Langsung ke konten utama

Asy-Syifa binti Abdillah al-Adawiyah, Guru Perempuan Pertama di Zaman Rasulullah


Pada masa jahiliyah, sebagian besar masyarakat Arab masih belum mengenal Islam. Di zaman tersebut, masyarakatnya pun masih banyak yang mengalami kebodohan. Meskipun demikian, pada zaman tersebut terdapat seorang ilmuan perempuan yang memiliki kedudukan istimewa di sisi Rasulullah SAW dan para sahabat.
Ia pun begitu terkenal dengan kepandaiannya, ketika pada zaman tersebut hanya segelintir wanita saja yang bisa membaca dan menulis.
Perempuan cerdas tersebut adalah Asy-Syifa binti Abdillah al-Adawiyah yang berasal dari  suku Quraisy al-Adawiyah. Asy-Syifa terkenal sebagai guru perempuan pertama dalam sejarah Islam. Dengan profesinya yang sangat mulia, Asy-Syifa gencar memberikan pendidikan kepada perempuan-perempuan Islam di lingkungannya. Asy-Syifa yang terkenal dengan julukan Ummu Sulaiman juga mahir dalam ilmu kedokteran, dan kejiwaan.
Dengan kelebihan ilmunya dalam bidang medis, Asy-Syifa pun menjadi salah satu perempuan yang sangat terkenal di antara kaumnya. Tak hanya menguasai berbagai rahasia ilmu kedokteran, Asy-Syifa juga mampu melakukan ruqyah dan menjadi ahli ruqyah yang sangat terkenal di zamannya.
Setelah agama Islam menyebar ke berbagai negeri, Rasulullah memperbolehkan pengobatan ruqyah untuk menyembuhkan keracunan akibat sengatan binatang, sakit eksim, hingga sakit mata.
Asy-Syifa kemudian memohon ijin kepada Rasulullah SAW untuk melanjutkan pengobatan dengan cara ruqyah, khususnya untuk penyakit eksim. Asy-Syifa yang telah terbiasa melakukan ruqyah sejak zaman Jahiliyah pun akhirnya diberi ijin oleh Rasulullah SAW.
Saat menjadi mualaf dan memeluk agama Islam, Asy-Syifa berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, aku biasa meruqyah sejak zaman Jahiliyah untuk mengobati penyakit eksim, dan kini aku hendak menunjukkannya kepada engkau.” Kemudian Asy-Syifa menunjukkan kemampuannya kepada Rasulullah SAW dalam meruqyah.
Saat meruqyah, Asy-Syifa berkata, “Dengan nama Allah, sesat sehingga kembali dari mulutnya dan tidak mengganggu seseorang. Ya Allah, hilangkan kesulitan, wahai Rabb sekalian manusia.”
Sejak saat itu, Asy-Syifa memiliki kedudukan khusus dan kedekatan dengan Rasulullah SAW beserta para istri-istrinya. Pasalnya, Asy-Syifa memiliki keimanan yang kuat terhadap Allah dan Rasul-Nya. Asy-Syifa juga termasuk sebagai anggota rombongan yang pertama hijrah dari Mekah ke Madinah.
Dengan penuh kesabaran Asy-Syifa mengajari para muslimah untuk membaca dan menulis. Kemudian Asy-Syifa pun menjadi guru perempuan pertama pada zaman Rasulullah SAW.
Bahkan salah satu istri Rasulullah SAW, Hafshah binti Umar bin Khattab, juga turut menjadi salah satu murid dari Asy-Syifa. Mereka pun belajar membaca dan menulis di rumah Hafshah. Tak hanya belajar membaca dan menulis, Rasulullah SAW juga meminta Asy-Syifa untuk mengajari Hafshah tentang cara merukyah penyakit eksim.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad dari Asy-Syifa, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah datang kepadaku ketika aku berada di rumah Hafshah. Beliau lalu berkata kepadaku, ‘Tidakkah engkau mengajari dia (Hafshah) cara meruqyah eksim sebagaimana engkau mengajarinya baca-tulis?”
Tak hanya mengajar, Asy-Syifa juga diberikan kepercayaan untuk mengurusi urusan pasar pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab. Bahkan Umar bin Khattab sering meminta pendapat kepada Asy-Syifa dikarenakan kecerdasan otaknya yang brilian.
Dari interaksi tersebut, Asy-Syifa juga meriwayatkan beberapa hadis dari Umar bin Khattab. Ia juga menjadi perawi hadis dari Rasulullah SAW sembari mempelajari ilmu keagamaan pada Rasulullah SAW.
Demikianlah kiprah Asy-Syifa binti Abdillah al-Adawiyah dalam dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan. Asy-Syifa mendedikasikan seluruh usianya untuk ilmu pengetahuan, beramal, beribadah, dan menolong orang lain.
Asy-Syifa kemudian meninggal dunia pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, tepatnya sekitar pada tahun 20 Hijriah.
Wallahu a’lam.

sumber: islami.co



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...