Refleksi Kuliah Umum Seri #4 Selasa,
15 September 2020
Prof Yudi Latif, Ph.D
“Mengurai Wawasan Ideologi
Pancasila: Visi, Tantangan dan Kritik”
Oleh: Susi Gustiana peserta Sekolah Harmoni
Indonesia PSIK
Sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaan
kenegaraan, Pancasila memiliki landasan ontologis, epistomologis, dan
aksiologis yang kuat. Setiap sila memiliki justifikasi historitas,
rasionalitas, dan aktualitasnya, jika dipahami dan diamalkan dapat menopang
pencapaian agung peradaban bangsa.
Secara ringkas, Yudi Latif (2011) menguraikan
pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan kenegaraan menurut alam pancasila,
nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas
(yang bersifat vertical transendetal dianggap penting sebagai fundamental etik
kehidupan bernegara.
Pada kuliah umum seri 4 Prof Yudi Latif menjelaskan,
Indonesia bukanlah Negara sekuler yang ekstrim, memisahkan “agama” dengan
“Negara” dan berpretensi untuk menyudutkan peran agama ke ruang
komunitas/privat. Agama diharapkan dapat perkuat etika sosial, sebagai Negara yang dihuni multiagama dan
multikeyakinan, pancasila dapat melindungi semua agama yang dianut
masyarakatnya.
Selanjutnya, rasionalitas ini mendapat pembenaran
teoritik dan komparatif dalam teori tesis kontemporer “Public Religion” untuk menolak separation dan privatization, dimana peran agama tidak perlu dipisahkan melainkan
dibedakan dengan syarat bahwa keduanya saling mengerti batas otoritas
masing-masing. Prof Yudi dalam pemaparannya menegaskan pancasila memberikan
ruang bagi setiap pemeluk agama karena unsur sakral kepercayaan setiap agama
tidak dimasuki oleh pancasila.
Menurut alam pemikiran pancasila (2012:99) nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan serta cita-cita kebangsaan dalam aktualisasinya
harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyarawatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyarawatan,
demokrasi memperoleh kesejatiannya daulat rakyat, ketika daulat politik
berkeadilan dengan daulat rakyat, ketika kebebasan politik berkeadilan dengan
kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan semangat persaudaraan dalam kerangka
musyawarah mufakat.
Tantangan permasalahan Indonesia saat ini sambung Prof Yudi Latif, pemilu langsung
hanya memberi karpet merah oligarki, Undang-undang sebagai sumber hukum hanya diproduksi untuk mengukuhkan kemapanan dan
statusquo, nilai-nilai agama tidak dijadikan sumber etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, konfik sosial telah terjadi karena kemajemukan suku
yang tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, penegakan
supremasi hukum tidak berjalan dengan baik, praktek ekonomi semakin menyuburkan
KKN dimana-mana, sistem politik tidak berjalan baik sehingga belum mampu melahirkan
pemimpin yang amanah.
Sebagai ideologi terbuka, pancasila memberikan
peluang penafsiran, namun pada batas tertentu sesuai kesepakatan bersama
berdasarkan musyarawarah mufakat yang dihajatkan oleh para pendiri bangsa. Dalam
mengatasi tantangan diatas, pancasila sebagai ideologi dapat menjadi rujukan
dalam pengambilan kebijakan seperti adanya visi teologis tentang masyarakat
Indonesia yang diidamkan, sistem politik dan transpormasi dijalankan
berdasarkan paham gotong royong dan kekeluargaan, tertib sosial seperti apa
yang kita kehendaki untuk berkeadilan itu.
Dalam upaya mewujudkan cita-cita reformasi untuk
menyelesaikan masalah bangsa dan Negara sebagamana termaktub pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 alinea kedua dan keempat sebagai berikut:
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang Kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,adil dan makmur.”; dan
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan Kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyarawatan/Perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Cita-cita luhur diatas, dari masa ke masa tantangannya semakin
beragam, penting untuk memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa, supremasi
hukum ditegakan untuk menjamin kepastian hukum yang adil bagi seluruh warga
Negara, sistem politik yang sehat dengan terwujud pemilu berkualitas sehingga dapat
melahirkan pemimpin amanah, sistem ekonomi berpihak pada rakyat dengan segala
macam bentuk kebijakan pengutannya, sistem sosial budaya dapat diwujudkan
melalui rasa saling menyayangi antar sesama dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika,
sumber daya manusia yang bermutu memiliki ketakwaan, menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi, memiliki etos kerja, dan mampu membangun budaya kerja produktif
berkepribadian. Selanjutnya, mampu menjawab tantangan globalisasi diera
industri 4.0 dengan tetap mempertahankan eksistensi dan integritas budaya dan
bangsa Indonesia dimata dunia.
Daftar Pustaka
Latif, Yudi, Pancasila Dasar dan haluan Negara,
makalah dalam lokakarya Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan bernegara (Jakarta:
MPR RI, 17-19 Juni 2011)
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode
2009-2014. (Jakarta-MPR RI- 2012)
Komentar
Posting Komentar