Bertahan hidup sebagai pekerja perempuan tidak mudah, ini dirasakan Ena dan beberapa pekerja perempuan lain yang mengais rezeki di Sumbawa.
Ena (29), bukan nama sebenarnya adalah pekerja disebuah gudang grosir
sembako, ia harus berhenti bekerja karena tidak ada cuti melahirkan. Selain
itu, posisinya sebagai sales promosi salah satu produk bisa cepat tergantikan
oleh orang lain. Ia kini hanya menjadi ibu rumah tangga. Saat masih bekerja,
Ena bisa membantu suaminya mencari nafkah karena gaji yang didapatkan sesuai
standar Upah Minimum Kabupaten (UMK). Menurut Ena, cuti melahirkan hanya
diberikan kepada pekerja yang memiliki posisi tertentu seperti administrasi, supervisor,
staf, karena posisi mereka yang dianggap sulit mencari penggantinya.
Sedangkan mina (32), sebut saja begitu karena bukan
nama sebenarnya, ia bekerja di sebuah sekolah swasta di Sumbawa sebagai guru,
setelah melahirkan, ia hanya diberikan cuti 1 bulan. Mina lalu kesulitan
mencari pengasuh untuk anaknya, dan pada akhirnya ia memilih berhenti bekerja
di sekolah tersebut. Selang beberapa bulan, Mina lalu melamar pekerjaan
disekolah swasta lainnya juga sebagai guru.
Jika dibandingkan dengan gaji pada sekolah pertama
dan kedua, disekolah pertama gajinya jauh lebih besar, sedangkan disekolah
kedua relatif kecil tetapi untungnya disekolah yang kedua ini ada izin untuk membawa
anak ke sekolah sehingga ia bisa lega membawa anak sambil bekerja. Kini, mina bisa
kembali bekerja dengan harapan bisa membantu suami meringankan ekonomi
keluarga.
Masih sama, Dita (30) juga bukan nama
sebenarnya adalah pekerja di toko retail modern di Sumbawa. Dita baru saja
menikah, namun ia harus menunda momongan menggunakan alat kontrasepsi dengan
alasan takut jika posisinya tergantikan oleh orang lain. Jika pun nanti akan
hamil kata Dita, maka ia harus siap dengan resiko dilepas tugaskan dan tidak
ada cuti melahirkan sesuai standar undang-undang. Padahal, perjuangan karirnya
untuk sampai posisi ini cukup berat kata Dita sambil tersenyum dengan rasa
empati.
Adanya hak untuk mendapatkan cuti melahirkan
belum sepenuhnya dipahami oleh para pekerja perempuan di Sumbawa. Bahkan,
sosialisasi tentang keistimewaan perempuan yang dijamin dalam undang-undang ketenagakerjaan.
Sebagai instansi yang memiliki kapasitas dalam
pengawasan ketenagakerjaan di Sumbawa, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans)
melalui kepala Dinas Dr M Ikhsan Safitri kepada Gaung NTB kemarin menyampaikan
selama ini belum ada keluhan yang masuk tentang perempuan pekerja yang tidak
mendapatkan cuti melahirkan, padahal sudah jelas undang-undang ketenagakerjaan
menjamin hak perempuan.
“Kami
himbau kepada perusahaan, agar wanita maupun pekerja disabilitas agar ikut
diperhatikan haknya berdasarkan undang-undang, mereka harus memiliki kesempatan
yang sama untuk mengakses pekerjaan, bahkan pekerja perempuan tidak boleh bekerja
lebih dari jam 11 malam, jikalau perempuan harus lembur sampai malam juga harus
dijamin keamanannya, juga bagi yang punya anak juga harus dijamin haknya”
harapnya.
Disebutkan, cuti
melahirkan memang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan
Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 82 ayat (1) bahwa Pekerja/buruh perempuan berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Menyikapi hal-hal yang berkaitan
dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, upaya yang terus
dilakukan oleh Disnakertrans untuk meminimalisir pelanggaran yang dilakukan
perusahaan dan mengimplementasikan regulasi yang sudah ada yakni dengan
mengedukasi dan mediasi.
Selanjutnya, Ikhsan menerangkan melalui bidang
hubungan industrial, pihaknya selalu memberikan teguran kepada perusahaan yang
tidak taat dengan regulasi yang ada. Namun, harus menunggu dulu ada laporan
dari pekerja perusahaan tersebut, karena menurutnya jika tidak ada aduan yang
masuk, mereka menganggap bahwa semua baik-baik saja.
Ena, Mina dan Dita sama-sama
berharap perusahaan maupun instansi di Sumbawa memberikan hak yang sama kepada
perempuan untuk mendapatkan cuti melahirkan, bahkan dalam undang-undang cuti
juga diberikan saat haid dan hamil. Ketiganya juga berharap Disnakertrans bisa
mengawasi dan menegur perusahaan dan instansi yang masih tidak mau menerapkan
hak-hak pekerja perempuan sesuai undang-undang ketenagakerjaan.
Komentar
Posting Komentar