Alwy, S.Pd guru kelas 1 SDN Labuhan Alas Kecamatan
Alas awalnya mengalami kesulitan dalam mengajarkan materi penjumlahan dengan
sifat asosiatif. Penjumlahan asosiatif adalah sifat operasi hitung terhadap 3
bilangan menggunakan bantuan pengelompokan 2 bilangan dengan tanda kurung dan
apabila pengelompokan ditukarkan hasil tetap sama. Selama ini muridnya hanya
bisa mengerjakan soal penjumlahan sifat komutatif saja.
Sifat komutatif adalah
sifat pertukaran dua bilangan pada operasi hitung penjumlahan, dimana
pengerjaan operasi hitung penjumlahan yang ditukar hasilnya tetap sama. Hal itu
karena pada kurikulum KTSP, soal penjumlahan asosiatif baru didapatkan oleh
siswa kelas 2 sedangkan pada kurikulum 2013 yang terhitung masih baru
diimplementasi disekolahnya, soal penjumlahan asosiatif harus dikerjakan oleh
siswa kelas 1.
“Anak-anak tidak semua bisa aktif belajar, saya
terpacu bagaimana membuat siswa lebih aktif, agar siswa dapat menyerap
pelajaran dengan baik,” kata Alwy.
Keadaan murid di kelas juga menjadi tantangan bagi
Alwy. Hal itu karena tingkat pemahaman siswa berbeda-beda. Ada satu siswa kelas
1 yang disabilitas tuna rungu sekaligus tuna wicara maka otomatis dari segi
pemahaman dan konsentrasi anak ini mengalami keterlambatan dalam proses
pembelajaran dan tertinggal jauh dari teman-temannya. Sementara, Alwy adalah
guru umum, semestinya anak disabilitas harus mendapat perhatian ekstra apalagi
anak ini juga super aktif.
Dengan melihat benda langsung seperti media pembelajaran,
karena tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara, maka dengan menggunakan
bahasa bibir Alwy ajarkan siswa ini berhitung.
“Anak ini menjadi PR saya sekarang, padahal ada
sekolah SLB di dekat sekolah kami. Namun, orangtua siswa tersebut tidak mau
menyekolahkan anaknya di SLB. Jadi pihak sekolah kami juga tidak bisa menolak
murid ini karena dia wajib mendapatkan layanan pendidikan dasar yang sama
dengan anak-anak pada umumnya. Namun, Alwy percaya setiap anak memiliki
keistimewaan masing-masing. Di balik kekurangan anak tersebut pasti ada
kelebihan lain yang dimiliki.
Keadaan murid di kelas juga menjadi tantangan bagi
Alwy. Sebab, tingkat pemahaman siswa berbeda-beda. Ada satu siswa kelas 1 yang
disabilitas tuna rungu sekaligus tuna wicara. Otomatis dari segi pemahaman dan
konsentrasi anak ini mengalami keterlambatan dalam proses
pembelajaran dan tertinggal jauh dari teman-temannya. Sementara, Alwy adalah
guru umum, sehingga mengalami keterbatasan dalam memberikan layanan pendidikan
bagi siswa ABK.
Setelah mengikuti program INOVASI di Gugus 1 Kecamatan
Alas, Alwy mengetahui pentingnya menemukan solusi lokal untuk masalah lokal.
Menyadari ada potensi lokal yang semestinya dioptimalkan dari wilayah pesisir
di Selat Alas. Dengan melihat banyaknya pohon kelapa yang tumbuh subur
disekitar lingkungan sekolah membuat alwy menemukan ide agar memanfaatkan lidi
sebagai media pembelajaran yang diberi nama medialika (media lidi kelapa). Lidi
didapatkan dari daun pohon kelapa disekitar lingkungan sekolah. Bahan lain yang
dibutuhkan adalah botol bekas yang bisa ditemukan di bak sampah sekolah.
Dengan melihat benda hidup, anak-anak dapat lebih
mudah memahami materi yang diajarkan. Medialika juga memudahkan satu siswa
kelas 1 di SDN Labuhan Alas yang tuna rungu dan tuna wicara belajar berhitung,
dengan memegang lidi Alwy lebih mudah mengajarkan penjumlahan dengan bahasa
bibir.
“Anak ini menjadi PR saya sekarang. Padahal ada
sekolah SLB didekat sekolah kami. Namun orangtua siswa tersebut tidak mau
menyekolahkan anaknya di SLB. Jadi kami juga tidak bisa menolak murid ini
karena dia wajib mendapatkan layanan pendidikan dasar yang sama dengan
anak-anak pada umumnya,” ucap Alwy. Namun, Alwy percaya setiap anak memiliki
keistimewaan masing-masing. Di balik kekurangan anak tersebut pasti ada
kelebihan lain yang dimiliki.
Untuk membuat medialika bahan yang diperlukan adalah:
· Pelepah
daun kelapa
· Pisau
· Botol
plastik
· Karet
· Spidol
· Kertas
Langkah-langkah untuk membuat medialika:
Pertama-tama, ambil daun kelapa atau pelepah kelapa yang sudah tua.
Setelah itu bersihkan lidi dari tepi-tepi daun
kelapa sampai bersih. Lalu dikumpulkan lidi yang sudah
dibersihkan tersebut, akan lebih bagus juga jika dijemur terlebih
dahulu agar lidinya kuat dan tahan lama. Potong lidi sama panjang dengan ukuran
15cm, lalu ikat dengan karet sebanyak 10 lidi. Selanjutnya, siapkan botol
plastik bekas minuman kemudian potong menjadi 2 bagian. Bagian bawahnya digunakan
untuk meletakkan lidi yang sudah diikat sebelumnya. Kemudian ditempelkan kertas
pada botol sebagai penanda media A dan B. Selanjutnya bagi medialika kepada
masing-masing kelompok belajar siswa. Setiap kelompok akan mendapatkan 4 ikat
lidi dalam satu ikat sebanyak 10 lidi artinya ada total 40 lidi. Agar anak-anak
dapat aktif belajar, pilihlah satu ketua kelompok yang akan mengkoordinir siswa
yang lainnya untuk belajar dan menyelesaikan soal bersama-sama.
Cara operasi penjumlahan menggunakan medialika:
Contoh soal =
(2+5)+8 =….
Berikut cara menggunakan medialika, pertama: berikan pemahaman kepada
siswa bahwa yang dikerjakan terlebih dahulu adalah bilangan yang ada didalam
kurung karena soal yang diberikan adalah operasi penjumlahan asosiatif.
Penjumlahan asosiatif adalah sifat operasi hitung terhadap 3 bilangan
menggunakan bantuan pengelompokan 2 bilangan dengan tanda kurung dan apabila
pengelompokan ditukarkan hasil tetap sama. Sifat asosiatif juga disebut dengan
hukum asosiatif. Sifat ini dapat dirumuskan sebagai berikut,
(a + b) + c = a + (b + c) = d.
Selanjutnya lakukan penanaman konsep, bahwa pengerjaan soal
operasi penjumlahan itu menggabungkan antara dua bilangan atau lebih. Mulailah
memberikan pertanyaan kepada siswa menggunakan lidi, (2+5)+8 =….
Ambil 2 lidi lalu digabungkan dengan 5 lidi kemudian dihitung hasilnya
2+5=7, ingat tanamkan konsep bahwa siswa harus kerjakan bilangan yang ada
didalam kurung terlebih dahulu.
Kemudian angka 7 artinya ambil lagi 7 lidi lalu digabungkan dengan 8
lidi maka 7 lidi tambah 8 lidi sama dengan 7+8=15.
Jadi, (2+5)+8 = 15.
Begitu pula jika mengikuti rumus, apabila angka dari (2+5)+8 menjadi
(2+8)+5= hasilnya tetap sama yakni 15. Jika dijelaskan dengan medialika maka
Ambil 2 lidi lalu digabungkan dengan 8 lidi kemudian dihitung hasilnya 2+8= 10
lidi. ingat tanamkan konsep bahwa siswa harus kerjakan bilangan yang ada
didalam kurung terlebih dahulu. Kemudian angka 5 yang ada di luar kurung akan
digabungkan kembali dari hasil penjumlahan angka yang di dalam kurung artinya
ambil lagi 5 lidi lalu digabungkan dengan 10 lidi maka hasilnya 15 lidi,
otomatis (2+8)+5=15. Jika ditukar kembali angkanya seperti rumus 2 + (8+5) =
2+13 maka hasilnya tetap sama dengan 15.
Medialika ini cukup mudah diaplikasikan. Sebelumnya
Alwy pernah menggunakan batu dan biji-bijian seperti biji asam. Namun sulit
diaplikasikan dalam hitungan dengan angka belasan dan puluhan karena sulit
digabungkan oleh anak-anak. Setelah menggunakan media lidi, anak-anak sangat
antusias karena mudah dipegang, ringan, sederhana dan mudah dihitung.
Menurut Alwy, sebelum menggunakan media, anak muridnya
kurang fokus dalam belajar, setelah menggunakan medialika anak lebih cepat
memahami materi.
“Semua anak bisa mengerjakan soal-soal operasi
penjumlahan karena sistemnya kita bagi kelompok sehingga setiap
siswa bisa bekerjasama dengan teman-temannya dalam mengerjakan soal”.
Dari evaluasi hasil kemampuan siswa dalam mengerjakan
soal yang berkaitan dengan operasi penjumlahan sifat komutatif dan asosiatif
meliputi hasil nilai pre-test, tes formatif, post test dan hasil wawancara guru
dapat mengetahui hasil kemampuan siswanya. Dari total 19 siswa kelas I A SDN
Labuhan Alas, dapat diketahui 85% memahami dan dapat mengerjakan soal
penjumlahan asosiatif dan komutatif dengan baik. Oleh karena itu solusi
berhasil sesuai dengan masalah yang dihadapi guru.
Baizila Anabila siswa kelas 1 SDN
Labuhan Alas mengatakan suka belajar matematika. Bahkan Anabila suka belajar
berhitung sejak dibangku TK. Setelah masuk SD kelas 1 Anabila semakin senang
belajar matematika. “Karena Anabila bisa belajar matematika sambil bernyanyi,
belajar sambil menonton film dilayar monitor, belajar dengan media lidi, jadi
saya gemar belajar penjumlahan” kata Anabila.
Sedangkan Deby Erawati, S.Pd SD
orangtua Baizila Anabila sekaligus guru kelas 5 di SDN Labuhan Alas (Pernah
mengikuti dampingan program INOVASI karena sebelum jadi guru kelas 5 tahun lalu
menjadi guru kelas 3):
“Bersama pak Alwy kami belajar
banyak tentang numerasi kelas awal saat KKG gugus 1 kecamatan alas, dari pak
alwy ada banyak pelajaran tentang sifat rendah hati dan semangat
pantang menyerah, pak alwy juga selalu membuat media aplikatif yang
dimanfaatkan dari benda-benda yang ada dilingkungan sekolah, seperti medialika
itu pohon kelapa ada disekolah tinggal dipetik dan siswa kami senang belajar
matematika karena kami mengajar dengan benda hidup yang gampang ditemukan di
lingkungan sekolah” papar Deby Erawati.
Deby juga menggunakan metode
mengajar yang didapatkan dari pendampingan program INOVASI dalam usaha menumbuhkan
minat dan kegemaran anaknya. Anabila belajar Matematika, menurut Deby dirumah
dirinya menggunakan apel dan jeruk dalam mengajarkan matematika kepada anabila,
hasilnya anabila sekarang menjadi gemar belajar matematika.
Selanjutnya Rukmini, S.Pd, SD guru
kelas 6 SDN Labuhan Alas mengatakan sebagai sesama guru, dirinya banyak belajar
dari pak Alwy, berkaitan dengan penggunaan media. Meski di kelas atas tidak
bisa dipraktekan sepenuhnya karena kelas atas sudah bisa mandiri mengerjakan
soal tidak seperti kelas bawah yang mesti dituntun dan dibantu dengan media
pembelajaran yang aplikatif.
“Saya merasa senang bisa mendapatkan
ilmu numerasi, psikoedukasi dan ice breaker yang dibagikan oleh pak Alwy saat
rapat guru di sekolah kami” tambah Rukmini.
Sementara itu, menurut Kepala
Sekolah SDN Labuhan Alas Hartono, S.Pd bahwa untuk guru kelas satu, Hartono
tetap memilih Alwy menjadi wali kelas satu karena beliau orangnya sabar dan
inovatif. Selain itu penguasaan materi dan penggunaan teknologi dalam mendukung
proses pembelajaran, bisa dilakukan Alwy dengan baik.
“Ada tantangan bagi kami dalam
pembelajaran karena ada satu siswa tuna rungu dan tuna wicara di kelas satu,
tetapi Alwy terus berusaha mengajar dengan baik melalui media-media
yang inovatif” pungkas Hartono.
Komentar
Posting Komentar