AZAN TERAKHIR
"Rupanya, yang membuat saya patah hati bukan Didi Kempot, tapi Bilal Bin Rabah", batin saya setelah baca buku ini.
***
Semakin kita mengenal tokoh-tokoh di dalamnya, semakin tervisualisasikan gerak dan tingkah sang tokoh di dalam benak kita. Semakin kita memiliki informasi yang melatarbelakangi cerita itu, maka seolah kita tenggelam dibawa kesedihan dan rasa haru yang dibagikan dalam cerita.
Kisah "Azan Terakhir Bilal Bin Rabah" bukanlah cerita baru yang saya ketahui selintas lalu. Namun, selalu muncul perasaan-perasaan lain tatkala mengkonsumsi informasi tambahan yang melengkapi visualisasi tokoh Bilal di kepala saya. Beberapa bulan lalu, saya ditawari suami untuk menonton film seputar perbudakan dan rasisme. Tidak hanya satu film, saya nonton beberapa film perbudakan yang semakin memperjelas gambaran di benak saya tentang kejamnya perbudakan pada zamam dahulu. Tinjauan kepustakaan seputar perbudakan pun sempat saya pelajari. Yah, intinya seram. Meski di masa kini, perbudakan tidak legal terjadi, tapi perbudakan jenis lain senantiasa eksis.
Adalah Bilal bin Rabah, budak hitam yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya di jazirah arab. Lalu Bilal yang pemberani ini tertarik pada agama baru yang dibawa Muhammad Saw ke tengah kaumnya, agama Islam. Bilal tertarik pada Islam yang tak mengenal kasta dan diskriminasi dalam perkara kemanusiaan. Maka masuklah Bilal ke agama islam dan tentu saja membuat murka tuannya. Kisah fenomenal ini sudah sering sampai ke telinga kita.
Dalam film-film yang menyajikan perbudakan biasanya tak lepas dalam pusaran tuntutan kesetaraan dan kekeluargaan, tak lebih dari itu. Misal, film Janggo Unchanted, mantan budak yang ingin membebaskan istrinya. Atau budak Minty yang ingin membebaskan semua budak di Selatan. Itu saja sudah membuat saya haru dan emosional total. Apalagi kisah Bilal ini yang sepenuh cinta menjunjung kekasih sejatinya, Muhammad Rasulullah Saw. Jadi bukan cuma tentang membebaskan diri dari perbudakan ya, tapi membebaskan manusia dari perbudakan pada zat lain selain Sang Khaliq.
Kalian tentu sering mendengar orang patah hati yang dibuat patah oleh penolakan atau sikap mantan atau calon kekasihnya. Lalu bagaimana orang yang patah hati karena kedalaman cintanya? Jadi, terlalu mencinta juga bisa bikin patah hati ya? Ya, ternyata bisa.
Itulah yang dialami Bilal Bin Rabah yang seolah patah hati pasca kematian sang nabi. Bilal tidak ingin melihat semua hal "yang berbau nabi". Sampai dia pun keluar dari Madinah dan memilih mengasingkan diri. Sampai akhirnya sang nabi mendatanginya lewat mimpi, "sungguh keras hatimu wahai Bilal, sampai-sampai kau tak pernah lagi mengunjungi rumahku". Mimpi itu membuatnya menangis tersedu-sedu dan bertambah rontoklah rasa rindunya.
Hingga dirinya tertambat pada keputusan takdir, dan cintanya berbalas di pangkuan Rabbnya dan Rabb kekasihnya Muhammad, dialah Rabb semesta alam yakni Allah Subhanahu wataala. []
Sumber by: Alga Biru
"Rupanya, yang membuat saya patah hati bukan Didi Kempot, tapi Bilal Bin Rabah", batin saya setelah baca buku ini.
***
Semakin kita mengenal tokoh-tokoh di dalamnya, semakin tervisualisasikan gerak dan tingkah sang tokoh di dalam benak kita. Semakin kita memiliki informasi yang melatarbelakangi cerita itu, maka seolah kita tenggelam dibawa kesedihan dan rasa haru yang dibagikan dalam cerita.
Kisah "Azan Terakhir Bilal Bin Rabah" bukanlah cerita baru yang saya ketahui selintas lalu. Namun, selalu muncul perasaan-perasaan lain tatkala mengkonsumsi informasi tambahan yang melengkapi visualisasi tokoh Bilal di kepala saya. Beberapa bulan lalu, saya ditawari suami untuk menonton film seputar perbudakan dan rasisme. Tidak hanya satu film, saya nonton beberapa film perbudakan yang semakin memperjelas gambaran di benak saya tentang kejamnya perbudakan pada zamam dahulu. Tinjauan kepustakaan seputar perbudakan pun sempat saya pelajari. Yah, intinya seram. Meski di masa kini, perbudakan tidak legal terjadi, tapi perbudakan jenis lain senantiasa eksis.
Adalah Bilal bin Rabah, budak hitam yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya di jazirah arab. Lalu Bilal yang pemberani ini tertarik pada agama baru yang dibawa Muhammad Saw ke tengah kaumnya, agama Islam. Bilal tertarik pada Islam yang tak mengenal kasta dan diskriminasi dalam perkara kemanusiaan. Maka masuklah Bilal ke agama islam dan tentu saja membuat murka tuannya. Kisah fenomenal ini sudah sering sampai ke telinga kita.
Dalam film-film yang menyajikan perbudakan biasanya tak lepas dalam pusaran tuntutan kesetaraan dan kekeluargaan, tak lebih dari itu. Misal, film Janggo Unchanted, mantan budak yang ingin membebaskan istrinya. Atau budak Minty yang ingin membebaskan semua budak di Selatan. Itu saja sudah membuat saya haru dan emosional total. Apalagi kisah Bilal ini yang sepenuh cinta menjunjung kekasih sejatinya, Muhammad Rasulullah Saw. Jadi bukan cuma tentang membebaskan diri dari perbudakan ya, tapi membebaskan manusia dari perbudakan pada zat lain selain Sang Khaliq.
Kalian tentu sering mendengar orang patah hati yang dibuat patah oleh penolakan atau sikap mantan atau calon kekasihnya. Lalu bagaimana orang yang patah hati karena kedalaman cintanya? Jadi, terlalu mencinta juga bisa bikin patah hati ya? Ya, ternyata bisa.
Itulah yang dialami Bilal Bin Rabah yang seolah patah hati pasca kematian sang nabi. Bilal tidak ingin melihat semua hal "yang berbau nabi". Sampai dia pun keluar dari Madinah dan memilih mengasingkan diri. Sampai akhirnya sang nabi mendatanginya lewat mimpi, "sungguh keras hatimu wahai Bilal, sampai-sampai kau tak pernah lagi mengunjungi rumahku". Mimpi itu membuatnya menangis tersedu-sedu dan bertambah rontoklah rasa rindunya.
Hingga dirinya tertambat pada keputusan takdir, dan cintanya berbalas di pangkuan Rabbnya dan Rabb kekasihnya Muhammad, dialah Rabb semesta alam yakni Allah Subhanahu wataala. []
Sumber by: Alga Biru
Komentar
Posting Komentar