Langsung ke konten utama

Puasa Para Nabi




Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan ibadah puasa. Dalam srah al-Baqarah ayat ke-183, Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Jelas di sana bahwa puasa bukanlah kewajiban yang baru, melainkan sudah ada sebelum Alquran turun. Umat-umat pra-Islam yang bertauhid telah menjalankan puasa sebagai ritual pembersihan diri.
Nabi Adam AS, misalnya, melakukan puasa sebelum ia diturunkan dari surga ke muka bumi karena melanggar ketentuan Allah SWT. Bapak umat manusia itu merasa menyesal karena telah terbujuk rayu setan sehingga mendekati pohon terlarang. Di bumi, Nabi Adam sempat terpisah dengan istrinya, Hawa, kemudian keduanya kembali dipertemukan atas izin Allah SWT. 
Menurut Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-Adhim, Nabi Adam AS berpuasa selama tiga hari tiap bulan sepanjang tahun. Riwayat lain mengatakan bahwa Nabi Adam berpuasa tiap tanggal 10 Muharram sebagai ungkapan syukur karena Allah mengizinkannya bertemu dengan istrinya, Hawa, di Arafah. Sebuah pendapat menyebutkan, Nabi Adam berpuasa sehari semalam pada saat ia diturunkan dari surga oleh Allah SWT.
Ritual berpuasa juga diamalkan Nabi Nuh AS. Ibadah ini dilakukannya ketika sedang berada di atas perahu yang menampung manusia dan binatang atas izin Allah SWT. Bencana banjir besar menyapu bersih kaum yang dimurkai Allah, bahkan termasuk anak Nabi Nuh AS sendiri. Dengan penuh kesabaran, Nabi Nuh AS menjalankan perintah Allah. Dengan mengutip penjelasan Ibnu Majah, Ibnu Katsir menyebutkan, “Puasa Nabi Nuh itu setahun penuh, kecuali dua hari raya.”
Demikian pula dengan Nabi Ibrahim AS. Bapak bangsa Arab dan Yahudi itu berpuasa ketika Raja Namruz memerintahkan pengumpulan kayu bakar yang menggunung tinggi. Nabi Ibrahim AS dalam keadaan berpuasa ketika ia dilemparkan ke dalam api atas perintah penguasa lalim tersebut. Namun, Allah lebih berkuasa dan memerintahkan api agar menjadi dingin sehingga keselamatan bagi Sang Khalilullah.
Nabi Musa AS juga disebutkan pernah melakukan ritual puasa ketika sedang bermunajat di Gunung Tursina selama 40 hari. Begitu pula dengan Nabi Yusuf AS ketika sedang menjalani masa tahanan akibat difitnah telah berbuat tidak senonoh dengan Zulaikha. Nabi Yunus AS diketahui juga berpuasa ketika berada dalam perut ikan paus. Meskipun berusia tua, Nabi Syuaib merutinkan ritual puasa. Nabi Ayub yang diuji dengan banyak musibah menjadikan puasa sebagai wahana mendekatkan diri kepada Allah. 
Nabi Daud AS berpuasa secara tersistem, yakni selang satu hari berpuasa dan sehari kemudian tidak. Bahkan, kebiasaan dari bapak Nabi Sulaiman tersebut hingga kini masih dijalankan oleh kaum Muslim. Bagi umat yang beriman kepada Allah, puasa bertujuan untuk membentuk pribadi yang bertakwa, dalam arti mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...