Memilih jurusan ilmu
administrasi Negara adalah hal yang tidak pernah terencana dalam perjalanan
karirku. Saat mengenyam pendidikan di sekolah dasar, saya bercita-cita menjadi
guru. Hingga lulus SMA saya masih bercita-cita menjadi guru yakni guru kimia.
Berbagai usaha saya lakukan
untuk mencapai cita-cita tersebut, mulai dari ikut seleksi jalur khusus (PMJK) di
Universitas Mataram hingga ikut seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri,
namun hasilnya saya tidak lulus. Waktu itu, saya tidak dikasih daftar kuliah di
luar NTB. Saya lalu ikut tes masuk IKIP Mataram di jurusan yang sama yaitu
pendidikan kimia dan berhasil lulus. Akan tetapi setelah bernegosiasi dan
meminta persetujuan orangtua (mama) tidak menyetujui jika kuliah di IKIP.
Alasannya, percuma kuliah di Mataram jika di Universitas Swasta. Andaikan aku di Unram mengambil jurusan Hukum, Pertanian, atau lainnya mungkin akan diterima. Sedangkan aku saat itu hanya ingin
mengambil konsentrasi jurusan pendidikan.
Rencana
Allah memang jauh lebih indah dari rencana kita
Hingga aku mengikuti kemauan
mama untuk kuliah di Sumbawa dengan perjanjian mamaku tidak boleh berangkat
menjadi TKI lagi. Ketika mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Samawa
ternyata jurusan yang aku inginkan tidak ada. Kakak sepupu tempatku tinggal di
Sumbawa menyarankan aku masuk pendidikan fisika. Namun, aku menolaknya. Bagiku,
Fisika adalah pelajaran yang tidak aku kuasai. Jika dipaksa kuliah di jurusan
tersebut maka hasilnya tidak akan memuaskan.
Pilihlah jurusan yang paling kamu kuasai
Dengan begitu kamu akan tertantang untuk meraih
prestasi
Begitulah yang terpikir dibenakku
Kemudian aku memilih masuk
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan administrasi Negara. Simpel saja
yang terpikir dibenakku kala itu, dunia politik adalah hal yang menyenangkan
dan aku suka mengikuti perkembangannya. Berbekal pengalaman mengikuti Cerdas
Cermat UUD 1945 saat masih dibangku kelas 1 dan 2 SMA hingga tingkat provinsi
menjadikanku percaya diri memilih jurusan tersebut, jika ditanya lagi jawabannya simple karena saya suka cari ribut dan suka berdebat.
Pilihanku ternyata benar,
aku berhasil meraih IPK memuaskan di awal semester yakni 3,84 dan di semester 2
IPK ku 3,92. Dengan bekal IPK tersebut, aku semakin giat belajar dan berhasil
lulus dengan predikat pujian (coumloude) pertama di jurusan. Asyiknya kuliah di
jurusan ilmu sosial (tidak seperti ilmu alam) adalah kita bisa memilih saat UAS (Ujian Akhir Semester)
atau UTS (Ujian Tengah Semester) mau pilih ujian lisan atau tulisan. Aku sering
memilih ujian lisan karena aku malas nulis jawaban yang panjang lebar mending
langsung bertatap muka dengan dosen.
Ilmu sosial juga mengajarkan
aku untuk tidak pelit dengan jawaban, aku biasa memberikan jawaban yang sudah
ku kerjakan kepada teman-teman dan itu tidak mempengaruhi nilai sama sekali.
Karena saat perkuliahan aku sudah maksimal aktif dengan bertanya maupun
menjawab soal kuis dari dosen. Selain itu, aku juga aktif mengikuti organisasi
menjadi nilai tambah tersendiri di mata dosen.
Organisasi internal kampus
lembaga dakwah mahasiswa menjadi pintu gerbang seorang Susi Gustiana mengenal dunia menulis. Semester 2,
aku bergabung menjadi dewan redaksi buletin Motif (Moeslim Inspiratif), rubrik
yang seringkali menjadi tanggung jawabku adalah opini. Aku menjadi belajar
menulis opini.
Belajar membaca isu maupun
kebijakan yang sedang hangat diperbincangkan. Ketika sudah terbit beberapa
edisi, redaksi membuka kesempatan kepada mahasiswa lain maupun dosen untuk
mengirimkan opini dan redaksi akan menyeleksi opini mana yang layak terbit. Dari
menjadi dewan redaksi, sekretaris redaksi hingga pimpinan redaksi menjadi
motivasiku untuk terus menulis.
Iklim menulis yang terbangun
dengan baik saat menjadi mahasiswa mengantarkanku memenangkan beberapa lomba
menulis diantaranya Juara 1 Lomba menulis ilmiah Al-Qur’an pada MTQ tingkat
Kabupaten Sumbawa, juara 2 lomba menulis pemuda yang diadakan Dinas Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Sumbawa, Juara 4 lomba menulis Pelajar dan mahasiswa
yang diselenggarakan anggota DPR RI
Fahri Hamzah, Juara 5 pada lomba menulis ilmiah pada MTQ tingkat Kabupaten
Sumbawa, Juara 1 lomba menulis perempuan yang diadakan Solidaritas Perempuan Sumbawa
dan masih banyak lagi lomba lainnya.
Karena dunia menulis, aku
juga berhasil mengikuti Workshop Pers Kampus Mahasiswa Se-Indonesia yang
diadakan Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman di Bali, dan mendapatkan beasiswa
pelatihan menulis Tempo Institute di Jakarta selama 6 bulan. Namun, kesempatan
beasiswa tempo tidak jadi aku ambil karena sedang menyusun tugas akhir skripsi.
Hingga di semester 6, aku
menerima tawaran menjadi wartawan di salah Koran bergengsi di Kabupaten
Sumbawa. Menjadi wartawan perempuan tidaklah mudah, untungnya aku berhasil
bertahan hingga 7 tahun ini. Meskipun performaku belum maksimal namun insya
Allah profesi ini akan terus aku geluti hingga tua. Jika diingat-ingat kembali,
aku sering tidak percaya dengan apa yang berhasil aku raih.
Sebelumnya, aku tidak pernah
bercita-cita menjadi penulis, apalagi menjadi wartawan. Namun, kembali lagi
pada takdir dan rencana Allah pasti jauh lebih indah. Nasehat yang tertanam
dibenakku adalah kata-kata dari Mas Pringadi Abdi Surya yang ditulis disamping
tanda tangannya saat aku membeli bukunya.
“Susi
Gustiana, percayalah. Percaya pada tulisan-tulisanmu “
Karena menulis, aku bisa
jalan-jalan naik pesawat gratis ke Aceh, ke Bali, ke Jakarta (yang tertunda),
ke mataram dan semuanya ditanggung penyelenggara, dan tugasku hanya menulis
saja.
Menjadi wartawan itu harus
dilakukan dengan sabar, karena gajinya sedikit namun kita bisa menolong banyak
orang dengan tulisan kita. Didapur redaksi kebanyakan diisi oleh kaum
bapak-bapak. Namun, mereka semua asyik dan humoris. Tetapi ingat jangan mudah
baper ya, karena kamu seringkali akan di bully karena tulisanmu jelek,
reportase tidak mendalam, gaya menulis yang pasaran, mencontek berita di media
social dan banyak hal lain.
Bahkan, di Sumbawa kebanyakan
wartawan adalah kaum adam, kaum hawa yang bisa bertahan di profesi ini bisa
dihitung dengan jari. Mungkin karena pekerjaan ini tidak bisa membuat kaya raya
hahahaa. Tetapi bukan kaya raya tujuan hidupku, namun seberapa besar aku bisa
bermanfaat dan membantu orang lain. Duh…. Idealis sekali ya, tetapi begitulah
motivasi hidupku.
Berbagai pekerjaan, aku
lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidup, mulai dari menjadi tukang ketik surat,
membuat paspor jamaah umroh, membantu masyarakat membuat adminstrasi
kependudukan, mengadvokasi kasus , sebagai admin di perusahaan umroh hingga
menjadi Fasda (Fasilitator daerah) komunikasi program INOVASI (untuk anak
Indonesia) kemitraan pemerintah Indonesia dan Australia.
Bekerja di perusahaan non
provit oriented seperti INOVASI memberikan banyak hikmah dalam perjalanan
karirku. Aku bisa belajar banyak hal yakni adminstrasi, menulis berita dan
artikel yang benar sesuai EYD, disiplin, belajar menjadi penyelenggara even
organiser, belajar dunia pendidikan dan kebijakan berkaitan dengan pendidikan, belajar team work, belajar broadcast, belajar
teknik mengambil video dan potografi, dan masih banyak lagi.
Lagi-lagi aku memilih
pekerjaan karena passion. Apa yang kita gemari dan kita lakukan tanpa paksaan
ternyata akan membawa dampak baik bagi kesehatan dan mental kita.
Banyak yang bilang, kalau aku terlalu mengejar
karir. Hingga lupa kewajiban untuk menikah dan telat menikah . Namun bagiku,
aku bukan wanita ambisius, yang aku jalani hari ini adalah usaha yang aku
lakukan, dan akupun tidak pernah menargetkan a-b-c atau d dalam karirku. Aku
hanya, mengerjakan dengan semampuku setiap kesempatan yang datang, bagaimana
hasilnya itu adalah bonus. Yang penting aku sudah melakukannya dengan
baik. Akupun tidak memiliki cita-cita,
karena cita-cita juga tidak sesuai dengan kenyataannya. Jadi, mari bersyukur
atas pencapaian yang berhasil kamu lakukan sampai sejauh ini.
Karena pekerjaan yang aku geluti adalah hobi, dan
aku bebas mengatur waktuku sendiri. Meski mamaku menyuruh aku menjadi PNS, tapi
aku tidak ingin melakukannya. Aku hanya ingin seperti ini. Bekerja sesuai
passion and mood aku tentunya.
Bagaimana rencana setelah menikah?
Aku akan tetap menjadi penulis, freelancher dan ibu
rumah tangga. Aku ingin anak-anak ku tahu kalau mamanya adalah penulis dan aku
akan selalu ada untuk mereka.
Do What You Love, and Love What You Do
#Susi Gustiana
Komentar
Posting Komentar