Langsung ke konten utama

TIPS MEMILIH DAN MENULIS KUTIPAN



Kutipan adalah cara yang paling indah untuk menyajikan cerita dalam kerangka yang manusiawi. Dan kutipan hanya akan bagus jika:
• Menggambarkan aktivitas secara lebih lebih hidup atau lebih tepat daripada yang bisa digambarkan dengan cara lain.
• Menjawab pertanyaan yang mungkin diajukan oleh pembaca.
• Berusaha memberikan gambaran sekilas tentang pribadi pembicara.
• Untuk memberikan citarasa kesegaran dan kredibilitas pada sebuah cerita.
Untuk menentukan apakah Anda akan mengutip langsung ataut idak, inilah pedomannya:
1. Apakah kutipan itu kata-katanya tidak berantakan, ringkas dan jelas? Bila jawabannya tidak, Anda harus memakai kalimat tidak langsung.
2. Apakah kutipan langsung itu akan memperkuat efek, memperjelas siapa yang bicara, atau menambah kesan sebagaipendapat dari orang yang memang layak dikutip? Bila jawabannya ya, pakailah kalimat kutipan langsung.
3. Apakah cerita yang mengawalinya cenderung untuk under-quote? Bila jawabannya ya, pakailah kutipan langsung. Bila over-quote, pakailah bentuk kutipan tidak langsung.
Kadang-kadang pilihannya malah lebih sulit. Yakni bila hanya sedikit bagian kutipan yang dapat diangkat, yakni bagian kecil yang sangat bagus. Bila demikian halnya, baiklah kita memakai bentuk kutipan tidak langsung untuk menuliskan sebagian besar ucapan si subyek, dan baru kita pakai tanda kutipan langsung pada bagian yang menarik perhatian itu:
Walikota mengutuk Komisi Pelayanan Masyarakat yang cara kerjanya ”tolol dan brengsek” dalam menjalankan petunjuk-petunjuk DPRD.
Kadang-kadang kutipan yang bagus bisa lemah karena ditulis terlalu panjang:
”Karena sikap warga yang tidak kooperatif, selalu mengganggu kami dengan keluhan kecil-kecil, seperti gong-gongan anjing, radio stereo yang berisik, anak-anak yang ribut, perkelahian pribadi, kucing hilang, bau yang tidak enak dari pabrik, saya mengundurkan diri,” kata Ketua RT itu.
Pak Ketua RT itu terlalu berkepanjangan, sehingga wartawan bisa memilih begini:
”Karena sikap warga yang tidak kooperatif, yang selalu mengganggu kami dengan keluhan kecil-kecil… saya mengundurkan diri,” kata Ketua RT itu.
Dalam bagian atas sudah kita bicara perlunya alinea pendek. Tapi kadang-kadang, sebuah kutipan yang bagus memerlukan tempat panjang. Nah, seorang penulis yang baik akan membagi kutipan itu menjadi beberapa alinea.
”Kesulitan kami muncul setelah saya dipecat. Uang kami habis tiga minggu kemudian, sehingga kami tidak bisa membayar sewa. Pemilik rumah mengusir kami, meskipun sebelumnya kami tidak pernah menunggak pembayaran. Kami tinggal di bawah jembatan, semacam gelandangan,” kata Abdul Gafur.
Bila penulis memutuskan memakai kutipan itu supaya efektif, ia harus memotongnya menjadi paling tidak dua alinea. Ini bisa dilakukan dengan tidak menutup kutipan pada akhir satu aliena dan menambahkan tanda kutip pada awal alinea berikutnya:
”Kesulitan kami muncul setelah saya dipecat,” kata Abdul Gafur. ”Uang kami habis tiga minggu kemudian, sehingga kami tidak bisa membayar sewa. Pemilik rumah mengusir kami, meskipun sebelumnya kami tidak pernah menunggak pembayaran.
”Saya mencoba kemudian untuk pergi ke Kantor Jawatan Sosial, tapi mereka mengatakan saya tidak berhak dapat bantuan karena saya menolak tawaran pekerjaan di luar kota. Saya tidak ada pilihan lain karena saya tidak punya uang untuk ongkos bis.
”Maka, selama 2 minggu terakhir ini, kami tinggal di bawah jembatan, semacam gelandangan.”
Anda perhatikan bahwa penyebutan nama hanya sekali pada awal alinea karena kutipan masih berlanjut. Dalam hal-hal lain, bila ada kutipan baru, nama yang dikutip harus disebutkan lagi:
”Kesulitan kami muncul setelah saya dipecat,” kata Abdul Gafur. ”Uang kami habis tiga minggu kemudian, sehingga kami tidak bisa membayar sewa. Pemilik rumah mengusir kami, meskipun sebelumnya kami tidak pernah menunggak pembayaran.”
Untuk meneruskan cerita itu setelah pengecekan secukupnya, penulis mencampur kutipan langsung dan kutipan tidak langsung:
Pertama:
Mudjono, kepada bagian di tempat Abdul Gafur bekerja di Koperasi Pertanian Meguwo, mengatakan bahwa Gafur dipecat setelah terbukti menggelapkan uang pupuk. Gafur membantah tuduah itu.
Yang empunya rumah tempat Gafur tinggal, Cecep Suganda, membantah kata-kata Gafur, bahwa ia selalu membayar sebelumnya. Menurut Cecep, Gafur belum membayar 4 bulan.
Kedua:
”Saya mencoba ke Kantor Jawatan Sosial, tetapi mereka mengatakan saya tidak berhak dapat bantuan karena saya menolak tawaran pekerjaan di luar kota. Saya tidak ada pilihan lain, karena tidak punya uang untuk ongkos bis,” kata Gafur.
Sri Sukatni seorang petugas di Kantor Jawatan Sosial, mengatakan bahwa Gafur menolak tiga tawaran pekerjaan, termasuk di sebuah toko, 2 km jauhnya dari jembatan tempat tinggalnya kini.
Ketiga:
”Maka, selama dalam dua minggu terakhir ini, kami tinggal di bawah jembatan, semacam gelandangan,” kata Gafur.
Di kampung Jambe, Kelurahan Karangkobar, Nyi Fatimah, ibu Gafur, tinggal dalam sebuah rumah yang punya 4 kamar. Para tetangga mengatakan bahwa Gafur dan isterinya menyusup ke rumah ibunya segera setelah matahari tenggelam dan tinggal di sana sampai matahari terbit.
OVER ATAU UNDER QUOTE?
Dalam menulis kutipan, banyak problem teknis yang dihadapi. Kebanyakan penulis muda cenderung terlalu banyak mengutip (over-quote) atau terlalu sedikit mengutip (under-quote). Dalam over-quoting, penulis hanya sekadar menyusun kutipan, seraya kadang-kadang menysipkan kata penyambung. Cara pengutipan seperti ini sering tidak bisa diterima. Sedikit orang yang menggunakan kata-kata secara ringkas dalam percakapan. Sebagai penulis, wartawan harus mampu menyampaikan pesan itu dengan lebih jelas dan ringkas dengan cara membuat menjadi kalimat kutipan tak langsung.
Over-quoting juga menghancurkan salah satu tujuan baik dalam pengutipan: menghapuskan kejemuan karena gaya yang sama. Dengan over-quoting, penulis hanya mengganti gaya monoton dirinya dengan gaya monoton seorang lain. Unverquoting juga merusak. Banyak penulis baru yang tidak yakin akan kemampuannya mengambil kutipan, sehingga ia selalu membuat kutipan tidak langsung. Cara ini juga menghilangkan tujuan baik pengutipan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...