Islam telah
mengentaskan kaum wanita dari lembah kebodohan, kehinaan, keterbelakangan serta
penganiayaan dan mengangkatnya ke derajat yang tinggi, mulia lagi terhormat,
mensejarjarkan kedudukannya sama dengan laki-laki dalam asal penciptaannya
sebagai manusia dan dalam mengemban kewajibannya, iapun memberikan pahala yang
sama atas semua amal yang dilakukannya selama mereka beriman. Rasulullah `
bersabda:
"Sesungguhnya
wanita adalah saudara kandung laki-laki". (HR.Abu Daud, Ahmad dan
Turmuzi).
Yah, ia adalah
saudara kandung laki-laki, karena keduanya berasal dari keturunan yang sama,
yaitu Adam dan Hawa. Dan jika kita membuka lembaran sejarah kehidupan generasi
awal ummat ini, maka kita akan mendapatkan para wanita senantiasa berlomba
bersama kaum laki-laki dalam melakukan aktivitas amal kebaikan; mereka
menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh Rasulullah dalam memberikan
pengajaran kepada manusia, ikut menghadiri shalat berjama'ah, shalat jum'at,
shalat 'id, i'tikaf di masjid-masjid, dan bergabung bersama pasukan Islam
berjihad di medan perang; menolong dan mengobati orang-orang yang terluka
bahkan sebagian dari mereka ada yang ikut mengangkat senjata terjun dalam
kancah peperangan. Peran dan aktivitas ini dilakukan berkat dorongan Rasulullah
yang senantiasa mendorong wanita untuk menuntut ilmu, memperbanyak amal
kebaikan dan menghadiri pertemuan-pertemuan yang beliau selenggarakan, serta
memerintahkan mereka melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar. Rasulullah ` bahkan
memerintahkan kepada kaum wanita seluruhnya, baik gadis, janda, orang tua
bahkan wanita yang sedang haid, semuanya diperintahkan ikut serta menghadiri
shalat i'dul fitri dan 'idul adhha, dan kepada mereka yang memiliki kelebihan
jilbab beliau perintahkan untuk meminjamkan kepada saudarinya yang tak punya.
Dari Ummu
'Athiyah, ia berkata: "Rasulullah ` memerintahkan kepada kami agar
mengeluarkan para wanita pada shalat 'idul fitri dan 'idhul adhha, begitu pula
anak-anak perempuan yang mendekati baligh, gadis-gadis yang dipingit dan wanita
yang sedang haid. Mereka yang haid tidak ikut melaksanakan shalat, namun hanya
mengha rap kebaikan dan berdoa bersama kaum muslimin" Aku (Ummu 'Atiyah)
bertanya: "Wahai Rasulullah, salah seorang diantara kami ada yang tidak
memiliki jilbab?" Beliau menjawab: "Hendaklah saudarinya meminjamkan
jilbabnya kepadanya" (HR. Muslim). Dalam shahih Bukhari ada riwayat lain
yang juga dari Ummu 'Atiyah, ia berkata: "Kami diperintahkan untuk keluar
pada hari raya sehingga kami mengeluarkan anak-anak gadis dari pingitannya dan
wanita-wanita yang sedang haid, mereka berada di belakang orang-orang ikut
bertakbir dan berdoa bersama mereka serta ikut mengharap berkah kebaikan hari
ini dan kesuciannya" (HR. Bukhari). Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata:
"Hadist ini telah dijadikan dalil (oleh sebagian ulama) dalam mewajibkan
shalat 'id bagi wanita, namun pendapat ini perlu ditinjau kembali, karena
diantara mereka yang diperintahkan menghadirinya ada orang yang belum terkena
taklif atau beban perintah agama (misalnya: gadis-gadis yang belum baligh dan
wanita yang haid). Tetapi yang nampak dari perintah ini adalah dalam rangka
menyemarakan syiar Islam dengan menekankan kepada semua wanita hadir berkumpul
bersama agar kebaikan hari ini dapat dirasakan oleh semua orang" (Fathul
bari 2/606). Menurut Al-Hafiz, "Hadis ini menunjukan disunnahkannya semua
wanita menyaksikan dua hari raya, baik gadis atau bukan, wanita terhormat atau
bukan." (Fathul bari 2/606)
Hari raya 'idul
fitri dan 'idul adhha merupakan hari yang penuh dengan kebaikan, saat
dikumandangkannya syiar Islam dan terekatnya tali ukhuwah Islamiyah dikalangan
kaum muslimin, semuanya bersatu di tanah lapang dalam suasana kegembiraan
dengan hati dipenuhi oleh rasa kasih sayang dan hilangnya sekat-sekat yang
menjauhkan mereka dari sesama saudaranya, kini semua bersatu mengumandangkan
takbir, tahlil dan tasbih serta mengingat keagungan Allah atas nikmat yang Ia
anugrahkan kepada mereka dalam melaksanakan ibadah puasa sebagai arena untuk
membersihkan jiwa dan fasilatator penghapus dosa-dosa yang pernah dilakukan,
oleh karena itulah Rasululllah memerintahkan kepada semua wanita untuk keluar
menghadiri hari raya ini agar mereka bisa bergabung bersama kaum muslimin dalam
suasana suka dan ria yang kini sedang dirasakan, memperoleh ilmu yang berguna
dari khutbah yang disampaikan, ikut mengumandangkan gema takbir bersama, berdoa
bersama bagi kebaikan ummat dan kejayaannya, berdoa untuk saudara-saudara
mereka seiman yang saat ini tengah dirundung duka akibat kemiskinan, kelaparan
dan penganiayayan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah, berdoa agar mereka
diberikan ketabahan dan kesabaran dan Allah segera mengeluarkan mereka dari
kesulitan ini. Maka dengan ikutsertanya seluruh kaum wanita di tempat-tempat
penyelenggaraan shalat 'id bersama kaum muslimin lainnya, mereka akan memahami
apa yang sedang dihadapi oleh ummat ini sehingga akan terbentuk rasa
solidaritas sesama muslim, karena kaum muslimin ibarat tubuh yang satu, jika
salah satu anggota lainnya terluka maka seluruh anggota yang lain ikut terluka
pula. Disinilah nilah sosial yang akan didapati wanita dengan ikut menghadiri
penyelenggaraan 'id bersama walaupun sebagian mereka tidak ikut melaksanakan
shalat, disamping nilai ibadah lainnya, berupa takbir dan doa bersama. Hal ini
juga memberikan gambaran kepada kita bahwa wanita adalah bagian masyarakat yang
harus berperan aktif dalam melakukan kebaikan terhadap saudaranya, aktifitas
mereka tidak hanya terbatas di rumah, namun merekapun bisa melakukan bahkan
sangat dianjurkan melakukan aktifitas sosial. Kepedulian Rasulullah terhadap
wanita sehingga beliau menganjurkan kepada mereka untuk keluar menghadiri
shalat 'id juga ditunjukan dari sikap beliau yang memberikan waktu khusus bagi
mereka setelah belaiu menyampaikan khutbah 'id. Ibnu Juraj berkata: "Aku
diberitahu 'Atha dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: "Sesungguhnya pada
'idul fitri Rasulullah ` bangun lalu shalat. Beliau mendahulukan shalat sebelum
khutbah, kemudian berkhutbah dihadapan orang-orang. Selesai khutbah beliau
turun dan mendatangi tempat para wanita dan menyampaikan peringatan kepada
kereka sambil bersandarkan tangan Bilal, sementara Bilal membentangkan tangan
kanannya dan para wanita melemparkan shadakah ke kain Bilal" Aku (Juraj)
bertanya kepada 'Atha: "Apakah itu zakat fithrah?", ia menjawab:
"Bukan, tetapi sedekah yang mereka berikan pada hari itu, mereka lemparkan
cincin yang mereka miliki" Aku bertanya lagi: "Apakah menurutmu
seorang pemimpin harus memberikan peringatan kepada kaum wanita?" Ia menjawab:
"Ya, itu adalah kewajiban seorang pemimpin" (HR. Bukhari)
Ibnu Taimiyah
berkata: "Rasulullah ` menyampaikan kepada para kaum wanita beriman bahwa
shalat mereka di rumah lebih utama dari pada ikut menghadiri shalat berjama'ah
dan jum'at kecuali shalat 'id, beliau memerintahkan kepada semua kaum wanita
untuk keluar menghadirinya, karena beberapa alasan:
Pertama: Shalat
'id diselenggarakan hanya sekali dalam setahun, berbeda dengan shalat
berjama'ah dan jum'at.
Kedua: Shalat 'id
tidak dapat diganti dengan shalat lain, berbeda dengan shalat jama'ah atau
jumu'ah, karena shalat zuhur yang dilakukanya di rumah merupakan shalat jumu'ah
baginya.
Ketiga: Karena
shalat 'id yang dilaksanakan di tanah lapang untuk mengingat asma' Allah hampir
menyerupai ibadah haji pada beberapa segi. (Majmu' Fatawa 6/458)
Yang Perlu
Diperhatikan
Seorang wanita
ketika keluar untuk menghadiri shalat 'id hendaklah menjaga beberapa etika
berikut:
Pertama, Niat
menyemarakan syiar Islam pada hari yang penuh berkah ini dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Kedua, Mengenakan
hijab yang menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Aisyah a
berkata "Para wanita shalat bersama Rasululah ` dengan tubuh terbalut
pakaian terbuat dari bulu, mereka tidak dapat dikenal karena gelapnya
malam" (Muttafaqqun'alaih). Busana muslimah yang sesuai dengan agama
disamping harus menutup seluruh tubuh kecuali muka dan tangan, juga tidak boleh
membentuk poster tubuh sehingga nampak lekukan-lekukannnya dan tidak tipis
sehingga nampak warna kulit yang ada dibalik busana yang dikenakan serta
pakaian itu sendiri tidak menjadi hiasan. Oleh karena itu wahai saudariku,
hati-hatilah terhadap dirimu agar engkau tidak termasuk golongan orang yang
disebutkan Rasulullah ` dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
a Rasulullah ` bersabda: "Ada dua golongan penghuni neraka yang belum
pernah aku melihatnya: pertama: kaum yang memiliki pecut seperti ekor sapi yang
mereka pakai untuk memukul orang-orang, kedua: wanita yang berpakain tetapi
telanjang, mereka berjalan berliak-liuk seperti punduk unta kurus, mereka tidak
dapat masuk surga dan mencium aromanya, dan sesungguhnya aroma surga didapat
dalam jarak perjalanan sekian dan sekian" (HR. Muslim). Mereka berpakaian
tetapi telanjang, karena tidak memenuhi kriteria busana muslimah.
Ketiga, Keluar
tanpa memakai parfum. Dari Abi Hurairaha berkata: Rasulullah ` bersabda:
"Wanita manasaja yang memakai parfum tidak boleh ikut menghadiri shalat
Isya bersama kami" (HR. Muslim, Abu Daud dab Nasa'i) Keempat, Tidak keluar
dengan bersolek atau berpakaian yang menapkanan perhiasan. Aisyah ra berkata:
"Seandainya Rasulullah ` melihat keadaan para wanita seperti yang kami
lihat, tentu beliau akan melarang mereka keluar ke masjid seperti orang-orang
Bani Israel melarang para wanita mereka" (Muttafaqqun'alaih).
Komentar
Posting Komentar