Model Pembelajaran Jarak
Jauh (PJJ) daring maupun luring menurut para ahli, sangat berpotensi untuk menghilangkan unsur-unsur pembelajaran sosial emosional pada anak sehingga tuntutan agar
belajar seharusnya kembali ke sekolah saat memasuki 6 bulan pandemi Covid 19
semakin menguat dari berbagai kalangan.
Menanggapi
hal ini, Psikolog RSUD Sumbawa Ilmiyati Zain MPsi (16/9) menyampaikan PJJ
berbeda dengan belajar tatap muka di sekolah benar, namun pada dasarnya secara
esensinya sama saja.
Disebutkan,
perlu ditinjau lagi seperti apa bentuk komunikasi antara guru dan anak ketika
PJJ, apakah pesan dari guru sampai tidak pada anak, jangan-jangan hanya
orangtua saja yang mewakili anaknya berkomunikasi dengan guru tetapi anak tidak
dilibatkan secara langsung.
Hal
Ini tentunya krusial terutama pada pembelajaran anak usia dini atau SD kelas
awal, dimana pembelajaran sosial emosional anak sangat mempengaruhi motivasi
belajar.
Menurutnya,
perlu digali lagi seperti apa interaksi yang dibangun oleh guru kepada
muridnya, jika hanya kirim poto saja maka tidak bisa terbangun sosial
emosional atau hanya dengan pesan WA saja guru beri tugas kepada siswa
melalui orangtua maka sulit bangun sosial emosional itu benar, tetapi ketika
pembelajaran melalui video call atau zoom meeting dengan anak dan orangtua
dilakukan lebih sering atau guru sebisa mungkin datang berkunjung ke rumah
siswa maka sosial emosional tetap akan terbangun meskipun PJJ.
Jika
dibandingkan dengan belajar di sekolah dengan PJJ, maka guru ketika tatap muka
di sekolah akan memberikan sentuhan emosional seperti memberikan pelukan saat
anak-anak PAUD belajar dengan baik, atau memberikan intervensi diferensiasi
sesuai kondisi emosional anak maka dengan PJJ hal itu juga bisa dilakukan
dengan rajin komunikasi harus dipuji anak ketika berhasil kerja tugas dengan
pesan suara dan orangtua harus memberitahu anak tentang pesan suara berisi
pujian tersebut kepada anak agar ia kembali bersemangat, kembali lagi bagaimana
kesepakatan kontrak belajar yang terbangun antara guru dan orangtua.
“Perlu
kita evaluasi sekarang ini bentuk komunikasi guru dan siswa, bagaimana pola
komunikasi yang membuat anak nyaman belajar dirumah serta bagaimana agar
emosional anak tetap terjaga meski PJJ,” ungkapnya.
Baik guru maupun orangtua, harus sama-sama menyadari
berbagai keterbatasan untuk membimbing anak. Karena itu, jangan lagi
ekspetasinya terhadap proses belajar yang ideal mengingat kondisi pandemi segalanya
serba terbatas.
Orangtua dan guru terus mencari bentuk, dan metode belajar
di rumah yang pas untuk anak, yang kreatif dan menarik. Salah satunya,
pemanfaatan gawai (HP) semaksimal dan setepat mungkin.
“Namun, dalam pemanfaatan gawai ini, orang tua harus
konsisten dengan jadwal screen time. Waktunya anak main gawai untuk
game, orang tua harus ikuti. Sebaliknya, saat gawai untuk belajar, anak
ditegaskan untuk mematuhinya, “jelasnya.
Agar mood anak untuk belajar tetap terjaga, Ilmiyati
menyarankan agar orangtua menyiapkan salah satu ruangan di rumah semirip
mungkin dengan suasana di sekolah.
“Salah satu hikmah pandemi Covid-19 ini, orang tua harus
terjun langsung mendampingi anak, dan merancang bagaimana caranya memanfaatkan
gawai yang tadinya banyak stigma negatif ke arah yang lebih positif,
“katanya.
Salah satu pemanfaatan gawai, tambah Ilmiyati, adalah
menjadi sarana untuk mencari jenis keterampilan hidup, seperti berkebun,
beternak, mempelajari tumbuhan, dan sebagainya.
“Kita
manfaatkan gawai untuk membuka peluang anak bereksplorasi,”
pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar