Di
antara tanda kecil terjadinya kiamat (asyraatus saa’ah
ash-sughra) adalah mengeringnya sungai Efrat di Irak, sehingga
muncullah gunung emas dari sungai tersebut. Manusia pun saling bunuh untuk
memperebutkannya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَحْسِرَ
الْفُرَاتُ عَنْ جَبَلٍ مِنْ ذَهَبٍ، يَقْتَتِلُ النَّاسُ عَلَيْهِ، فَيُقْتَلُ
مِنْ كُلِّ مِائَةٍ، تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ، وَيَقُولُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ:
لَعَلِّي أَكُونُ أَنَا الَّذِي أَنْجُو
“Kiamat
tidak akan terjadi sampai sungai Efrat mengering sehingga muncullah gunung
emas. Manusia pun saling bunuh untuk memperebutkannya. Dari setiap seratus
orang (yang memperebutkannya), terbunuhlah sembilan puluh sembilan orang.
Setiap orang dari mereka mengatakan, ‘Mudah-mudahan aku-lah orang yang
selamat.’” (HR. Muslim no. 2894)
Bukanlah
yang dimaksud dengan “gunung emas” di sini adalah minyak bumi, sebagaimana yang
disangka oleh sebagian orang. Meskipun minyak bumi sendiri dalam bahasa kita
sering disebut dengan istilah “emas hitam”. Anggapan semacam ini adalah tidak
tepat, dengan ditinjau dari beberapa sisi:
Pertama, hadits di atas tegas
menyebutkan “gunung emas”, adapun minyak bumi secara
hakikatnya bukanlah emas. Karena emas adalah barang tambang yang sudah kita
kenal, berbeda dengan minyak bumi.
Kedua, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa air sungai Efrat akan mengering,
lalu tampaklah (muncullah) gunung emas tersebut, sehingga bisa dilihat oleh
manusia. Adapun minyak bumi, harus diambil dari dalam bumi dengan alat-alat
tambang di kedalaman yang sangat jauh.
Ketiga, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengkhususkan sungai Efrat saja, tanpa menyebutkan
sungai atau lautan yang lain. Sedangkan minyak bumi, sebagaimana yang kita
ketahui, bisa ditambang dari laut atau dari dalam bumi, di tempat-tempat
penambangan yang sangat banyak.
Keempat, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa manusia akan saling bunuh untuk
memperebutkan simpanan ini. Kenyataannya, hal ini tidaklah terjadi ketika
ditemukannya cadangan minyak bumi, baik di sungai Efrat ataupun di
tempat-tempat lainnya.
Bahkan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang siapa saja yang
melihat kemunculan gunung emas tersebut untuk mengambilnya sedikit pun. Sebagaimana
yang juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
يُوشِكُ الْفُرَاتُ أَنْ يَحْسِرَ عَنْ جَبَلٍ
مِنْ ذَهَبٍ، فَمَنْ حَضَرَهُ فَلَا يَأْخُذْ مِنْهُ شَيْئًا
“Segera
saja sungai Efrat akan mengering lalu nampaklah gunung emas. Barangsiapa yang
menjumpainya, jangan diambil sedikit pun.” (HR. Muslim no. 2894)
Dalam
redaksi hadits yang lain disebutkan,
عَنْ كَنْزٍ مِنْ ذَهَبٍ
“ …
lalu nampaklah simpanan berupa emas …” (HR. Bukhari no. 7119 dan Muslim
no. 2894)
Oleh
karena itu, barangsiapa yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan gunung
(simpanan) emas tersebut adalah minyak bumi, konsekuensinya adalah melarang
siapa pun untuk menambang (mengambil) minyak bumi sebagaimana larangan dalam
hadits di atas. Tentu saja, tidak ada satu pun yang berani mengatakan demikian.
Semua
ini adalah bukti bahwa memaknai “gunung emas” dengan “minyak bumi”
adalah anggapan yang tidak tepat dan mengada-ada.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan bahwa sebab
dilarangnya mengambil emas dari gunung tersebut adalah untuk mencegah
terjadinya kekacauan dan saling bunuh di antara manusia. (Fathul
Baari, 13/81)
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/37505-tanda-kiamat-munculnya-gunung-emas.html
Komentar
Posting Komentar