Sisi lain Wiranto yang menarik justru terletak di
keluarganya. Suami dari Hj Rugaiyah Usman dan ayah tiga anak masing-masing
Amalia Santi, Ika Mayasari, sera (alm) Zainal Nur Rizky ini dikenal bersahaja
mendidik anak-anaknya, di samping sangat mengutamakan bekal agama. Tak ada
anak-anaknya yang "ditenteng" untuk memasuki tentara, bisnis, ataupun
melewati karier di pemerintahan. Bahkan, keluarga dan anak-anaknya tidak diikutsertakan
dalam agenda politik, apalagi menjadi calon anggota legislatif yang biasa
terjadi di banyak parpol.
"Saya tidak pernah mau membawa-bawa anggota
keluarga untuk kepentingan fasilitas ekonomi, masuk ke tentara atau birokrasi,
juga untuk membuat istri, adik, dan anak-anak terlibat dalam urusan politik
yang saya pimpin baik untuk menjadi pengurus dan calon anggota
legislatif," jelas Wiranto.
Ia mengaku, pilihan tegas sikapnya itu sebagai
bagian kesadaran moral berpolitik, yang tak menghendaki adanya wujud dinasti dalam
kegiatan politiknya.
"Saya tidak ingin mengembangkan dinasti
politik, karena hal itu tidak mendidik dalam berdemokrasi," tegasnya.
Di masa Orde Baru, tambah Wiranto, anaknya yaitu
Amalia Sianti, memang pernah menjadi anggota MPR RI (1997) mewakili utusan
golongan asal Forum Komunikasi Putera-Puteri Purnawiraran Indonesia (FKPPI).
Amelia aktif di FKPPI dan berhasil menjadi anggota termuda MPR pada usia 22
tahun. Tapi, karena kerap dihubung-hubungkan dengan ayahnya, Amelia pun tak
merasa nyaman. Ia akhirnya mundur dari keanggotaan MPR selepas enam bulan di
sana.
"Dulu alamnya berbeda. Tapi setelah itu,
sekarang, dan yang akan datang, oleh karena demokrasi sudah berjalan baik maka
praktik nepotisme politik maupun politik dinasti tidak boleh berlaku. Semangat
dan praktik yang demikian dapat membahayakan demokrasi," jelasnya.
Sedangkan terkait keluarga, Wiranto dan istrinya
tergolong peduli terhadap aspek keagamaan bagi putera-puterinya. Dua puterinya,
berkembang dalam semangat menjalankan syariat keislaman bersama sang istri
melalui pengenaan jilbab. Rumahnya di Jalan Palem Kartika No 21, Bambu Apus,
Jakarta Timur, kerap pula dijadikan tempat pengajian bagi masyarakat sekitar.
Hal itu lantaran Nyonya Uga--panggilan Rughaiyah Usman--memiliki semangat besar
untuk pengembangan syiar Islam.
Lebih lagi, aktivitas keagamaan pada anak-anaknya.
Si sulung dan kedua adiknya, seringkali menjadi pengingat untuk Wiranto dan Ny
Uga agar tetap memelihara ketaatan, utamanya mengenai perintah sholat.
Tentu saja, Wiranto memberikan dukungan dan
keleluasaan pada anak-anaknya dalam kegiatan keislaman, sekaligus berperan
aktif menerapkan harmoni beragama di dalam keluarga. Ia merelakan dengan
sepenuh hati saat Amelia dan dua adiknya berkiblat untuk agenda dakwah Islam.
Terlebih Zainal, yang meninggal dunia akibat
menderita demam di Perguruan Tinggi Agama Islam Darul Ulum, Johannesbugh,
Afrika Selatan pada 29 Mei 2013 dengan usia sangat muda, 23 tahun, begitu
berkutat dalam tanggungjawab dakwah Islam. Adapun Amelia sudah berperan lama
untuk urusan dakwah dan kemasyarakatan.
"Inal--panggilan untuk Zainal-- telah aktif
berdakwah sejak lulus SMA. Kami mendukung Inal yang memilih jalan dakwah dalam
usianya yang masih muda," ungkap Ny Uga. Wiranto menyatakan Inal meninggal
dalam jalan Allah karena tengah menimba ilmu agama.
Inal, di mata Wiranto dan Uga, terhitung anak baik
dengan keinginan tinggi untuk berbakti di jalan agama. Inal telah melanglang
buana mendalami Islam melalui jaringan perkumpulan dakwah, Jamaah Tablig.
Sebelum di Afrika Selatan, Inal lebih dulu menuntut pendalaman Islam di India,
Pakistan, dan di negara Arab. Menurut Ny Uga, anaknya itu bersikeras menjadi
penghapal Al-quran di samping fasih menggunakan bahasa Inggris, Arab, serta
Urdu.
Komentar
Posting Komentar