Langsung ke konten utama

Kupon Kebahagian Kala Pandemi

 





Sekitar jam 9 pagi, satu hari sebelum hari raya idul Adha, aku mendapat telpon dari pimred, "Datang ke rumah sekarang, wah dengan senang hati kakiku melangkah, yup aku sudah menebak akan mendapatkan  kupon dan ternyata benar aku diberikan kupon dua" sambil tersenyum kuucapkan terimakasih. Pimred juga pengurus masjid Al Munawarah BTN Bukit Permai tempat aku tinggal jadi cukup mudah mengatur hal demikian.

Sedangkan, saat lebaran idul adha, aku menginap di pemanto daeng, dan iya aku juga mendapatkan dua kupon dari eya Dedi. Kebetulan beliau adalah pengurus masjid Baitul Makmur Pemanto Daeng.

Masih sama, satu kupon lagi yang ku dapatkan dari eya dipemanto daeng juga ku berikan pada kakak sepupu. Jadi kami sama-sama memiliki 2 kupon, 1 di Masjid Al-Munawaroh BTN Bukit Permai dan masjid Baitul Makmur Pemanto Daeng.


Saat hari raya  idul Adha, tepatnya jam 9 pagi usai sholat Eid, dimulailah proses penyembelihan daging kurban di masjid Al Munawarah. Sedangkan di Pemanto daeng hari Sabtu baru dilakukan penyembelihan hewan kurban. 

Anak-anak dan orangtua sudah berkumpul untuk mengantri mendapatkan daging, dan ya ternyata pembagian daging dimulai setelah sholat Jum'at. 

"Ayo pulang dulu, nanti kita datang lagi, lalu kupon titipkan di Bunda Afiqah" ajak kakak Intan.


Setiap kali lebaran Idul Adha, aku tidak pernah pulang kampung. Waktu libur hanya sebentar dan banyak hal menggairahkan jika menghabiskan liburan di Sumbawa.


Lebaran Idul Adha tahun 2019 kemarin, menjadi momen terakhir saat bersama Eya Sum. Saat itu, aku menghabiskan waktu memasak daging dengan eya. Kami membuat sate, rendang, sambal hati, soto, empal, bakso pokoknya banyak sekali masakan karena eya memang hobi memasak. 

Saat tahun 2020 ini, aku kembali lebaran Idul Adha dirumah eya namun memasak daging dengan kak waty karena Eya Sum sudah meninggal. Ada yang unik, saat hari lebaran yang jatuh pada hari jum'at 10 Zulhijah kami bisa jalan-jalan ke pasar Kerato berbelanja bumbu soto, sayur, dan buah-buahan. Akhirnya, kami membuat sate maranggi khas purwakarta sungguh enak, soto, tumis daging, seblak daging, empal hati dan paru segala macam olahan daging pokoknya. hihihi

Dihari sabtu, aku, kak waty dan Eya Dedi nyekar ke kuburan eya Sum, setelah dari kuburan, aku dan kak waty lari pagi sambil jalan-jalan beli sayur, buah untuk rujak, dan kue tradisonal ke pasar Brang Biji. Hal itu cukup menyenangkan, karena kami berdua memang hobi jalan kaki.





Dalam hati aku bersyukur kepada Allah. Terimakasih atas nikmat yang Engkau berikan, meski ditengah pandemi, kami bisa merasakan luapan kebahagian lewat pembagian daging Qurban.

Kebagian mendapatkan daging kuran tidak hanya dirasakan oleh aku dan keluarga, tetapi oleh semua umat islam diwilayah lain sekitar Sumbawa dan seluruh dunia. 

Doa kita sama, semoga pandemi Covid 19ini segera berlalu dan kita bisa hidup diera normal baru dengan kondisi yang Insya Allah tetap sehat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lalu Dia Lala Jinis Kisah Romeo Juliet Alas-Sateluk

Resensi By: Susi Gustiana Betapa bahagia  mencium aroma buku , pikiranku menari 'seolah menemukan harta karun'.    Buku Lalu Dia dan Lala Jinis  adalah cerita rakyat Sumbawa yang di tulis oleh bapak Dinullah Rayes. Nama Rayes merupakan marga dari keturunan kedatuan Alas. Cerita ini bersemi dihati penduduk terutama dari bagian barat tepatnya di kecamatan Alas. Kisah kasih diantara dua pasang anak muda romeo dan Juliet Sumbawa ini diriwayatkan oleh orang tua dengan menggunakan bahasa yang puitik melalui lawas. Lawas samawa merupakan puisi lisan tradisional pada umumnya tiap bait terdiri dari 3 baris. Dipengantar awal buku penulis menyebutkan bahwa kisah ini ditembangkan oleh orangtua yang   mahir balawas (menembangkan syair) dengan suara merdu menawan dan mempesona bagi siapapun yang mendengar. Tradisi di Sumbawa bagi orang yang bisa mendongeng atau bercerita itu disebut Badia. Tau Badia (orang/seniman yang menyampaikan cerita) sering diund...

Tugu Simpang 5 Aceh!!!! Begitu ‘Sempurna’

Kalian tahu tidak lagu sempurna dari Andra and The Backbone mungkin itu tepat untuk menggambarkan monument ini. “Belum ke Aceh namanya jika belum mengunjungi salah satu tugu atau monumen yang sangat ikonik dan keren ini” kata Pak Marzuki guide kami selama di Aceh. Yupz…..Namanya tugu simpang 5, oleh ibu-ibu rombongan dari Sumbawa yang antusias untuk mengambil gambar berselfia ria bahwa   di monumen ini. Menurut mereka tugu simpang 5 juga disebut tugu selamat datang. Karena lokasinya berada di pusat kota dan punya nilai filosofi yang sangat mendalam. Dalam catatan sejarah, tugu ini berada di lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu jalan Tgk. H. M. Daud Beureuh, T. Panglima Polem, Sri Ratu Safiatuddin, Pangeran Diponegoro, dan jalan Teungku Angkasa Bendahara. Di lihat dari desainnya, ada 4 eksplorasi konsep dari  tugu Simpang Lima Aceh  ini, yaitu axis-oriented (sumbu), urban oase, multi-purposes building, dan landmark kota Banda Aceh. T...

Kompetisi Vs Pandemi

Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai,  artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional,  teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsa🤭😉. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan...