Ne Bote – Ne Mayung Ode – Ne Bukang
(Sang
kera – Sang Rusa kecil – Sang Kepiting)
Konon pada zaman dahulu kala
adalah seekor rusa betina dengan anaknya yang masih kecil. Mereka sangat saling
menyayangi. Induknya selalu membelai anaknya selagi sang anak menyusu dan sang
anakpun tak puas - puasnya bermanja - manja mencumi anaknya. Mereka selalu
tampak beriringan ke sana ke mari di dalam hutan yang lebat itu. Namun malang
bagi mereka karena pada suatu hari datanglah seorang pemburu ‘Si Jago Tembak’
dengan bedilnya.
Di sebuah padang rumput yang hijau, tampaklah Rusa betina
dan anaknya sedang riang gembira merumput dan memakan daun - daunan pohon yang
tumbuh di padang itu. Si Jago Tembak mengintai dari balik rimbunan pepohonan
sambil mengarahkan ujung bedilnya kepada induk Rusa. Sang induk Rusa rupanya
tidak mengetahui hal itu. Mereka berdua terus saja bersenang - senang saling
membelai dan memanjakan. Tiba - tiba terdengar suara ledakan bedil yang dahsyat
dari sang pemburu. Dor....! gema suaranya menggelegar memecah kesunyian hutan
itu. Induk rusa itupun jatuh menggelepar -gelepar, terkulai dan mati diterjang
peluru.
Melihat induknya terjatuh datanglah anaknya mencium
seluruh tubuh induknya dengan sedih serta penuh kasih sayang. Kepada sang
pemburu, Ne Mayung Ode memintah agar tulang betis induknya dapat
diberikan kepadanya untuk dijadikan suling sebagai pelipur lara atas kepergian
induknya. Oleh karena merasa kasihan maka Si Pemburu mengabulkan permintaan Ne
Mayung Ode. Diberikan tulang betis induk rusa satu buah kepada Ne Mayung Ode.
Setelah serulingnya jadi, maka duduklah Ne Mayung Ode di
bawah sebuah pohon yang rindang. Angin berhembus dengan lembutnya dan mulailah
Ne Mayung Ode meniup serulingnya dengan merdu.
“Glu......glu.......glu......glu......glu....gluuu. Suaranya sangat enak dan
merdu iramanya sendu menyayat hati. Bunyi seruling itu terdengar menembus
kesunyian hutan. Satwa lainnya yang mendengar akan terbuai dan merasa iba
hatinya.
Sedang asyik - asyiknya Ne Mayung Ode menikmati suara
serulingnya, tiba - tiba datanglah Ne Bote dengan diam - diam dan
langsung merebut suling Ne Mayung Ode dan terus dibawanya naik ke atas pohon.
Betapa sedih dan kecewanya hati Ne Mayung Ode atas perbuatan biadab dan tak
berbelas kasih yang dilakukan terhadapnya oleh Ne Bote. Namun apa hendak dikata
Ne Mayung Ode tak dapat memanjat pohon.
Maka berjalanlah Ne Mayung Ode membawa kesedihan hatinya
mencari tempat mengadu. Teringatlah olehnya sahabatnya yang baik yaitu Ne
Bukang. Segeralah Ne Mayung Ode datang menemui Ne Bukang di pinggir laut.
Dari kejauhan Ne Bukang rupanya sudah melihat sahabatnya itu datang menghampiri
dengan linangan air mata.
“Hai Ne Mayung Ode sahabatku. Apa gerangan yang membuatmu
menangis bersedih hati?”, tanya Ne Bukang. Maka diceritakanlah kepada Ne Bukang
segala peristiwa yang dialami Ne Mayung Ode dari awalnya hingga akhir yang
menyedihkan itu.
“Jangan khawatir sahabatku, aku akan menolongmu. Sekarang
marilah kita pergi ke tempat Ne Bote”, kata Ne bukang. Maka berangkatlah mereka
berdua menuju ke tempat kediaman Ne Bote.
Dari kejauhan sudah terdengar suara seruling ditiup oleh
Ne Bote. Suaranya kasar memekakkan telinga dan sungguh tidak enak di dengar.
Seluruh satwa yang ada di hutan yang mendengar tiupan suling Ne Bote merasa
sangat terganggu. Mereka lari menjauh. Ne Bote terus saja meniup seruling itu.
“Bar.....bar..... ragadungdang.
“Bar.....bar....ragadungdang”.
Ketika Ne Mayug Ode dan Ne Bukang sudah mendekat ke
tempat Ne Bote, mereka Ne Bukang menyuruh Ne Mayung Ode menunggu di suatu
tempat yang tidak dapat dilihat oleh Ne Bote. Maka merayaplah Ne Bukang pelan
dan perlahan. Dia memanjat pohon dengan tenang tanpa suara, sehingga sedikitpun
Ne Bote tidak menyadari apa yang terjadi. Ne Bote terus saja asyik dengan
tiupan suling yang menekakkan telinga itu. “Bar.....bar Ragadungdang.
Bar......bar Ragadungdang”. Sementara itu Ne Bukang sekarang sudah sangat
dekat. Maka dengan tiba-tiba Ne Bukang menyerang menjepit ekor dan buah pelir
Ne Bote dengan kedua jepitannya sekaligus. Ne Bote merasa sangat kesakitan
sehingga terjatuhlah dia ke atas sebuah batu besar. Tulang belakangnya patah
dan kepalanya pecah. Namun Ne Bote masih sempat berkata meminta maaf.
“Ma.....af...kan....sa.....ya”, kataya sambil mengerang kesakitan. Akhirnya Ne
Bote yang jahat itu pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ne Bukang dan Ne
Mayung Ode menguburkan Ne Bote yang sombong dan serakah itu.
Ne Mayung Ode meniup serulingnya kembali. Gluu....gluuu,
suaranya merdu, iramanya sendu menyayat hati, membuat iba setiap pendengarnya.
Komentar
Posting Komentar