Mengikuti kompetisi sudah menjadi kebiasaanku sejak SD hingga sekarang. Meski jarang menang, tetapi sudah ikut berpartisipasi saja rasanya bahagia sekali. Ketika pandemi Covid 19 terjadi pada bulan Maret tahun 2020, hikmahnya kita lebih gampang mengikuti lomba seperti menulis Esai, artikel, opini, KTI, cerpen, puisi, seminar, lomba desain, photografi, pelatihan, fellowship, nulis buku, beasiswa dan lain-lain. Jika dihitung, jumlah project menulis kala pandemi yang aku ikuti sekitar 30 lebih dari non Fiksi hingga Fiksi tapi yang menang bisa dihitung jari. Namun dari effort tersebut, banyak yang kita dapatkan yaitu kiriman buku gratis dari funding internasional dan nasional, teman baru, relasi, wawasan, update teknologi aplikasi, hadiah menarik dan lain-lain serta jangan lupakan hadiah uang dan pulsaðŸ¤ðŸ˜‰. Selanjutnya, tahun 2021 bersiap untuk kompetisi lagi. Jika ada yang termotivasi dengan tulisan ini, maka tetap semangat, optimis, jangan pernah insecure, iri hati, dengki dan maafkan
Vino tiba di rumah Alfin. Ini kali kedua Vino berkunjung ke Sumbawa. Waktu pertama kali, Vino masih berumur 2 tahun. Vino sudah tak ingat lagi, karena sekarang sudah kelas 5 SD. Vino tinggal di Yogyakarta, ia dan ayahnya datang menjenguk nenek. Alfin senang menyambut sepupunya Vino. “Oleh-oleh gantungan kunci miniatur candi prambanan” kata Alfin. Vino terkejut, Alfin belum pernah berkunjung ke Yogyakarta, tapi anak kelas 4 SD bisa tahu itu. Kata Alfin, informasi tentang candi prambanan didapatkan dari ular tangga raksasa. Banyak makanan enak, tapi Vino masih belum pernah mencicipi makanan khas Sumbawa yang tersaji di rumah Alfin. Sepertinya sop ikan ini enak, Vino duduk dan mencicipi. Namanya Sepat, “Makannya jangan lupa tambahkan krupuk kulit sapi pasti lebih gurih,” jelas Alfin. Sepat ini rasanya asam, gurih dan segar ya, Vino suka. Tapi lama-lama Vino merasa pedas. Maaf, Vino terbiasa makan makanan manis di Yogyakarta. Kata Alfin, penghilang pedas adalah ai