kuat bagi pemilih dalam menentukan pilihan.
BAB IV
PEMUNGUTAN SUARA DAN PENETAPAN CALON TERPILIH
A.
Pemungutan Suara dalam Pemilu Anggota Legislatif 2014
1.
Kapan Pemungutan Suara dilaksanakan?
Pemungutan
suara dilaksanakan secara serentak untuk semua dapil.
Berdasarkan
SK KPU Nomor: 111/Kpts/KPU/Tahun 2013 ttg
Penetapan Hari dan Tanggal Pemungutan Suara Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD
Tahun 2014, pemungutan suara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 April 2014.
2.
Siapakah yang berhak memilih di TPS?
Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan
suara di TPS meliputi:
a.
Pemilih yang
terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap di TPS yang bersangkutan;
b.
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan;
dan
c.
Pemilih yang tidak terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap
dan Daftar Pemilih Tambahan.
3.
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan
Pemilih
yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan adalah pemilih yang menggunakan hak
pilihnya di TPS lain dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk
memberikan suara di TPS lain.
KPPS
pada TPS tersebut mencatat dan melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui
PPK.
4.
Pemilih yang tidak terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap
dan Daftar Pemilih Tambahan.
Pemilih
yang tidak terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih Tambahan dapat
menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk atau Paspor,
dengan ketentuan:
a.
memilih di TPS
yang ada di RT/RW atau nama lain sesuai dengan alamat yang
tertera di dalam KTP atau paspornya;
b.
terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat;
dan
c.
dilakukan 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan
suara di TPS setempat.
5.
Berapakah jumlah pemilih dan jumlah surat suara dalam
satu TPS?
-
Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 (lima
ratus) orang.
-
Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah
Pemilih yang tercantum di dalam Daftar Pemilih Tetap dan Daftar Pemilih
Tambahan ditambah dengan 2% (dua persen) dari Daftar Pemilih Tetap sebagai
cadangan.
6.
Tata cara pemungutan suara
Setelah
terdaftar dalam DPT, maka pada hari pelaksanaan pemungutan suara kita dapat
menggunakan hak pilih dengan datang ke TPS. Langkah-langkah untuk memilih:
a.
Masuk ke TPS sesuai yang tercantum dalam undangan
pemberitahuan
b.
Daftarkan diri di meja pencatatan kehadiran pemilih
dengan menyerahkan undangan tersebut. Apabila undangan rusak atau hilang dapat
mempergunakan KTP. Petugas KPPS akan mengecek kesesuaian nama dalam surat pemberitahuan
dengan DPT. Petugas membubuhkan nomor urut kedatangan pada surat pemberitahuan
untuk memberikan suara di TPS, memeriksa tanda khusus pada jari-jari tangan
pemilih, dan mendata pemilih menurut jenis kelamin.
c.
Duduk di tempat yang disediakan sambil menunggu nama
dipanggil
d.
Saat dipanggil Ketua KPPS, menuju ke tempat petugas
untuk menerima surat suara untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD. Setelah
menerima surat suara, buka lebar-lebar surat suara di hadapan Ketua KPPS untuk
memastikan surat suara tersebut benar-benar tidak rusak, yang mengakibatkan
surat suara menjadi tidak sah. Apabila surat suara dipastikan rusak maka boleh
meminta penggantian surat suara yang baru kepada Ketua KPPS, dan Ketua KPPS
wajib memberikan penggantian surat suara yang rusak.
e.
Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada
KPPS dan KPPS hanya memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali.
f.
Segera menuju bilik suara untuk mencoblos satu
kali pada nomor atau tanda gambar partai
politik dan/atau nama calon pada surat suara.
g.
Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai
halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan
Pemilih. Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara wajib
merahasiakan pilihan Pemilih.
h.
Setelah selesai memilih, surat suara dilipat kembali
dan dimasukkan ke dalam kotak suara masing-masing.
i.
Tahap terakhir adalah mencelupkan jari kedalam tinta
sebagai tanda telah memberikan suara.
B.
Penetapan Perolehan Kursi Calon Terpilih dalam Pemilu
Anggota Legislatif 2014
1.
Jumlah Kursi dan
Dapil Provinsi
NTB
-
Jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit
35 (tiga puluh lima) dan paling
banyak 100 (seratus).
-
Untuk Provinsi NTB dengan jumlah penduduk 5.398.573 alokasi kursi 65 kursi (Keputusan KPU No.
110/Kpts/KPU/Tahun 2013, tgl 9 Maret 2013)
-
Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah
kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota.
-
Untuk DPRD Provinsi NTB dibagi menjadi 8 Dapil (Keputusan KPU No. 110/Kpts/KPU/Tahun 2013, tgl 9 Maret
2013), yaitu:
·
Dapil NTB-1 meliputi Kota Mataram
·
Dapil NTB-2 meliputi Kabupaten Lombok Barat dan
Kabupaten Lombok Utara
·
Dapil NTB-3 meliputi Kabupaten Lombok Timur A
·
Dapil NTB-4 meliputi Kabupaten Lombok Timur B
·
Dapil NTB-5 meliputi Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat
·
Dapil NTB-6 meliputi Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima
dan Kota Bima
·
Dapil NTB-7 meliputi Kabupaten Lombok Tengah A
·
Dapil NTB-8 meliputi Kabupaten Lombok Tengah B
2.
Penetapan Perolehan Kursi
a.
Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan atas
hasil penghitungan seluruh suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu
yang di daerah pemilihan yang bersangkutan.
b.
Dari hasil penghitungan seluruh suara sah tersebut
ditetapkan angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) DPR, BPP DPRD provinsi, dan BPP
DPRD kabupaten/kota.
c.
Setelah ditetapkan angka BPP maka ditetapkan perolehan
jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan,
dengan ketentuan:
-
apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta
Pemilu sama dengan atau lebih besar dari
BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama diperoleh sejumlah kursi dengan
kemungkinan terdapat sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap
kedua;
-
apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta
Pemilu lebih kecil daripada BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama tidak
diperoleh kursi, dan jumlah suara sah tersebut dikategorikan sebagai sisa suara
yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua dalam hal masih terdapat sisa kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan;
-
penghitungan perolehan kursi tahap kedua dilakukan
apabila masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi dalam penghitungan tahap
pertama, dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada
Partai Politik Peserta Pemilu satu demi satu berturut-turut sampai habis,
dimulai dari Partai Politik Peserta Pemilu yang mempunyai sisa suara terbanyak.
-
Dalam hal terdapat sisa suara Partai Politik Peserta
Pemilu di suatu daerah pemilihan sama jumlahnya, maka kursi diberikan kepada
Partai Politik Peserta Pemilu yang sisa suaranya memiliki persebaran yang lebih
banyak.
3.
Penetapan Calon Terpilih
Penetapan
calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari
Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik
Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut.
a.
Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara
terbanyak.
b.
Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi
ketentuan dengan perolehan suara yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan
berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan
mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
c.
Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan memperoleh
suara terbanyak, jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh Partai
Politik Peserta Pemilu, kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon
berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya.
d.
Dalam hal perolehan suara calon terpilih keempat
terdapat jumlah suara yang sama, calon yang
memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kabupaten/kota di
provinsi tersebut ditetapkan sebagai
calon terpilih.
e.
Penetapan calon terpilih anggota DPD didasarkan pada nama calon yang
memperoleh suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat di provinsi yang
bersangkutan.
f.
KPU menetapkan calon pengganti antarwaktu anggota DPD
dari nama calon yang memperoleh suara terbanyak kelima, keenam, ketujuh, dan
kedelapan di provinsi yang bersangkutan.
Komentar
Posting Komentar