Dunia sastra Indonesia kembali berduka. Penyair kenamaan
Indonesia Sapardi Djoko
Damono tutup usia pada Minggu (19/7/2020).
Sastrawan berusia 80 tahun itu meninggal
dunia di Rumah Sakit Eka Hospital, BSD, Tangerang Selatan, pada pagi tadi
sekiranya pukul 09.17 WIB, setelah menderita sakit selama beberapa bulan
sebelumnya.
Pujangga yang biasa dipanggil SDD ini, dikenal dengan deretan puisi dan
karya-karyanya seperti buku “Duka-Mu Abadi”.
Sapardi Djoko
Damono juga pernah meraih sederet penghargaan di dalam dan di
luar negeri termasuk Cultural Award dari Australian Cultural Counsil dan
Satyalencana Kebudayaan dari Presiden RI.
Selain itu, masih banyak karya yang
dihasilkan oleh mantan Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ( UI)
ini.
Aku
bukanlah penyair yang pandai membuat puisi, namun membaca karya-karya Eyang
Sapardi Djoko Damono membuatku merasakan indahnya dunia sastra. Berikut puisi
karya Eyang yang akan abadi dalam ingatanku.
Yang
fana adalah waktu. Kita abadi
Memungut
detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai
pada suatu hari
kita
lupa untuk apa.
“Tapi,
yang fana adalah waktu, bukan?”tanyamu.
Kita
abadi.
Hujan Bulan Juni
Tak
ada yang lebih tabah
dari
hujan bulan Juni
Dirahasiakannya
rintik rindunya
kepada
pohon berbunga itu
Tak
ada yang lebih bijak
dari
hujan bulan Juni
Dihapusnya
jejak-jejak kakinya
yang
ragu-ragu di jalan itu
Tak
ada yang lebih arif
dari
hujan bulan Juni
Dibiarkannya
yang tak terucapkan
diserap
akar pohon bunga itu
Aku ingin mencintai mu
dengan sederhana
Selamat
Jalan Eyang Sapardi Djoko Damono
Karyamu akan abadi, dihati kami.
Komentar
Posting Komentar