Hadits Ancaman Bagi
Orang yang Bermaksiat Secara Sembunyi-sembunyi
لَأَعْلَمَنَّ
أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ
جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا
قَالَ ثَوْبَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لَا
نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ
وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ
وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا
“Sungguh
saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatku yang datang pada hari
kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih. Kemudian
Allah menjadikannya debu yang berterbangan.”
Tsauban
bertanya, “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka dan jelaskanlah
perihal mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.”
Beliau
bersabda: “Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian,
mereka shalat malam sebagaimana kalian, tetapi mereka adalah kaum yang jika
bersendirian mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.” (Shahih. HR. Ibnu
Majah).
Keadaan Pertama Orang yang Bermaksiat
Secara Sembunyi-sembunyi
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dalam hadits Tsauban adalah mereka yang melakukan penghalalan apa yang diharamkan Allah dan mereka melampaui batas dalam melakukannya karena merasa aman dari adzab Allah bahkan meremehkan dosa yang mereka perbuat. Mereka inilah yang amal shalihnya gugur. Bahkan sikap ini secara tidak langsung telah meremehakan dan menantang Allah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dalam hadits Tsauban adalah mereka yang melakukan penghalalan apa yang diharamkan Allah dan mereka melampaui batas dalam melakukannya karena merasa aman dari adzab Allah bahkan meremehkan dosa yang mereka perbuat. Mereka inilah yang amal shalihnya gugur. Bahkan sikap ini secara tidak langsung telah meremehakan dan menantang Allah.
Adapun
Keadaan kedua adalah orang yang bermaksiat secara sembunyi namun di dalam
hatinya terdapat penyesalan, mereka membenci kemaksiatan tersebut. Namun karena
mereka tidak bisa menguasai syahwat, akhirnya mereka tergelincir ke dalam
kemaksiatan tersebut.
Orang
yang bertaubat lalu Bermaksiat kembali
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ
رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan
menutupi kesalahan-kesalahan dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai”
(QS. At-Tahrim: 8)
(QS. At-Tahrim: 8)
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48).
Pintu
taubat selalu terbuka bagi seorang muslim yang berbuat dosa selain syirik.
Setiap hamba memiliki potensi melakukan maksiat meskipun sudah bertaubat. Dan
ketika orang tersebut bertaubat, Allah pasti menerimanya. Namun bukan berarti
seorang hamba bisa merasa aman dari maksiatnya. Karena ajal tidak ada yang tahu
kapan datangnya. Khawatir terjerumus ke dalam su’ul khotimah.
Lalu
apakah orang yang melakukan kemaksiatan secara sembunyi, harus mengulangi amal
sholihnya?
Tergantung keadaan orang tersebut. Apakah
orang tersebut berada dalam kondisi yang pertama atau yang kedua.
Kondisi yang pertama, sudah tentu amal sholihnya gugur. Tidak hanya tilawah, bahkan bisa jadi amal sholihnya seperti sedekah, sholat, puasa, itu juga gugur.
Kondisi yang pertama, sudah tentu amal sholihnya gugur. Tidak hanya tilawah, bahkan bisa jadi amal sholihnya seperti sedekah, sholat, puasa, itu juga gugur.
Sedangkan
kondisi kedua, orang tersebut wajib bertaubat dan menyesali serta berusaha
sekeras mungkin untuk tidak mengulangi kesalahannya kemudian melanjutkan amal
sholihnya. Tidak perlu mengganti atau mengulangi amal sebelumnya.
Allaahu
a’lam
Komentar
Posting Komentar